Persoalan keamanan dan separatis, pemberontak yang ingin memisahkan dari NKRI yang terjadi di Papua, tidaklah bisa diselesaikan dengan retorika belaka oleh mereka penanggung jawab keamanan. Seolah-olah semua sudah kondusif dan terkendali, tetapi pengungsi di Wamena masih belum berani kembali, bahkan ada yang pulang ke kampung halaman dengan menyimpan dendam karena adanya keluarga yang menjadi korban. Sikap tegas Presiden diperlukan sebagai simbol hadirnya negara di wilayah yang sedang bergolak.
Disamping itu, evaluasi kinerja kepolisian perlu dilakukan secara menyeluruh. Penanganan demonstran dengan represif, pembatasan ruang gerak berdemo, berbagai penangkapan, pemukulan, dan sampai ada yang tewas, juga belum dilakukan upaya pengusutan secara terbuka.
Seringnya kepolisian mempublikasi hasil pemeriksaan terhadap tersangka yang dituduh melanggar UU ITE, terpapar radikal, makar, dan tuduhan yang serem-serem itu,  terkadang  bersifat opini dari pada bukti dan fakta yang ditemukan dilapangan.
Anggaran Kepolisian yang sangat besar ( hampir Rp. 104,7 triliun dalam APBN 2020), dan jumlah tersebut tigak jauh beda  dengan anggaran TNI digabungkan dari 3 matra laut, Darat, dan Udara, seharusnya menempatkan kepolisian yang profesional, cerdas, bijak, terdidik, dan melaksanakan tugas dengan komitmen tinggi, tidak dengan emosi yang berlebihan, karena memegang peralatan senjata yang dibeli oleh rakyat. Ingat Kepolisian adalah sipil yang dipersenjatai. Semangatnya bukan combat yang nalurinya menghancurkan musuh.
Masyarakat yang diamankan dan dikawal Polisi, bukanlah musuh negara, bukan musuh rakyat, bukan musuh pemerintah tetapi musuh para mereka yang ingin membuat negeri ini defisit. Â Kalau negeri ini defisit, polisi juga tentu akan ikut menderita.
Juga tidak kalah penting dan juga segera Presiden selesaikan, adalah memperhatikan suara mahasiswa yang sejalan dengan suara masyarakat, tetapi berbeda dengan keinginan petinggi partai politik, terkait penerbitan Perpu Revisi UU KPK. Keputusan harus diambil cepat, karena akan dapat berkembang dan melebar ke persoalan lain yang sedang menunggu dan berpotensi untuk membuat pemerintah semakin defisit kepercayaan masyarakat.
Demikian juga, rencana pemerintah untuk menaikkan iuran peserta JKN  mandiri kelas I dan II, sebesar 100 persen, perlu dikaji ulang, secara proporsional. Janganlah menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah lain yang lebih besar lagi. Jika kenaikan iuran sampai 100 persen disetujui, maka pemerintah akan mengalami defisit yang lebih besar  lagi yaitu defisit kepercayaan dari masyarakat.
Rencana Presiden untuk memprioritaskan program strategis yaitu meningkatkan mutu sumber daya manusia,  pasti akan didukung oleh seluruh penduduk. Dengan program ini Presiden dan Kabinet Pemerintah Jokowi akan mendapatkan deposit  lumayan besar, dan dapat menutupi defisit yang ada.
Pengembangan sumber manusia melalui berbagai sektor, pendidikan, ristek, agama, diklat, dan lainnya, sangat diperlukan untuk mendapatkan SDM yang dapat menggerakkan hasil pembangunan berupa infrastruktur jalan, pertanian, pelabuhan, maritim, dan dengan regulasi pemerintah, mengambil alih dari tenaga kerja asing yang jumlahnya semakin banyak.
Soal SDM ini kita berpacu dengan waktu. Jika tidak tenaga terdidik dan terampil akan menjadi penonton atas pembangunan yang dilakukan pihak asing  di negerinya sendiri.
Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi suatu keniscayaan. Kenaikan harus dapat dicapai 7% dari sekarang yang sekitar 5%. Banyak hal yang bisa dilakukan, mulai dari menekan kebocoran anggaran, efisiensi penggunaan anggaran, mengurangi pembelian asset yang tidak begitu dibutuhkan. Misalnya pergantian mobil dinas Menteri, Pejabat Eselon I, Direksi BUMN, Â rehabilitasi ruang kerja, rehabilitasi rumah dinas, dan semua pengadaan yang sifatnya barang habis pakai, dan penyusutannya cepat, sebaiknya dipangkas saja, jika perlu dihilangkan.