Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Defisit Dana Jaminan Sosial Program JKN, Kenaikan Iuran Suatu Keniscayaan

1 Agustus 2019   21:44 Diperbarui: 2 Agustus 2019   06:00 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan defisit DJS Program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan, sepertinya sudah menjadi penyakit kronis yang tidak sembuh-sembuh. Sudah sempat masuk UGD diinfus dengan cairan "tembakau" (jangan dicoba pasien lain ya, berbahaya) dinyatakan sembuh walaupun masih sempoyongan keluar dari rumah sakit.

Seperti itulah kita mengumpamakan situasi BPJS Kesehatan saat ini. Ratusan juta rakyat sudah dijamin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan melalui Program JKN, tetapi BPJS Kesehatan itu sendiri sejak 2014 menderita penyakit permanen yaitu "defisit".

Sejak pertengahan tahun ini, sudah ada indikasi BPJS Kesehatan akan sempoyongan lagi, karena kambuhnya penyakit "defisit" yang semakin parah. Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan adanya temuan BPKP yang poin pentingnya mengakui dengan "ikhlas" dan menyakinkan bahwa pada tahun 2018 ada tunggakan BPJS Kesehatan kepada RS mitra BPJS Kesehatan sebesar Rp. 9,1 Triliun. Dan defisit itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyelesaikannya, karena begitulah bunyi perintah UU SJSN dan UU BPJS. Apa berani pemerintah melanggar UU?

Dari temuan BPKP ada yang segera bisa dieksekusi oleh pemerintah (Kemenkes, Kemendagri, dan Kemenkeu), yaitu SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) kapitasi tahun 2018 yang telah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, sebesar Rp. 2,5 Triliun. Jika Pemda tidak mau membayar karena uang itu riil di tangan pemda, tentu dapat diperhitungkan dari dana APBN yang diperuntukkan ke daerah pada belanja sektor kesehatan.

Temuan BPKP yang lain, adanya RS mitra BPJS Kesehatan (FKTL) tipologi RS-nya tidak sesuai dengan situasi fisik RS yang disyaratkan (misalnya mutu pelayanan, sarana, dan peralatan yang digunakan untuk perawatan Tipe C, tetapi ijin yang dikantongi RS dari Pemda Tipe B). Maka terjadi lebih bayar, sebab paket tarif Ina-CBGs tipe B lebih tinggi dari paket Ina-CBGs Tipe C. Diketemukan ada lebih dari 600 RS, dengan nilai lebih bayar sekitar lebih dari Rp. 800 miliar.

Pihak Kemendagri dan Kemenkes dapat perintahkan agar pemda memerintahkan RS yang bersangkutan membayar TGR temuan BPKP tersebut. Jika uangnya sudah tidak ada, dapat dikurangi dari tagihan klaim RS ke BPJS kesehatan yang belum dibayarkan. Selesai. Dan akan memberikan efek jera bagi RS di masa mendatang.

Demikian juga dalam pengajuan klaim RS, BPKP menemukan terjadinya fraud (up coding dll), yang melibatkan pihak petugas BPJS Kesehatan dan petugas RS, walaupun jumlahnya tidak besar dibandingkan total klaim yang dibayarkan. Pihak BPJS Kesehatan juga dapat memperhitungkannya dari pengajuan klaim yang belum dibayarkan. 

Karyawan BPJS kesehatan yang terbukti terlibat (verifikator dan yang lainnya), langsung saja diberhentikan dengan tidak hormat sebagai efek jera. Dan pihak BPJS Kesehatan mempublikasikannya sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik. Ingat BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik, dan ownernya adalah peserta (publik).

Demikian juga dengan temuan-temuan data kepesertaan (double NIK), tidak lengkap dan lainnya, bukanlah menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan saja, tetapi juga stakeholder terkait (Kemenkes, Kemensos, Kemendagri), untuk secara terpadu menyelesaikannya. Jangan soal data ini semua telunjuk kementerian mengarahkannya ke BPJS Kesehatan. Kasihan sebab mereka ini juga adalah korban dari data yang "amburadul".

Persoalan berikutnya dari 9 bauran kebijakan yang sudah saya tulis dalam artikel yang lain, (baca):

Berapa besar dapat mereduksi defisit DJS JKN? Apakah jumlahnya dapat menutup seluruh defisit, sebagian besar, atau sebagian kecil?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun