Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apakah Mungkin "Serangan Fajar" Dapat Dihilangkan?

7 April 2019   10:49 Diperbarui: 7 April 2019   11:20 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang  1309 Jonasmer Simatupang, Muhammad Subekhan

Bagaimana menghentikan "serangan fajar"?

Memang tidak  mudah menghentikan "serangan fajar".  Karena sudah berurat dan berakar, dalam setiap momen Pemilu berpulu-puluh tahun berlangsung.  Tetapi bagaimanapun sulitnya, harus dihentikan, karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan peradaban bangsa.

Oleh karena itu, perlu diketahui persis penyebab terjadinya "serangan fajar" tersebut.  Menurut pengamatan yang dilakukan selama ini,  ada 3 faktor utama penyebabnya yaitu:

Sistem terkait penyelenggaraan Pemilu.  Terjadi banyaknya ruang  untuk  terjadinya potensi politik uang.  UU Pemilu dan Peraturan KPU, memberikan ruang kompromi, dan fleksibilitas dalam masa kampanye terkait mobilisasi masa untuk dukungan logistik, dan transportasi. 

Terkait sistem dimaksud, maka perlu dilakukan rumusan yang terukur, rigid, dan tidak menimbulkan multitafsir terkait segala sesuatunya penggunaan uang dalam Pemilu, baik bersumber dari masyarakat, caleg, partai maupun dari pemerintah.

Pemimpin sebagai model. Sebagai pemimpin ataupun elite politik,  pejabat pemerintah, negarawan harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakatnya. Kultur masyarakat Indonesia adalah kultur paternalistis. Pemimpin adalah sebagai simbol yang menjadi panutan. Apa yang dilakukan oleh pemimpin sering dijadikan contoh dan diikuti oleh rakyatnya. 

Persoalan sogok menyogok, ataupun pemberian amplop sering dilakukan oleh elite politik, maupun pejabat pemerintah.  Baru-baru ini viral video dimana seorang Menteri memberikan amplop kepada tokoh agama di salah satu kabupaten. 

Apapun alasan pemberian amplop tersebut tidak etis, dan menjadikan suatu bahasa isyarat tidak ada masalah dengan pemberian amplop di masa-masa kampanye saat ini. Situasi tersebut, semakin memperberat untuk menghentikan budaya pemberian amplop (politik uang). Apalagi kalau yang melakukan bagi-bagi uang yang berisi amplop kepada rakyatnya, adalah Pemimpin di negeri ini.

Tingkat Kesejahteraan Rakyat. Jika kesejahteraan rakyat semakin membaik, maka "serangan fajar" tidak akan mendapat sasaran yang diinginkan. Karena rakyat sudah berpendidikan tinggi ( terdidik), dan secara ekonomi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Semakin suburnya seliweran amplop dalam "serangan fajar", merupakan salah satu indikasi masih miskinnya rakyat.  Masyarakat terdidik dan sejahtera,  akan menjadi masyarakat cerdas, dan masyarakat cerdas akan menggunakan akal sehat dalam setiap keputusan yang diambilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun