Di Indonesia, memang dulu sistem kerajaan berurat berakar, karena banyaknya suku-suku bangsa,  dan terpencar di puluhan pulau besar, dan ribuan pulau-pulau kecil,  dengan tidak adanya sistem komunikasi antar pulau, maka terbentuklah  kerajaan-kerajaan. Ada kerajaan besar dengan wilayah yang luas, dan ada kerajaan kecil dengan wilayah terbatas.
Dengan berdirinya Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dan sepakat dengan sistem Presidensial, menempatkan Presiden sebagai posisi sentral. Posisi sentral itu jelas diungkapkan dalam Konstittusi UU Dasar 1945, yaitu Presiden itu disamping sebagai Kepala Negara juga Kepala Pemerintahan, dengan segala kekuasaan yang dimilikinya.
Posisi Presiden tersebut, mengibaratkan Presiden itu adalah gula, sehingga yang namanya semut, tetap mencari gula dan mengerumuninya. Sampai gula itu habis. Artinya semut itu akan pergi begitu saja jika gulanya sudah habis. Demikian juga Presiden. Orang-orang yang mengerumuni Presiden akan pergi dengan sendirinya, jika presiden itu sudah berakhir kekuasaannya. Jadi Presiden harus terus menerus menimbun gula, supaya semut tetap bertahan untuk berebut gula.
*******
Dalam tata hubungan kerja antara "Raja" dengan pembantunya, yang disebut dengan para menteri, staf khusus, staf ahli, tim ahli, badan-badan, kelompok kerja, panglima militer, Kepala kepolisian, Kepala Kejaksaan, disamping ada yang profesional, Â kompetensi tinggi, wisdom, punya akal sehat yang tetap terjaga, tetapi banyak juga yang hanya punya modal ibarat PANGLIMA TALAM , seperti cerita Melayu diatas.
Apa ukuran yang bisa kita lihat sebagai rakyat biasa terhadap mereka-mereka yang termasuk panglima talam?.
- Senang menyajikan makanan dan kue-kue yang dibawanya di atas talam, tentu dengan lezat cita Padahal sebagai panglima tugasnya bukan membawa talam berisi makanan, tetapi mengawal, Â menjaga keamanan dan keselamatan "Raja". Tatapi supaya mendapat pujian "Raja", tidak ada persoalan, dia yang membawa talam.
- Memberikan laporan yang bagus-bagus saja. Jika ada masalah disembunyikan dengan rapi dengan berbagai cara. "Raja" senang, panglima talam pun kembang hidungnya.
- Memberikan masukan kepada "Raja", sesuai dengan pikiran dan kapasitas berpikir sang "Raja". Sehingga "Raja" tidak merasa berat dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Panglima talam pun disegani dan ditakuti pembantu "Raja"
- Membiarkan sesuatu yang salah yang disampaikan "Raja" pada rakyatnya, karena panglima talam tidak mau ambil resiko tidak disenangi "Raja".
- Mampu menciptakan puji-pujian dari negara asing, karena luasnya pergaulan panglima talam dengan negara-negara yang ingin menggerus kekayaan alam negaranya
- Karena takut miskin setelah tidak lagi jadi panglima talam, , maka mumpung dekat dengan "Raja", memupuk asset, kekayaan, seluas-luasnya, dan sedalam-dalamnya.
- Panglima talam dengan kecakapannya meyakinkan "Raja", sering menakut-nakuti rakyatnya yang membuat rakyat terpecah belah. Jika ada organisasi masyarakat yang dianggap membahayakan eksisitensi "Raja"  dan panglima talam  dengan framing membahayakan keselamatan bangsa dan negara tidak segan-segan dibubarkan.
- Mampu mengkondisikan situasi dan kondisi yang membuat "Raja" "terpengaruh" bahwa hanya "Raja"nya saja yang telah berhasil membangun. Raja-Raja sebelumnya tidur panjang.
- Panglima talam dapat meyakinkan "Raja" atau juga "Raja" punya pikiran yang sama, mengutamakan pembangunan infrastruktur secara besar besaran. Pembangunan manusia nanti, setelah infrastruktur selesai. Karena di infrastruktur ada sesuatu yang diperoleh, yang  tidak di dapat jika membangun SDM.
- Karena ada perubahan konstitusi di kerajaan tersebut, dimana "Raja" dipilih setiap 5 tahun sekali dari kalangan turunan keluarga "Raja" dari ratu maupun selir "Raja" , maka panglima talam sangat berperan dan mampu memoles "Raja"nya menjelang PilRa ( Pemilihan Raja ) sebagai petahana periode  kedua, dengan membuat _design_ Bagi-bagi sembako, bagi-bagi sepeda, bagi-bagi uang, bagi-bagi lahan, bagi-bagi kartu, yang dananya dari rakyat, CSR BUMN dan pengusaha relasi panglima talam.
- Dalam debat petahana "Raja" dengan calon "Raja" di lapangan terbuka, sang panglima talam teganya memberikan data dan fakta yang salah pada "Raja". Dengan bergairahnya "Raja" menyampaikannya di kerumunan rakyat. Akhirnya rakyat tahu fakta dan data yang disampaikan bohong. Tapi sang "Raja" tidak peduli, dan para panglima talam tiarap, diam seribu bahasa. Mungkin "Raja" berfikir hanya sedikit rakyat yang tahu dia bohong, sebagian besar tidak mengetahui. Karena semua saluran informasi sudah di sumbat.
- Rakyat diminta jangan menggosip. Jika yang disampaikan "Raja" tidak benar jangan disebarkan. Berlaku pepatah "biar pecah di perut, asal jangan pecah di mulut".
Si panglima talam sudah berhitung, kalau yang terpilih adalah turunan "Raja" yang lain, pasti akan diadili dan masuk penjara, karena terlalu banyak dosa pada rakyatnya.
*******
Yang hebatnya, ternyata sang "Raja" mengetahui semua gerak gerik, gaya, dan tipu muslihat sang para panglima talam. Tetapi "Raja" membiarkan bahkan turut menikmatiya.
Dalam situasi seperti itulah sang "Raja" ingin melanggengkan kekuasaannya. Dengan gaya "Raja" seperti orang yang tulus, ikhlas, ramah, memikirkan rakyatnya siang malam, alim, terbuka, tidak suka berbohong, bersahaja, sering menjadi Imam di masjid maupun di surau ditengah masyarakat padahal bacaannya pas-pasan bahkan bersalahan tajuidnya, merupakan senjata yang  dapat sebagai  pamungkas  untuk rakyat jatuh hati, dan memilihnya lagi sebagai "Raja" .
Apakah rakyat tidak tahu kelakukan "Raja" dan para panglima talam?. Rupanya sang "Raja" lupa, bahwa rakyatnya sudah cerdas, sudah punya HP Android dan senang ber WA, FB, Tweeter, Instagram, lihat Youtube, sehingga mendapat informasi yang benar, walaupun disumbat di media mainstream, dan media cetak.