Beberapa waktu yang lalu, KPK sudah duduk bareng dengan Kemenkes, dan BPJS  Kesehatan untuk membentuk Satgas menyelesaikan secara komprehensif terkait semua hal yang menyangkut pelayanan JKN, di FKTP maupun FKTL karena adanya potensi  moral hazard dan fraud, yang sangat merugikan peserta maupun negara yang mengeluarkan uang yang besar untuk menjamin peserta (PBI, penyelenggara negara dan keluarganya).
Kalau kita cermati langkah KPK, terkait dengan penyelenggaraan JKN yang diamanatkan dalam UU 40/2004, dan UU 24/2011, dan diluncurkan oleh Presiden SBY tanggal 31 Desember 2013 di Istana Bogor, bahwa sejak 1 Januari 2014, sebanyak 121 juta penduduk Indonesia sudah mendapatkan Jaminan Kesehatan Nasional  dan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, tentu karena melihat bahwa program JKN adalah Program Nasional yang perlu dikawal pelaksanaannya agar tidak menyimpang dari semangat pembentukannya.
Semangat mengawal Program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, sudah menjadi obsesi para anggota  DJSN yang bertahun-tahun mempersiapkan pembentukan / transformasi dari PT.Askes menjadi BPJS Kesehatan bersama dengan stakeholder lainnya.  Â
Saya selaku Ketua DJSN waktu itu ikut mendampingi peluncuran tersebut yang berjalan dengan khidmat dan penuh kebahagiaan. Sebab sebelumnya tidak ada kepastian apakah Presiden SBY jadi meluncurkan JKN sesuai dengan amanat UU, karena Peraturan Pelaksanaannya berupa PP diterbitkan 3 hari menjelang peluncuran JKN, suatu pengalaman yang tidak mungkin terlupakan dalam sejarah kehidupan bangsa ini.
Dalam semangat  mengawal  program JKN agar  berjalan diatas "jalan yang benar", maka sejak tahun 2013 sampai dengan 2016 KPK melakukan kajian-kajian yang menarik untuk dicermati, supaya early warning yang diberikan tidak sampai menjadi suatu ledakan masalah seperti yang terjadi pada kasus pengadaan e-KTP dan Penyelenggaraan Haji, memakan korban  para Pejabat Negara dan  sangat memprihatinkan kita semua.
KPK telah melakukan Kajian terkait JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sejak tahun 2013  yakni  Kajian Sistem JKN, kemudian pada tahun 2014 dilanjutkan dengan Pemantauan Pelaksanaan saran perbaikan KPK atas kajian JKN di Kemenkes dan BPJS Kesehatan, dan melakukan Kajian Dana Kapitasi pada FKTP  Pemda. Â
Pada tahun 2015 dilakukan Pemantauan Pelaksanaan saran perbaikan KPK atas Kajian Dana Kapitasi, dan Kajian Penyusunan Alat Diagnostik Pencegahan Fraud di FKRTL  dan pada tahun 2016 KPK melakukan Kajian Tata  Kelola Obat dalam Sistem JKN dan Studi International Supervision Best Practice on National Healthcare.Â
Dari rangkaian kajian tersebut, Â memang telah ada berbagai kebijakan Kemenkes dan BPJS Kesehatan yang merujuk hasil kajian, walaupun disadari pada tataran pelaksanaan masih belum menunjukkan hasil sebagaimana yang diharapkan.Â
KPK mencermati dan mengikuti terus perkemangan di masyarakat, termasuk berbagai keluhan dan komplain peserta yang disampaikan melalui DJSN, Ombusman, BPJS Watch, bahkan ke KPK. Ujungya ya itu tadi dibentuk Satgas gabungan KPK, Kemenkes dan BPJS Kesehatan denGan jadwal penyelesaian yang terukur dan pada gilirannya akan sampai pada tahap penegakan hukum.
Problem obat di Indonesia
Belanja obat di Indonesia terbilang tinggi. Â Berkisar 40% dari total biaya / belanja kesehatan, bandingkan dengan Jepang hanya 19%, dan Jerman sekitar 15%. Demikian juga halnya harga obat di Indonesia termahal di ASEAN. Â Yang hebatnya lagi harga obat generik dengan obat generik berlogo selisihnya cukup tinggi mulai dua kali lipat sampai 40 kali lipat. Sedangkan penggunaan obat generik masih rendah.