Mohon tunggu...
Chaulah Lutfiyana
Chaulah Lutfiyana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya

Chaulah Fi, seorang gadis yang dilahirkan di pulau Garam 19 tahun lalu. Fi juga merupakan seorang mahasiswi aktif jurusan Psikologi di salah satu Universitas yang berada di Surabaya. 19tahun hidup, walau tergolong masih belia, namun beberapa hal mendorongnya untuk terus menulis, salah satunya adalah mimpi untuk dapat terus melanjutkan hidupnya. Fi memiliki minat yang tinggi di dalam bidang avokasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Apakah Synaesthesia Benar-benar Ada?

18 Mei 2022   11:45 Diperbarui: 18 Mei 2022   11:56 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warna merupakan sebuah komponen dasar dalam kehidupan yang dapat ditangkap oleh mata sebagai salah satu  panca indra manusia, begitupun dengan bentuk yang dapat di identifikasi oleh kulit, lalu rasa yang bisa dikecap dan dirasakan .

Beberapa diantara kita pasti pernah mendengar istilah Synaesthesia yang erat kaitannya dengan 'bisa lihat warna suara', wahhh, kedengarannya hebat banget ya,  seperti keistimewaan yang dimiliki oleh super hero.

Lalu, apa sebenarnya Synaesthesia itu dan bagaimana tanggapan para ahli terhadap peristiwa ini? Apakah ini sebuah anugerah ataukah sebuah hal yang perlu di obati?

Yuk, kita simak ulasannya!

Ada baiknya kita mengawali ulasan ini dengan memahami terlebih dahulu ya mengenai pengertian Synaesthesia, lalu bagaimana ilmu pengetahuan menanggapi hal ini.

Check it out! 

Apa itu Synaesthesia?

Synaesthesia psikologi merupakan suatu fenomena dimana otak menimbulkan beberapa persepsi berupa penglihatan, suara, ataupun rasa dari suatu respon indra dan merupakan suatu kejadian neurologist langka yang terjadi pada 1 dari 2000 penduduk di seluruh dunia atau setara dengan 2-4% jumlah populasi dunia. 

Synaesthesia berasal dari bahasa Yunani yaitu "synth" yang berarti bersama dan "ethesia" yang berarti persepsi. Di dalam bahasa Indonesia sendiri disebut dengan "Sinestesia".

Penderita Sinestesia memiliki hubungan keterikatan antar bagian otak yang lebih kuat dibandingkan orang pada umumnya, yaitu, pada bagian pengatur warna dan bahasa. 

Sinestesia menggabungkan objek seperti huruf, bentuk , angka ataupun nama orang dengan persepsi sensorik seperti bau, warna, maupun rasa, dengan kata lain Sinestesia merupakan suatu kejadian dimana seseorang dapat melihat dan membayangkan secara nyata warna,perasaan tertentu maupun bau dari hal-hal yang dijumpainya.

Pengalaman persepsi dimana rangsangan yang disajikan melalui satu modalitas akan secara spontan membangkitkan sensasi dalam modalitas yang terkait. Kondisi ini terjadi akibat peningkatan komunikasi antar daerah sensorik dan tidak disengaja, otomatis, stabil dari waktu ke waktu.

Sinestesia ditemukan sejak Abad 19, berdasarkan pengakuan dari orang yang mampu melihat warna suara.

Sinestesia bukanlah sebuah penyakit mental, dan beberapa peneliti telah mengabarkan bahwa sinestesia dapat bekerja lebih baik pada tes memori dan kecerdasan tertentu.

Oh, jadi sinestesia beneran ada ya? Dan telah dikatakan bahwa kondisi langka sinestesia ini bukan termasuk kedalam penyakit mental, biasanya orang yang tidak mengetahui mengenai fakta menarik ini, akan menanggapi bahwa orang yang mengidap sinestesia itu lagi halu, hihihi. Jangan sampai itu kalian ya readers!

Yuk, kita lanjut ke pokok bahasan selanjutnya ~~

Alasan dibalik terjadinya Synaesthesia

Setelah mengetahui bahwasanya Sinestesia itu benar-benar ada, akan timbul di dalam benak kita, Bagaimana hal itu bisa terjadi? Prosesnya gimana sih???

Berikut adalah penjelasannya!

Fenomena Sinestesia biasa diturunkan melalui genetik, meski masih sulit dipahami, sebanyak  40% orang yang memiliki Sinestesia melaporkan kerabat tingkat pertama dengan kondisi tersebut. Analisis silsilah Sinestesia menunjukkan penularan yang tinggi dari orang tua ke anaknya.

Di sisi lain, Sinestesia dapat terjadi sebagai respons terhadap obat-obatan (hanya bersifat sementara), kekurangan sensorik, atau kerusakan otak.

Penelitian genetik pada Sinestesia menunjukkan bahwa fenomena tersebut heterogen dan poligenik, namun masih belum jelas apakah Sinestesia pernah memberikan keuntungan selektif atau hanya produk sampingan dari beberapa sifat terpilih yang berguna.

Kekhususan warna yang ditimbulkan berasal dari nada pendengaran dan angka akromatik (tidak berwarna) menjadi menghasilkan warna yang jelas dan mencolok, hal ini akan bertahan secara stabil dari waktu ke waktu pada individu tertentu. Namun, nada maupun grafik yang sama tidak selalu menimbulkan warna yang sama pada orang yang berbeda (setiap individu memiliki warna tersendiri).

Telah Ada 60 bentuk Sinestesia yang di dokumentasikan (kombinasi yang berbeda di antara indra), mencerminkan heterogenitas yang ekstream dari kondisi tersebut. Individu dengan satu jenis Sinestesia lebih mungkin untuk memiliki yang lain juga -- (dikemukakan oleh Ramachandran & Hubbard).

Meskipun belum diketahui apakah memiliki keuntungan selektif, Sinestesia dikaitkan dengan banyak manfaat bagi pemrosesan kognitif, yang berpotensi menggaris bawahi dasar mengapa kondisi ini bertahan dari tekanan evolusioner.

Saat ini penelitian terhadap Sinestesia telah melewati 2 Abad dalam sains.

Akhirnya, kita telah sampai pada titik dimana Sinestesia dapat menginformasikan pemahaman Kita tentang proses kognitif dan persepsi dalam populasi umum, atau dalam kata lain penelitian terhadap Sinestesia jauh dari fenomena "pinggiran" seperti yang diyakini sebelumnya.

Seseorang yang memiliki Sinestesia cenderung memiliki perasaan bahwa Indra mereka saling terkait, dan memberi dimensi tambahan pada persepsi mereka tentang 'Dunia'.

Contohnya :

Pada seorang yang memiliki Sinestesia, saat mereka mengalami suatu bentuk emosional mereka akan mampu melihat warna-warna tertentu bermain di pandangan mereka saat memejamkan mata.

Lalu pada kasus yang lain, mereka akan bisa membaca suatu tulisan dengan nada nada tertentu yang terlantun di dalam kepala mereka,mencirikan setiap kalimat dengan identitasnya sendiri seperti yang mereka lakukan ketika ada orang lain yang mengajak mereka berbincang.

Bagaimana proses terjadinya Sinestesia?

Masing-masing dari Melina Indra manusia menstimulasi area berbeda di otak.

Pada manusia umum, saat melihat dinding kuning neon maka akan menerangi Korteks visual primer di bagian belakang otak.

Namun, pada orang yang memiliki Sinestesia, ia akan merasakan warna dinding saat melihatnya. Jadi tidak hanya Korteks visual utama yang akan dirangsang, namun Lobus Parietal juga akan dirangsang untuk merasakan bagaimana rasa dari warna tersebut. 

Inilah sebab para peneliti percaya bahwa orang yang mengalami Sinestesia memiliki tingkat keterikatan yang tinggi antara bagian-bagian otak.

Ada beberapa jenis Sinestesia,  semuanya dengan gejala yang berbeda yaitu : synaesthesia warna grafem, tempat dimana menghubungkan huruf dan hari dalam seminggu dengan warna, Synaesthesia suara-warna, Synaesthesia bentuk-bilangan, dll.

Gejala Synaesthesia :

Persepsi tak sadar yang melintasi antar indera (bentuk pengecapan, warna pendengaran,dll)

Pemicu sensorik yang secara konsisten dan dapat di prediksi menyebabkan interaksi antar indera (melihat sesuatu Dan menghubungkannya dengan warna,rasa, dll)

Kemampuan untuk menggambarkan mereka yang tidak biasa kepada orang lain

Berikut adalah salah satu potret seorang peneliti yang juga turut ambil andil dalam perkembangan penelitian mengenai fenomena unik synaesthesia ,Dr. Stephanie Goodhew -- The Australian National University

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun