Sinestesia ditemukan sejak Abad 19, berdasarkan pengakuan dari orang yang mampu melihat warna suara.
Sinestesia bukanlah sebuah penyakit mental, dan beberapa peneliti telah mengabarkan bahwa sinestesia dapat bekerja lebih baik pada tes memori dan kecerdasan tertentu.
Oh, jadi sinestesia beneran ada ya? Dan telah dikatakan bahwa kondisi langka sinestesia ini bukan termasuk kedalam penyakit mental, biasanya orang yang tidak mengetahui mengenai fakta menarik ini, akan menanggapi bahwa orang yang mengidap sinestesia itu lagi halu, hihihi. Jangan sampai itu kalian ya readers!
Yuk, kita lanjut ke pokok bahasan selanjutnya ~~
Alasan dibalik terjadinya Synaesthesia
Setelah mengetahui bahwasanya Sinestesia itu benar-benar ada, akan timbul di dalam benak kita, Bagaimana hal itu bisa terjadi? Prosesnya gimana sih???
Berikut adalah penjelasannya!
Fenomena Sinestesia biasa diturunkan melalui genetik, meski masih sulit dipahami, sebanyak  40% orang yang memiliki Sinestesia melaporkan kerabat tingkat pertama dengan kondisi tersebut. Analisis silsilah Sinestesia menunjukkan penularan yang tinggi dari orang tua ke anaknya.
Di sisi lain, Sinestesia dapat terjadi sebagai respons terhadap obat-obatan (hanya bersifat sementara), kekurangan sensorik, atau kerusakan otak.
Penelitian genetik pada Sinestesia menunjukkan bahwa fenomena tersebut heterogen dan poligenik, namun masih belum jelas apakah Sinestesia pernah memberikan keuntungan selektif atau hanya produk sampingan dari beberapa sifat terpilih yang berguna.
Kekhususan warna yang ditimbulkan berasal dari nada pendengaran dan angka akromatik (tidak berwarna) menjadi menghasilkan warna yang jelas dan mencolok, hal ini akan bertahan secara stabil dari waktu ke waktu pada individu tertentu. Namun, nada maupun grafik yang sama tidak selalu menimbulkan warna yang sama pada orang yang berbeda (setiap individu memiliki warna tersendiri).