Menurut saya budaya belis ini tidak dibebankan kepada kaum mempelai laki-laki yang menikah melainkan menjadi tanggungjawab dari keluarga besar. Kaum keluarga laki-laki berkumpul bersama mengumpulkan uang. Jadi tidak dibebankan kepada mempelai laki-laki yang akan menikah.
Jawaban belum ada uang ini merupakan jawaban atas dasar tidak ada komunikasi yang baik dengan kaum keluarga perempuan. Selain itu juga atas dasar pemikiran dan pengamatan sendiri kaum laki-laki berdasarkan pengamatannya disekitar, yang orang mengantar belis dengan nilai yang besar. Singkatnya, setiap keluarga itu berbeda. Jangan mengambarkan keluarga perempaun dari calon kita sesuai pengamatan kita bahwa nanti nilai belisnya sekian. Yang terpenting adalah komunikasi.
Budaya belis ini mendidik setiap orang untuk bertanggungjawab. Keluarga kaum perempuan selanjutnya akan menitipkan anak mereka ke mempelai laki-laki atau keluarga besar kaum laki-laki untuk dijaga. Bukti tanggung jawabnya adalah dengan hadir bertemu dengan keluarga kaum perempuan dalam upacara secara adat seperti belis.
Upacara Belis Sebagai Janji
Saya melihat bahwa upacara belis ini sebagai ungkapan janji dari kaum laki-laki. ungkapan janji dalam arti bahwa kaum laki-laki akan menjaga kaum perempuan dan bertanggung jawab untuk menafkahi. Dia akan bekerja keras untuk membahagiakan dan membangun keluarga kecilnya kea rah tujuan atau cita-cita bersama keluarganya nanti. Selain itu ada ikatan janji untuk tidak mencari lagi yang lain orang baru, baik laki-laki maupun perempuan. Orang baru untuk dijadikan sebagai pasangan baru. Tetapi harus menjadi pasangan seumur hidup. Janji ini bukan hanya sekedar janji, melainkan disaksikan oleh kaum keluarga dan bahkan "leluhur".
Belis Bukan Alasan Menunda Menikah
Belis yang tidak menuntut kaum laki-laki harus mengantar belis dengan nominal melebihi kemampuan dari kaum laki-laki membawa saya untuk berpikir bahwa menunda menikah bukan karena alasan belis. Yang terutama adalah kesiapan untuk hidup berkeluarga sebagai pasangan suami-istri. Kemungkinan orang berpikir kesanggupan untuk menafkahi setelah menikah. Bahkan dengan alasan belum memiliki pekerjaan yang pasti dengan pendapatan yang pasti. Bahkan juga ada orang yang belum siap melepas masa bujang dan juga kelompok mudanya bersama teman-teman.
Dari beberapa kemungkinan alasan menikah ini mengartikan bahwa menikah itu pilihan bukan karena tuntutan budaya belis. Setiap orang memiliki hak untuk arah hidupnya, entah akan hidup sendiri seumur hidup dan menikah. Itu adalah pilihan berdasarkan prinsip hidup dan pengalaman hidup yang dialami.
Seni Dalam Adat
Dalam budaya belis ini, bertemunya keluarga kaum laki-laki dan keluarga kaum perempuan bersama juru bicara. Semua orang yang hadir akan menyaksikan seni pembicaraan adat antara kedua juru bicara. Seni yang menghibur dan mengunggah hati betapa menariknya. Istilah-istilah baru akan didengar dan anak zaman sekarang pasti akan mencari tahu artinya. Sebab istilah-istilah itu jarang didengar.
Dalam pembicaraan itu berkaitan dengan tahap selanjutnya atau belisnya, itu dibicarakan dengan istilah-istilah adat. Jadi tidak diungkapkan secara langsung seperti "tawar -menawar" pada umumnya. Seni pembicaraan ini akan diingat oleh yang hadir dan menjadi pembelajaran bagi orang muda. Tidak menutup kemungkinan dalam waktu mendatang bisa menjadi juru bicara juga. Pembicaraan berkaitan dengan budaya belis ini dapat dilihat bahwa terdapat seni dalam budaya yang begitu indah.