Â
Menulis, menjahit dan Suara Keren dalam bernyanyi adalah sosok seorang ibu yang akan saya bagikan dalam tulisan ini. Saya mengenal seorang yang mengalami keterbatasan fisik pada tahun 2016. Saya begitu kaget melihat hasil kreativitas dari ibu ini. wajahnya cantik, kulit putih dan rambut panjang. Aku katakan cantik sekali. dia memiliki keterbatasan fisik pada tangannya yang satu, yang terpotong di bagian lengan. Dibalik kekurangan fisiknya dia memiliki banyak kelebihan. Menurut saya kelebihan dari ibu ini melebihi apa yang ada dalam diri saya. Dia tidak malu dengan keterbatasan fisiknya, dia tetap ramah dengan orang sekitarnya. Baginya keterbatasan yang ada dalam dirinya sebagai sebuah rencana Tuhan dalam hidupnya.
Dia yakin dan percaya bahwa dibalik kekurangan yang ada dalam dirinya pasti ada kelebihan. Dia juga yakin dan percaya bahwa Tuhan mencintainya. Untuk itu dia tidak pernah menyesal dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.
Dia selalu bersyukur dalam hidupnya. Saya merasa terharu dengan ibu ini yang penuh semangat dalam menjalankan hidup dalam keterbatasannya. Dia tidak menyerah. Dia menghadapi setiap bullying dari orang lain dengan senyuman. Lalu kita yang memiliki kelengkapan fisik hidup dalam penuh penyesalan. Terkadang stres hingga berujung pada tindakan bunuh diri. Adakan yang seperti itu. Ada juga yang tidak menerima diri apa adanya meskipun memiliki kelengkapan fisik. Masih merasa kurang cantik dan kurang ganteng.
Ibu ini hidup dalam penuh kesadaran akan pentingnya hidup dan menjaga kepercayaan Tuhan pada diri. Untuk merawat kehidupan, berbagi dan berjiwa sosial dengan sesama yang ada sekitar. Ibu ini yakin dan percaya bahwa begitu banyak orang yang mencintainya dan untuk itu dia pun mencintai semua orang.
Dalam kehidupan sehari-hari selama tingal dengan ibu ini, saya tidak menemukan kesedihan di wajah ibu ini. dia selalu menampilkan wajah cantik. Selalu tersenyum dan ramah setiap kali kita menyapanya. Dia mungkin sadar bahwa sebagai manusia kita harus ramah kepada setiap orang. Dia paham bahwa dia manusia hidup dalam ruang lingkup sosial, maka dia harus membangun relasi dengan setiap orang.
Saat pertama kali saya datang ke tempatnya, dia selalu mengatakan bahwa hidup harus selalu bersyukur. Karena  hal yang kita miliki sekarang adalah dari Tuhan. Dia juga mengatakan bahwa kita tidak boleh sombong dan egois. Jangan berpikir bahwa kamu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain misalnya, pandai, kaya. Kemudian kamu tidak menghargai orang lain. Kamu tidak menanggapi setiap sapaan dari orang yang menurut kamu lemah. Ingat dia juga memiliki kelebihan yang tidak kamu miliki. Hanya dia belum neyadari kemampuan yang ada dalam dirinya.
Mendengar perkataan dari ibu ini saya menjadi sadar akan kehidupan yang saya jalani selama ini. saya menjadi sadar bahwa saya selama ini terlalu sombong dan egois dalam hidup. Saya terkadang hidup hanya menghargai mereka yang memiliki kelebihan dan melebih saya. Sedangkan mereka yang lemah tidak saya hargai. Saya juga mengatakan dalam hati bahwa dia yang memiliki kekurang saja sadar akan pentingnya sesama. Lantas saya tidak pernah menyadari itu. Berikut saya akan menampilkan aktivitas dari ibu ini, diantaranya:
Ibu ini bekerja dengan menjaga kios dari sebuah panti asuhan. Dia bekerja dan hasilnya untuk diserahkan ke panti asuhan. Artinya di bekerja untuk panti asuhan. Di dalam panti asuhan itu ada banyak orang yang memiliki keterbatasan fisik, ada yang tidak bisa berjalan, dan sebagainya.
Ibu ini menjaga kios ini dengan sepenuh hati. Dia tidak memikirkan berapa uang yang akan dia peroleh. Baginya tergantung pemberian dari pemimpin panti asuhan dia akan menerima pemberian itu. Saya dalam menemani ibu ini dalam menjaga kios kagum dengannya. Dia masih bisa meluangkan waktu untuk memasak dengan keterbatasan fisiknya itu. Dia masih bisa menyiapkan makanan untuk saya dan dirinya. Hebat benar menurut saya. Kalau yang memiliki fisik secara lengkap saja tidak melayani dengan sepenuh hati. Tidak mau memasak untuk kita, dan ada iri dalam hati dengan mengungkapkan dalam hati ngapain saya melayaninya. Tidak dengan ibu ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa kios ini kecil tapi kemurahan Tuhan besar banyak pembeli yang datang berbelanja ke kios ini. mereka datang dengan penuh kasih. Mereka mungkin menyadari bahwa kios ini hasilnya untuk anak panti asuhan, gurauannya, hehehheh.. tapi sebenarnya Tuhan yang mengerakkan mereka.
Ibu ini tidak memnedakan pembeli. Kalau orang rapi dan kaya dilayani dengan baik, sedangkan yang tidak rapi dan miskin dilayani dengan tidak sepenuh hati. Ibu ini memperlakukan setiap orang yang berbelanja sama. Bahkan ada orang tua yang sudah tua dikasihnya minuman.
Saya membandingkan dengan kios yang melayani pembeli tergantung dari kerapihan dan status pembeli itu. Kalau yang rapi dan kaya dilayani dengan baik dan ramah sedangkan yang sebaliknya dilayani dengan kurang baik.
Saya mengatakan demikian kepada ibu ini dan ibu ini mengatakan kepada saya ah, ngarang kamu. tidak ada yang begitu. Saya mengatakan ada yang begitu ibu. Dan ibu ini mengungkapkan bahwa biarin saja, nanti pada saatnya mereka akan sadar dan memahami arti dari sebuah pelayanan.
Menulis dengan Kaki
Saya tadi cerita bahwa ibu ini tangan satunya hanya berbataskan lengan. Jadi dia menulis dengan mengunakan kaki. Tulisannya cepat seperti saya menulis dengan tangan, hasilnya tulisannya lebih rapi dibandingkan tulisan saya. Dia juga tidak ada kekurang huruf dalam menulis, dibandingkan saya ada kekurangan huruf dalam menulis. Bagi saya ibu ini luar biasa. Saya bertanya kepada ibu ini, bu berapa lama ibu belajar menulis mengunakan kaki? Jawabannya sederhana. Ibu ini menjawab sama seperti kamu belajar menulis dengan tangan, begitu lamanya. Jawaban yang sangat mendalam dan membuat saya berefleksi dari jawabannya.
Saya memperhatikan gerakan kakinya dalam menulis, dia menulis dengan begitu rapi dan indah. Mudah dibaca oleh orang lain. Ketika ada orang yang datang berbelanja dia dengan cepat meletakan pulpen dikaki mengangkat kaki ke meja dan menulis. Kalau kamu melihatnya pasti akan terharu. Ini merupakan sebuah keajaiban dan muzijat dari Tuhan.
Saya pun mencoba untuk menulis dengan mengunakan kaki, tulis huruf a saja tidak sempurna dan memakan kertas. Yang lainnya di bagian bawa garis dan yang lainnya di bagian atas garis. Coba kalau ibu ini yang menulis rapi. Ibu ini pun tertawa melihat hasil tulisan mengunakan kaki. Dia bilang biarkan kamu menulis mengunakan tangan karena Tuhan menghendaki kamu seperti itu. Jangan mengharap hal yang lebih yang tidak bisa kamu lakukan.
Ibu ini juga menjahit baju dengan mengunakan kakinya, saya sampai tidak menyangka bahwa gerakan kaki dari ibu ini begitu sempurna dalam mengerakkan jarum. Kalau dipikir-pikir jari kaki lebih besar dibandingkan dengan jari tangan. Kok bisa dia mengerakkan jarumnya. Saya juga hidup dalam penuh keheranan dan kagum. Tuhan memang luar biasa.
Saya pun mencoba menjahit mengunakan jari kaki, hasilnya malah jari kaki saya yang tertusuk jarum. Saya pun garuk garuk kepala. Luar  biasa benar ini ibu. Seruku dalam hati. Dai mengatakan kunci dari kita belajar sesuatu adalah fokus pada hal yang kita pelajari. Jangan kita belajar pada satu hal dan melihat hal yang lain kita tertarik lagi dan melepas hal yang sedang kita pelajari.
Suara Keren
Di balik kesibukan menjaga kios ibu ini selalu bernyanyi dalam menghibur diri, karaoeke. Dia memiliki suara yang tinggi dan juga pandai dalam bernyanyi mengunakan not. Ibu ini sering memimpin lagu saat ada perayaan misa di Gereja Katolik. Saya mendengar suara ibu keren sekali. lagu yang dia nyanyikan sesuai dengan not yang ada pada buku.
Saya saja belum bisa bernyanyi mengunakan not dan memiliki suara yang falsh. Memang Tuhan memiliki rencana tersendiri dalam hidup setiap orang. Pernah setelah misa dalam Gereja Katolik saya pergi berjabat tangan dengan ini ibu. Saya mengataka bahwa ibu luar biasa. Saya banyak belajar hal dari ibu.
Saya tidak bisa bernyanyi seperti ibu. Saya memang memiliki fisik yang lengkap namun suara dalam bernyanyi saya tidak bisa seperti ibu. Ibu ini pun tertawa dan memeluk saya. Dia katakan itulah rencana Tuhan.
Merenung
Melihat dan pernah hidup bersama dengan ibu ini saya jatuh pada sebuah refleksi hidup. Saya menyadari bahwa Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan rencanaNya. Karena sesuai dengan rencanaNya, maka Tuhan menciptakan manusia dalam kelemahan pasti ada kelebihannya. Dia tidak membiarkan manusia hidup dalam kesia-siaan. Bukan berarti Tuhan langsung memberikan itu tanpa perjuangan dari manusia itu sendiri. Tuhan mengharapakn bahwa manusia menyadari kelemahan yang ada dalam dirinya dan berjuang untuk bangkit memperbaik kelemahan yang ada itu.
Kita juga tidak perlu minder dengan keterbatasan yang ada pada diri kita, setiap keterbatasan pasti ada kelebihan. Kita berusahan untuk menemukan kelebihan yang ada dalam diri kita itu melalui refleksi diri. Hidup dalam refleksi. Kalau kamu tidak merefleksi hidup kamu jatuh pada rasa nyerah dan mengambil keputusan yang salah.
Jadi kebahagiaan tidak terletak pada kelengkapan fisik dan juga kekayaan yang ada. Kebahagiaan ada paa diri setiap orang sejauh orang itu memaknai kebahagiaan yang ada itu. Perhatikan saja ada orang kaya yang tidak bahagia, ada orang tampan yang tidak bahagia. Bahkan ada orang kaya dan tampan yang bunuh diri.
Kunci dari semua ini adalah kita fokus pada diri kita sendiri. Kita mencerminkan diri dan melihat potensi-potensi yang ada dalam diri kita. Dalam hidup jika kita fokus pada kelemahan orang lain dan membullying orang itu, kita akan lupa untuk melihat diri. Kita lupa melihat kelemahan dan kelebihan yang ada dalam diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H