Mohon tunggu...
Charles Tobing
Charles Tobing Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aut viam inveniam aut faciam

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jangan Tanggung, Hapuskan Saja Subsidi BBM!

14 Oktober 2014   14:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:06 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RAPBN 2015 yang disusun oleh pemerintahan Presiden SBY dan RUU-nya telah disetujui DPR, saat ini menjadi perhatian banyak pihak, termasuk Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-JK  karena mengindikasikan defisit anggaran sebesar Rp.245,9 triliun. Defisit tersebut sebagian besar disebabkan subsidi BBM. Solusi yang realistis saat ini adalah menaikkan harga BBM.

Urusan menaikkan harga BBM  akan menjadi masalah pemerintahan Presiden terpilih Jokowi  karena pemerintahan Presiden SBY enggan untuk melakukannya dengan alasan  bahwa waktu yang tidak tepat untuk melakukannya. Jokowi sendiri sebagai Presiden terpilih telah mengindikasikan adana kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp.3.000 per liter pada awal masa pemerintahannya.

Jika memang subsidi BBM membebani anggaran negara dan harga BBM akan dinaikkan, maka Pemerintah sebaiknya menghapuskan seluruh subsidi BBM sekaligus, sehingga tidak ada lagi yang namanya BBM bersubsidi. Dengan demikian harga BBM menjadi seragam di sekitar Rp. 11.000 per liter. Sebagai dampaknya, tingkat inlasi akan naik secara signifikan. Tetapi itu hanya untuk sekali waktu saja. Tingkat inflasi selanjutnya akan relatif rendah dan stabil  jangka yang lebih panjang.

Ada beberapa hal positif yang dapat diperoleh  dari penghapusan subsisi BBM. Pertama, berkurangnya  tekanan terhadap rupiah mengikuti berkurangnya defisit anggaran karena subisidi BBM. Stabilnya nilai rupiah akan mengurangi tingkat inflasi produk-produk impor.

Kedua, subsidi dapat dialihkan menjadi pembangunan sarana dan prasarana yang dapat menciptakan kompensasi langsung terhadap  dampak inflasi. Pembangunan sarana dan prasarana juga akan memberikan efek pengganda (multiplier effect)  yang positif bagi pendapatan nasional.

Contohnya, perbaikan atau perluasan/penambahan jalan akan memperlancar arus lalu lintas dan mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan.  Kemacetan di jalan menghabiskan bahan bakar ekstra  yang tidak sedikit, bisa 2 atau 3 liter per kilometernya untuk mobil dan kendaraan pengangkut barang.

Jika misalnya konsumsi bahan bakar utk jarak 30 kilometer biasanya 5 liter atau setara Rp. 32.500 pada harga BBM Rp. 6.500 per liter, maka jika bisa di hemat 1 liter saja menjadi 4 liter, biaya BBM akan menjadi Rp.44.000  pada harga Rp.11.000 per liter. Jika bisa  dihemat sebanyak 2 liter maka total biaya BBM akan relatif sama dengan sebelum kenaikan harga.

Penghematan BBM sebanyak 2 liter atau sekitar 40% dari sebelumnya  pada kenyataannya mungkin sulit dicapai. Tetapi substansinya adalah bahwa  dengan perbaikan kualitas maupun luas jalan raya akan terjadi penghematan biaya transportasi secara keseluruhan.

Ketiga, subsidi BBM  dapat ditukar menjadi  subsidi bentuk lain yang lebih tepat sasaran seperti subisidi untuk kesehatan, pendidikan, petani, nelayan dan UKM. Berbagai studi  menunjukkan bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran karena yang menerima manfaatnya kebanyakan malah kelompok masyarakat  yang   berpenghasilan tinggi.

Keempat, subsidi BBM dapat dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan PNS serta anggota TNI dan Polri sebagai bagian dari upaya Pemerintah  melakukan perbaikan birokrasi dan pemberantasan korupsi dan pungli. Berkurangnya waktu yang terbuang dan hilangnya biaya-biaya siluman akan membantu masyarakat dalam menghadapi dampak kenaikan BBM dan menekan tingkat inflasi itu sendiri.

Para pelaku usaha  sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen pasti akan menyesuaikan diri dengan kenaikan harga BBM. Akan terjadi kenaikan  biaya tenaga kerja dan biaya operasional untuk  produksi dan distribusi. Pengusaha akan terdorong untuk menaikkan harga. Tetapi persaingan yang ketat akan membatasi mereka untuk menaikkan harga seenaknya. Karena itu, pengusaha akan selalu mencari cara untuk menaikkan tingkat efisiensi dan produktivitasnya untuk menekan harga pokok produksi.

Masyarakat akan menyesuaikan pendapatannya dengan konsumsinya sehubungan perubahan harga yang terjadi. Upaya yang pertama menaikkan pendapatan itu sendiri. Kemudian masyarakat akan terdorong untuk berhemat. Jika sudah tidak bisa, masyarakat akan menyesuaikan kuantitas pemakaian barang, menurunkan kualitas, atau menggunakan produk subtitusi.

Pada akhirnya akan tercipta titik keseimbangan baru baik dalam hal penawaran dan permintaan barang serta pola konsumsi dan pola hidup baru dalam kehidupan masyarakat sebagai konsumen.

Khusus untuk masyarakat kelas bawah, yang dapat digolongkan sangat miskin, ada yang berpendapat bahwa mereka yang paling berat menanggung dampak kenaikan harga BBM. Penulis berpendapat bahwa BBM naik atau tidak, beban hidup mereka sudah berat dan harus dibantu pemerintah. Pemerintah harus mempunyai program-program yang bersifat jangka pendek dalam bentuk bantuan sosial sementara dan yang bersifat jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan. Subsidi BBM dapat dialihkan untuk mendukung dan meningkatkan jangkauan dan kualitas program-program tersebut.

Seperti biasa, akan terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat dan tentu saja kegaduhan politik. Apalagi pada situasi dan kondisi perpolitikan sekarang ini. Akan terdengar lagi argumen-argumen yang mengatasnamakan rakyat dari para politikus baik yang berada di kubu pemerintah maupun oposisi. Sebenarnya yang diharapkan adalah pemerintah dan parlemen dapat bekerja sama untuk menganalisa dampak, mengidentifikasi masalah, dan merumuskan solusi sehubungan dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Tapi apakah mungkin begitu?Biarkan saja. Tetapi selanjutnya masalah  subsidi BBM ini tidak lagi akan menjadi subyek bagi  mereka untuk melakukan manuver-manuver politik yang belakangan ini malah seperti memecah belah dan meresahkan masyarakat.

Yang paling penting, seperti yang sudah disampaikan di atas, pemerintah harus memperbaiki dan mempermudah proses birokrasi yang terkait dengan pelayanan masyarakat serta melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pemberantasan korupsi untuk mengurangi kekecewaan dan kemarahan  rakyat karena kenaikan harga  BBM. Hukuman bagi para koruptor juga harus ditingkatkan, sampai pada hukuman mati.

Kalau saja tidak ada korupsi, mungkin defisit anggaran  sebenarnya tidak perlu terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun