Dengan 39 poin, berjarak enam poin dari Manchester City dan terus berupaya memangkas jarak dengan Arsenal di urutan pertama yang sudah mendulang 50 poin.
Hal ini tidak lepas pula dari dukungan manajemen terutama setelah konsorsium Arab Saudi mengambil alih kepemimpinan Mike Ashley.
Predikat klub kaya baru langsung dibuktikan dengan prestasi. Selain dikenal dengan label mentereng itu, nasib Newcastle di lapangan pertandingan pun berubah total. Dari jurang keterpurukan saat masih berada dalam hegemoni Ashley, mereka kini bisa mengangkat muka dan tersenyum.
Keran dana yang langsung terbuka dan perkembangan positif para pemain seperti Nick Pope, Trippier, Dan Burn, Sven Botman, hingga Guimaraes, menjadi satu kesatuan yang membuat Newcastle bisa bersaing di berbagai kompetisi. Kembali angkat trofi, hingga tampil di Liga Champions Eropa tampaknya bukan lagi sekadar mimpi di siang bolong.
Para pendukung pun terus memberikan suntikan semangat. Sebagaimana terlihat di laga ini, mereka seperti tak pernah kehabisan bensin untuk bernyanyi. Bentuk dukungan sekaligus tanda kegembiraan yang kini boleh mereka rasakan.
"Saya senang untuk semua orang yang terhubung dengan klub. Itu benar-benar malam yang menegangkan. Itu adalah suasana yang hebat dan lingkungan yang brilian bagi para pemain untuk bermain," ungkap Howe.
Momen pembalasan
Seperti disinggung di awal, para penggemar dan klub tentu sudah tak sabar untuk kembali bermain di Wembley. Rentang waktu lebih dari dua dekade sungguh panjang dan melelahkan.
Kehadiran dewa penolong dalam diri pemilik baru, sang pelatih, dan pemain, membuat mereka semakin tak sabar untuk menikmati partai final.
Lebih dari itu. Motivasi mereka kian berlipat ganda karena gelar Piala Liga pertama sudah di depan mata, setelah sempat gagal pada percobaan sebelumnya, 47 tahun lalu, saat dikalahkan Manchester City 1-2 pada edisi 1975/1976.
Kembali bermain di stadion prestisius dan bersejarah untuk mengulangi pencapaian menginjak podium juara. Terjadi sangat jauh ke belakang, Menjadi jawara Piala FA musim 1954/1955 adalah gelar domestik terakhir yang berhasil direbut.