Ginting belum lama ini, melansir situs resmi BWF, mengungkapkan rasa rindu pada Momota. Ia seperti mendambakan momen-momen manis dan dramatis sebelumnya ketika mereka bisa beradu kecepatan, pukulan, akurasi, dan daya tahan. Saat mereka mampu menghipnotis para penonton.
Ginting sadar apa yang dialami Momota bukan sesuatu yang asing bagi para atlet. Ginting pun pernah berada dalam situasi tersebut.
"Saya pernah di sana, mungkin tahun lalu, di awal tahun," demikian Ginting mengingat kembali periode kelam dalam kariernya.
Sepengalaman Ginting, sungguh tidak mudah untuk keluar dari masa-masa sulit dan kembali ke level terbaik.
Ginting mungkin beruntung bisa cepat berbalik arah. Apalagi kini namanya sudah berada di urutan kedua ranking BWF, tepat di belakang sang "monster" Axelsen.
Syarat minimal perempat final pada dua turnamen awal BWF World Tour bisa ia penuhi. Pemain kelahiran Cimahi, Jawa Barat itu tembus ke babak perempat final turnamen pembuka bertajuk Malaysia Open BWF World Tour Super 1000.
Lalu, ia menggapai satu tangga lebih tinggi sepekan berselang di India sebelum dihentikan oleh Kunlavut Vitidsarn, sang juara yang membuat kejutan dengan menumbangkan Axelsen di partai final.
Memang jarak poin-yang jelas merefleksikan pencapaian-antara Ginting dan Axelsen terpaut jauh. Ginting mengumpulkan 77.579 poin sementara Axelsen 114.156 poin.
Namun, menempati posisi kedua sudah lebih dari cukup mengakhiri 12 tahun penantian pemain tunggal putra Merah-Putih selepas Taufik Hidayat pada 2011 silam. Malah, Ginting kini ditempel ketat sahabat sepelatnas, Jonatan Christie dengan selisih tak lebih dari 150 poin. Sangat tipis!
Tentu, ekspektasi pada Ginting dan Jojo makin tinggi seiring ranking dunia yang makin memuncak. Apalagi bermain di kandang sendiri dengan tanpa kehadiran finalis India Open 2023.
Seharusnya, kans keduanya untuk kembali menempatkan diri di barisan pemenang edisi kali ini, terbuka lebar. Ginting sudah pernah berada di sana, tiga tahun silam, dengan menumbangkan Antonsen di partai pemungkas.