Skenario indah tunggal putra di India Open 2023 tak terwujud. Impian "all Indonesian final" di sektor ini jauh panggang dari api.
Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie kompak menelan pil pahit di babak semifinal, Sabtu (21/1/2023). KD Jadhav Indoor Hall, New Delhi menjadi kuburan bagi kedua jagoan Merah-Putih.
Keduanya atau salah satu dari antaranya sesungguhnya diharapkan bisa mengakhiri paceklik gelar tunggal putra yang sudah sangat panjang.
Alamsyah Yunus adalah pemain terakhir yang menjadi jawara pada 2010 saat turnamen yang kini berlevel BWF World Tour Super 750 masih di kategori Grand Prix Gold.
Lantas, apa yang membuat dua pemain yang akan menempati ranking dua dan tiga BWF pekan depan bermain antiklimaks?
"Penyakit" Kambuh
Kita mulai dari Ginting.
Ginting sesungguhnya punya kans menang cukup besar. Ada sejumlah alasan. Pertama, Ginting sudah mulai stabil sejak dipaksa Lu Guang Zu bermain tiga gim di babak 32 besar dengan skor akhir 21-19, 19-21, dan 19-21.
Kantaphon Wangcharoen dari Thailand tidak bisa menjegalnya di babak 16 besar. Kemenangan straight set 21-18 dan 21-10 itu membuat Ginting mendapat semangat ekstra untuk melewati pertarungan menegangkan menghadapi pemain China lainnya dalam perebutan tiket semifinal.
Ginting mampu menumbangkan Li Shi Feng 21-11, 17-21, dan 21-18 dengan menunjukkan skill dan kecepatan, terlebih lagi mental yang lebih tangguh dan kesalahan sendiri yang makin berkurang.
Kedua, ranking dunia dan statistik pertemuan masih berpihak pada pemain kelahiran Cimahi, Jawa Barat. Ginting mampu mengalahkan View di pertemuan sebelumnya di babak 32 besar Indonesia Masters 2022 melalui pertarungan rubber game, 21-16, 16-21, dan 18-21.
Dalam dua pertemuan sebelumnya keduanya selalu terlibat duel panjang. Skor "head to head" memang imbang 2-2. Namun, sekali lagi, kemenangan di pertemuan sebelumnya tahun lalu, sedikit banyak menjadi modal yang bagus bagi Ginting.
Sayangnya, Ginting tak sanggup memaksimalkan sejumlah faktor positif itu. Apa yang terjadi di pertemuan klima kali ini sungguh di luar dugaan. Bahkan, sebagai penonton sekaligus pendukungnya, apa yang ditampilkan Ginting hari ini membuat kita harus menggelengkan kepala.
Ginting memulai pertandingan dengan baik. Ia langsung tancam gas. Unggul 5-1, lalu 7-3, hingga menutup interval pertandingan dengan skor 11-6.
"Penyakit" Ginting mulai kambuh setelah itu. Alih-alih menjaga keunggulan, Ginting malah kehilangan fokus. Momentum positif kemudian berpindah pada View.
Perlahan-lahan View mampu merebut poin satu demi satu. Ia sanggup memperkecil ketertinggalan 11-13, lalu berbalik memimpin 17-15.
Skor sempat ketat dalam kedudukan 20-20. Momen senam jantung berlanjut. Dari 21-21, lalu 22-22, 23-23, 24-24, dan 25-25. View mampu memenangkan pertarungan di saat genting itu untuk merebut dua poin kemenangan.
Patut diakui, View menerapkan strategi yang jitu. Pemain 21 tahun itu tidak tergoda untuk cepat melepaskan pukulan atau smes keras.
View dengan penuh kesabaran meladeni permainan reli sambil diselingi beberapa "service flick" yang sanggup mengecoh Ginting.
Ginting yang sedang dalam situasi kurang ideal setelah kehilangan peluang kian goyah. Kesalahan demi kesalahan kerap terjadi. Sesuatu yang sering menghantui dan menjadi titik lemah dari pemain yang sesungguhnya punya talenta luar biasa itu.
View tak membuang kesempatan setelah memenangkan pertarungan dramatis di set pembuka. Ia tahu dengan formula yang sama bisa meredam Ginting.
Ginting kembali unggul 11-8 di set kedua. View yang sanggup unjuk gigi di set pertama, berusaha menjaga api semangat agar tetap berkobar. Ia paham peluangnya untuk mengejar dan mengukir kisah "comeback" bisa terulang lagi.
Ternyata benar adanya. View mampu menahan laju poin Ginting di angka 15, lalu berbalik unggul, 16-15. Selisih satu poin ini cukup penting bagi View untuk terus menjauh hingga menutup pertandingan dengan skor akhir 27-25 dan21-15.
View pun berhak ke final dan berbalik memimpin 3-2 dalam skor pertemuan. Ginting harus bisa menemukan titik balik dengan memperbaharui mental dan "fighting spirit" di sela-sela masa istirahat sebelum kembali bertarung pekan depan di Istora Senayan, Jakarta.
Axelsen terlalu perkasa
Ya, pemain nomor satu Denmark itu belum menemukan lawan sepadan. Tidak juga Jojo.
Jojo yang tidak dalam kondisi ideal sangat sulit meladeni, apalagi menaklukkan sang "monster."
Berbeda dengan Viggo yang mendapat keuntungan di balik cedera kompatriotnya Rasmus Gemke di set pertama sehari sebelumnya, Jojo harus melewati pertarungan yang sangat menguras fisik dan emosi menghadapi unggulan kelima, Chou Tien Chen.
Viggo yang sedang "on fire" semakin siap secara fisik karena pertandingan di babak perempat final hanya dilakoni tak lebih dari 20 menit. Ginting harus bertarung lebih dari satu jam, termasuk berjuang keras keluar dari situasi pelik hingga mampu memetik kemenangan tiga gim, 21-15, 13-21, dan 22-20.
Sekali lagi, untuk bisa menjungkalkan Axelsen pemain itu harus dalam kondisi sangat siap, bahkan harus lebih siap darinya.
Kalah secara fisik plus tersandera oleh skor pertemuan membuat Jojo tak bisa tampil optimal. Jojo belum pernah menang dalam tiga pertemuan terakhir menghadapi Axelsen, mulai dari Thailand Open 2021, Indonesia Open 2021, sampai Malaysia Open 2022.
Pertemuan sebelumnya di Malaysia terjadi di babak semifinal pula. Saat itu, Jojo sempat memaksa Axelsen bermain tiga set sebelum akhirnya menyerah 21-15, 20-22, dan 21-11.
Kali ini dalam kondisi tubuh yang sudah mulai kehilangan bensin, Jojo tak bisa memberikan perlawanan, setidaknya seperti perjumpaan tahun lalu.
Jojo sudah langsung tertinggal sejak awal. Tak sanggup mendapatkan kesempatan untuk bangkit. Axelsen begitu serius menjaga dominasinya di hadapan Jojo dan mampu menutup pertemuan kesembilan ini dengan kemenangan cukup mencolok, 21-6 dan 21-12.
"Saya akui, Viktor memang jauh lebih baik. Untuk bisa mendapatkan satu poin saja, sangat susah. Hari ini dia memang tampil terbaik," ungkap Jojo usai laga.
Axelsen yang kini semakin jauh memimpin "head to head" atas Jojo, 7-2, diprediksi bakal kembali menginjak podium juara, seperti yang dilakukannya pekan sebelumnya di Malaysia Open BWF World Tour Super 1000.
Sekuat-kuatnya View mempersiapkan diri dan melawan, Axelsen yang melewatkan menit bermain lebih singkat di babak semifinal, bakal sulit dibendung. Ia masih menjadi raksasa yang sulit ditumbangkan. Â
Entah oleh siapa dan kapan, Axelsen akan menemukan kesudahannya. Untuk saat ini, ia masih berada di level berbeda. Akurasi, serangan, pertahanan, dan mentalnya sungguh juara.
Tanpa wakil
Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang menjadi harapan terakhir Merah-Putih ternyata mengikuti jejak Jojo dan Ginting.
Pasangan nomor satu dunia itu tak mampu menghentikan Aaron Chia/Soh Wooi Yik. Pasangan Malaysia itu bisa bangkit setelah kehilangan set pertama untuk merebut tiket final dengan kemenangan 11-21, 21-15, dan 21-16.
Fajar/Rian yang begitu bersemangat di set pertama tak mampu menjaga keunggulan. Dua set berikutnya, pola permainan mereka mudah dimatikan unggulan tiga.
Pasangan Negeri Jiran itu berani beradu di depan net. Penempatan bola Aaron Chia kerap menyulitkan Fajar/Rian. Ditambah lagi smes keras Wooi Yik mampu membelah pertahanan unggulan dua.
Ditambah lagi, Fajar Alfian seperti kehilangan magis di depan net. Hanya mengandalkan "jumping" smes menyilang dari Rian Ardianto jelas tidak cukup menahan laju poin juara dunia 2022.
Indonesia pun tanpa wakil di final India Open kali ini. Puasa gelar berlanjut, setelah Greysia Polii/Apriani Rayahu menggapai podium tertinggi empat tahun silam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H