Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Thailand 7 Kali Juara Piala AFF dan Menatap Piala Dunia 2026, Indonesia Masih Menanti Ratu Adil

17 Januari 2023   08:29 Diperbarui: 17 Januari 2023   10:33 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawabannya pun akan panjang. Kita bisa menemukannya dengan mudah.

Saya hanya ingin menggarisbawahi dampak dari keputusan tersebut. Tentu akan sedikit banyak ikut menjawab pertanyaan di atas.

Ketika negara-negara di kawasan seperti Vietnam dan Thailand memiliki kompetisi berjenjang, Indonesia hanya punya satu.

Thailand memiliki Thai League 1, Thai League 2, Thai League 3, Thai League 4, berikut FA Cup, League Cup, dan Thai Champions Cup. Kompetisi di Vietnam pun tak kalah banyaknya, mulai dari V.League 1, V.League 2, Second Division, Cup, Super Cup, U-21 Championship, U-19 Championship, Thien Long Tournament dan sebagainya.

Tidak mengherankan bila tidak hanya di level senior, di berbagai kelompok umur pun kita terseok-seok ketika meladeni mereka.

Dampak dari monokasta sepak bola Indonesia jelas multidimensi. Banyak, bahkan semua pihak ikut terpukul. Mulai dari klub, para pemain, pelatih, sponsor, kepercayaan publik, hingga nasib sepak bola Indonesia.

Klub jelas vakum. Tidak ada pemasukan dari sponsor dan tiket pertandingan. Klub akan berurusan dengan para sponsor yang sudah, sedang, dan akan bekerjasama, berikut segala konsekuensi bisnisnya.

Begitu juga para pemain, pelatih, dan pihak-pihak terkait lainnya. Dapur mereka terancam tak ngebul. Tenaga dan investasi lainnya yang sudah dialokasikan tiba-tiba terputus. Akan ada gelombang pengangguran baru dari klub-klub Liga 2 dan Liga 3.

Masyarakat yang melihat hal ini akan merasa risih. Kepercayaan publik pada para pengelola ikut tergerus. Apakah ada alasan kuat bagi masyarakat di republik ini untuk tetap menaruh kepercayaan?

Liga 1 pun akan kena getah. Dengan hanya bergulirnya kompetisi di antara klub-klub papan atas itu tidak otomatis membuat mereka menjadi primadona. Mereka bolah menjadi pusat perhatian baik dari penggemar maupun media, namun di baliknya ada konsekuensi besar yang harus ditanggung.

Kompetisi tak ubahnya dagelan. Formalitas belaka. Mereka bertanding hanya untuk menyelesaikan agenda yang sudah ditetapkan. Mereka bertarung hanya untuk sekadar memenuhi perjanjian komersial yang sudah diteken.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun