Perwakilan Indonesia di kompetisi AFC akan ditentukan dengan skema demikian. Play-off yang mempertemukan jawara Liga 1 musim sebelumnya versus musim terbaru.
Jelas, keputusan terbaru itu bagai palu yang menghantam keras. Banyak pihak tersentak, tidak hanya para pihak yang secara khusus berkecimpung di dunia sepak bola dalam negeri.
Pukulan pamungkas untuk membuat iklim sepak bola Tanah Air jatuh tersungkur ke titik nadir. Rentetan peristiwa yang membuat sepak bola Indonesia kehilangan harapan. Â Apakah ada sisa yang bisa diandalkan dan dibanggakan? Tidak.
PSSI memiliki alasan tersendiri di balik keputusan bak petir di siang bolong itu. Melansir pssi.org, sebagian besar klub Liga 2 memang menginginkan kompetisi dihentikan.
Sebabnya, tidak adanya kesesuaikan konsep pelaksanaan lanjutan kompetisi antara klub dan operator serta ketidakmungkinan menyelesaikan kompetisi sebelum Piala Dunia U-20 2023.
Hal tersebut juga diperkuat oleh rekomendasi tim transformasi sepak bola Indonesia pasca-tragedi Kanjuruhan. Sarana dan prasarana timt-tim peserta belum memenuhi standar keamanan.
Di samping itu, terkait pula Peraturan Kepolisian Negara Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pengamanan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga.
Hanya disebutkan secara singkat begini. "Mengamanatkan proses perizinan yang baru dengan memperhatikan periode waktu pemberitahuan, pengajuan rekomendasi dan izin, hingga bantuan pengamanan" tanpa penjelasan lebih rinci.
Tragedi di Malang, dihentikannya Liga 2 dan Liga 3, kemudian berbuntut pada kompetisi kasta tertinggi.
Tidak ada degradasi karena tidak ada alasan untuk promosi. Klub-klub yang terlanjur di Liga 1 tidak punya alasan untuk diseleksi karena tidak ada kompetisi yang menampung mereka yang terseleksi. Sebuah pemandangan yang menggelikkan!
Kita bisa melontarkan banyak pertanyaan untuk menguji rasionalitas di balik keputusan itu. Apakah keputusan itu memang berdasar dan masuk akal? Apakah memang itu adalah keputusan terbaik?