Segala sesuatu ada waktunya. Demikian kata Pengkhotbah. Ada saat untuk lahir. Ada saatnya pula untuk meninggal.
Setelah menempuh 21 tahun yang mengesankan dalam karier profesional dari 82 tahun usia kehidupan, Edson Arantes do Nascimento akhirnya sampai di titik batas.
Sosok yang dikenal dunia sebagai Pele itu baru saja tutup usia di Rumah Sakit Albert Einstein, Sao Paulo, Jumat (30/12/2022) dini hari WIB.
Ia akhirnya menyerah pada masalah ginjal dan prostat yang menyerangnya beberapa tahun terakhir. Ia sempat menjalani operasi pengangkatan tumor dari usus besar pada September 2021 di rumah sakit yang sama. Lalu kembali lagi ke tempat itu pada akhir November 2022 hingga menghembuskan nafas terakhir.
Kepergian sosok yang berulang tahun saban 23 Oktober itu membuat dunia berduka. Tidak hanya para penggemar sepak bola lintas generasi, tokoh-tokoh publik, dan masyarakat dari berbagai lapisan pun ikut merasa kehilangan.
"Untuk olahraga yang menyatukan dunia tidak seperti yang lain, kebangkitan Pele dari awal yang sederhana menjadi legenda sepak bola adalah kisah tentang apa yang mungkin." Begitu cuitan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Pele memainkan pertandingan terakhir di kompetisi resmi di Soccer Bowl pada 28 Agustus 1977. Ia pensiun di klub Amerika Serikat, New York Cosmos di usia 37 tahun.
Amerika Serikat kemudian menjadi daya tarik bagi para pesepak bola top untuk menutup karier mereka. Eusebio, Johan Cruyff, Franz Beckenbauer, dan terus berlanjut hingga saat ini.
Saya dan generasi yang lahir sesudah itu tentu kehilangan begitu banyak momen penting bersama Pele. Sebuah takdir yang tak bisa dibantah.
Namun, rekam jejaknya terus terpatri. Dunia kemudian menobatkannya sebagai salah satu pemain terhebat yang pernah ada. Tahun 2000, FIFA memberinya predikat Pemain Terbaik Abad Ini bersama legenda lainnya yang lebih dahulu hijrah dari dunia fana ini, Diego Armando Maradona.
Mengiringi perjalanannya dari rumah sakit ke klub Estadio Urbano Caldeira lalu menyusuri jalan-jalan Santos di Sao Paulo menuju pemakaman pribadi pada awal pekan depan, dunia tak akan jemu-jemunya mengingat kebesarannya.
Beberapa rekaman ini memang tidak cukup menggambarkan Pele seutuhanya. Namun, sedikit banyak menjadi pengingat bahwa di balik perdebatan masa kini terkait siapa yang terbesar dalam sejarah sepak bola, nama Pele tidak bisa dienyahkan.
Mencuri perhatian sejak belia
Pele melakukan debut sebagai pemain profesional bersama Santos pada usia 16 tahun. Tidak butuh waktu lama baginya masuk skuad timnas Brasil..
Setahun berselang ia tampil di Piala Dunia 1958 di Swedia. Ia baru mencetak gol pertama di babak perempat final. Satu-satunya gol Selecao ke gawang Wales.
Itulah titik mula Pele di panggung akbar itu. Apa yang kemudian membuat dunia berdecak kagum adalah ketika ia mencetak "hat-trick" di babak semifinal. Ia mencetak tiga gol di babak kedua untuk membungkam Prancis 5-2.
Tidak berhenti di situ. Berjumpa tuan rumah di Solna, ia mencetak sepasang gol. Gol yang diciptakan dengan cara yang cantik.
Gol pertama melalui tendangan voli setelah melakukan chip melewati pemain bertahan. Dua gol melengkapi kemenangan 5-2 untuk memberi Brasil trofi Piala Dunia pertama.
Banyak pemain top yang tidak konsisten di Piala Dunia. Pele kemudian menjadi pengecualian. Satu-satunya pemain yang tiga kali naik podium juara Piala Dunia.
Setelah 1958, berlanjut di Chili pada 1962 dengan mengalahkan Cekoslowakia 3-1, lalu delapan tahun berselang di Meksiko usai mengandaskan Italia 4-1.
Kontribusi gol dan prestasi baik di level klub maupun tim nasional jelas tidak bisa dipandang sebelah mata. Ikut mengangkat pamor Santos. Mencetak rekor dunia 1.280 gol dalam 1.363 penampilan di berbagai kompetisi, termasuk 77 gol dalam 92 laga berseragam Tim Samba.
Meski masih terjadi polemik antara versi FIFA dan Federasi Sepak Bola Brasil (CBF) terkait jumlah gol Pele di level nasional, satu hal yang pasti, jumlahnya belum bisa dilampaui para penerus Pele. Tidak oleh Zico, Romario, Ronaldo Nazario, juga Neymar.
Neymar menyamai jumlah gol Pele versi FIFA saat menghadapi Kroasia di perempat final Piala Dunia 2022. Namun, gol itu ternyata menjadi akhir dari perjalanannya bersama Brasil di Qatar.
Lebih dari sekadar sepak bola
Banyak pemain top datang dan pergi. Mereka menunjukkan kemampuannya dengan berbagai cara. Namun, tidak banyak yang bisa bermain sepak bola untuk memberi kegembiraan bagi penonton melalui permainan cantik dan atraktif.
Pele diakui sebagai pemain yang memberi warna lain pada sepak bola. Tidak sekadar olahraga belaka.
Neymar membuka postingannya di Instagram begini. "Sebelum Pele, sepak bola hanyalah olahraga."
Pele membuat sepak bola lebih dari itu. Ia mengubah banyak hal. Menjadikan sepak bola sebagai hiburan, sebagai seni. Kepadanya dijuluki maestro "jogo bonito", sepak bola indah.
Juga, sebagai corong untuk mengkampanyekan nilai-nilai kemanusiaan, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan karena status sosial dan ras.
Salah satu yang patut diakui dari Pele adalah kemampuannya mencetak gol dengan cara yang ciamik. Kita bisa melihat banyak cuplikan seorang pencetak gol mengecoh kiper dengan melambungkan bola ke atas melewati jangkauan tangan lalu bersarang mulus di gawang.
Begitu juga banyak pemain tercatat mampu mencetak gol dengan mengirim tendangan dari jarak jauh memanfaatkan kelengahan kiper yang berada tidak pada posisi semestinya.
Apa yang disebut lob gol itu ternyata sudah dilakukan Pele di fase grup Piala Dunia 1970. Ia melepaskan tendangan dari garis tengah setelah melihat kiper Ivo Viktor keluar dari sarang. Sebuah upaya yang memang disengaja dan telah direncanakan.
Ada cara lain Pele mencetak gol di panggung besar Piala Dunia. Tendangan bebas menakjubkan. Set-piece di laga terakhir fase grup Piala Dunia 1970 melawan Rumania. Tendangan keras yang tak bisa dibendung kiper Stere Adamache. Pele mencetak dua gol di laga itu dari bola mati.
Masih di edisi yang sama saat menghadapi Uruguay di babak semifinal. Memang namanya tidak ada di papan skor. Tetapi ia mempertontonkan cara lain mengolah bola menjadi gol. Improvisasi tembakan, lalu tipuan memukau pada kiper La Celeste, Ladislao Mazurkiewicz.
Piala Dunia 1970 sungguh berkesan dan meninggalkan kesan mendalam tentang Pele. Tidak hanya lompatan ke pelukan Jairzinho yang melegenda itu. Lebih penting dari itu bagaimana proses menuju salah satu selebrasi paling ikonik.
Menghadapi Italia di partai pamungkas, Pele ikut andil bagi terciptanya salah satu gol terbaik di pentas dunia. Usai memimpin 3-1 dengan Pele mencetak gol pembuka di menit ke-19 menaklukkan bek Tarcisio Burgnich, Pele kemudian membantu menutup kemenangan Selecao dengan indah. Aksi ciamik yang diakhiri dengan umpan "manja" yang bisa diselesaikan dengan sempurna oleh Carlos Alberto Torres di menit ke-87.
Abadi
Wafatnya Pele mendatangkan simpati dan pengakuan dari mana-mana. Para pesepak bola top ikut bersuara. Rekan setim Neymar di PSG, Kylian Mbappe tak segan menyebut Pele "raja sepak bola."
Pengakuan akan warisan luar biasa Pele juga diamini Cristiano Ronaldo. "Kenangannya akan bertahan selamanya di setiap orang yang mencintai sepak bola."
Kompatriot Neymar dan Mbappe di Les Parisien, Messi, tidak menulis panjang. Namun, bisa dipastikan sosok yang belakangan ini dianggap layak menyandang status GOAT usai memberi Argentina gelar Piala Dunia ketiga, juga sepakat.
Warisan Pele tidak bisa tersapu waktu. Cerita tentang Pele akan terus bertahan. Ia akan terus menginspirasi setiap generasi baru yang lahir dengan berbagai prestasi. Tidak akan pernah bisa melupakan salah satu sosok yang telah menorehkan catatan tersendiri dalam lembaran sejarah sepak bola.
Akhirnya, seperti Neymar memungkasi curahat hatinya, kita pun sepakat. Bintang sepak bola boleh datang dan pergi. Tetapi, Pele e ETERNO. Ya, Pele itu ABADI!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H