Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Ulangan Final Edisi 2019, Akankah The Daddies Kembali Juara dan Ginting Sanggup Memutus Kedigdayaan Axelsen?

10 Desember 2022   22:28 Diperbarui: 10 Desember 2022   22:41 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan akan tampil di final BWF World Tour Finals 2022: dok PBSI via Kompas.com

Dari tujuh wakil, lima di antaranya tembus semifinal, dan dua melaju ke final. Demikian perjalanan Indonesia di panggung BWF World Tour Finals 2022.

Dengan satu laga penghabisan yang akan dimainkan di Nimibutr Arena, Bangkok, Thailand, Minggu (11/12/2022) diharapkan Indonesia bisa kembali menginjak podium juara setelah terakhir kali terjadi pada edisi 2019.

Itu gelar pertama dan satu-satunya bagi Indonesia sejak turnamen penutup tahun ini bermetamorfosis dari BWF Super Series Finals menjadi BWF World Tour Finals pada 2018.

Bagi kontingen Indonesia, final kali ini persis mengingatkan pada edisi tiga tahun lalu di Tianhe Gymnasium, Guangzhou, China. Dua wakil, dari tunggal putra dan ganda putra kembali tampil di partai pamungkas. 

Ya, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Anthony Sinisuka Ginting kembali ke final meski akan menghadapi lawan berbeda.

Saat itu, hanya The Daddies yang sanggup menggapai klimaks usai memenangi pertarungan 44 menit menghadapi Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe asal Jepang dengan skor akhir 24-22 dan 21-19.

Sementara Ginting harus puas sebagai runner-up kalah rubber game 21-17, 17-21, dan 21-14 dari Kento Momota usai berjuang 87 menit.

Bagaimana akhir cerita keduanya pada edisi kali ini? Akankah The Daddies kembali mengulangi kenangan manis itu? Bisakah Ginting menebus kegagalan dengan lawan berbeda? Satu, dua, atau nir gelar bagi Indonesia?

Rentetan pertanyaan itu baru akan tandas terjawab nanti. Hasil akhir tidak semudah menekan tombol kontak.

Saat ini, penting bagi kita menebar optimisme. Berharap dua harapan terakhir itu bisa mewujudkan impian segenap pendukung meski tantangan yang akan dihadapi sungguh tidak mudah.

Pertemuan ke-15

Final tunggal putra turnamen berhadiah total 1.5 juta USD ini akan menjadi daya tarik tersendiri. Pertemuan antara Ginting versus Viktor Axelsen bakal menjanjikan tontonan menarik.

Ginting lolos ke final usai memenangi "perang saudara" menghadapi Jonatan Christie. Ini menjadi pertemuan ulangan setelah sebelumnya terjadi di fase grup.

Meski menghadapi rekan senegara, keduanya tetap menyajikan pertarungan berkelas, menegangkan, dan melelahkan.

Seperti beberapa hari lalu, laga kali ini pun berakhir tiga gim dengan skor 15-21, 21-11, dan 18-21 untuk keunggulan Ginting.

Para fan juga diajak terlibat senam jantung di set penentuan. Tertinggal cukup jauh, Jojo berhasil menyamakan kedudukan 18-18. Ginting kemudian berbalik menghentikan perolehan poin Jojo di angka 18 untuk merebut kemenangan.

Ginting pun sukses memperpanjang catatan kemenangan atas kompatriotnya itu menjadi 5-3.

Selanjutnya, Ginting akan menghadapi sang "monster" yang kedigdayaannya belum juga runtuh. Axelsen yang menjadi unggulan teratas pun harus menjalani duel panjang menghadapi Kodai Naraoka

Kehilangan gim pertama dari "rising star" Jepang itu, sang juara bertahan berhasil bangkit untuk menutup pertandingan dengan skor 21-23, 21-19, dan 21-18.

Naraoka memberi perlawanan berarti. Kecepatan, keuletan, hingga akurasi pukulannya cukup merepotkan Axelsen. Dalam bentuk permainan terbaik seperti itu, Naraoka belum juga mampu menjegal Axelsen.

Naraoka kembali menyerah kalah seperti pertemuan pertama di semifinal French Open beberapa waktu lalu. Mendekatkan Axelsen dengan gelar juara.

Namun, Ginting jelas tidak akan membiarkan musuh bebuyutannya itu melenggang menggapai gelar juara.

Ginting punya misi tersendiri. Selain mempersembahkan gelar bagi Indonesia sebagai ganti kegagalannya pada kesempatan pertama, Ginting ingin mengakhiri rentetan lima kekalahan beruntun tahun ini.

Ginting, seperti lima kesempatan sebelumnya, begitu kesulitan menumbangkan jagoan Denmark itu mulai dari  perempat final All England, semifinal Indonesia Masters, perempat final Indonesia Open, perempat final Malaysia Open, hingga perempat final Kejuaraan Dunia di Jepang.

Total dari 14 pertemuan, Ginting baru empat kali menang. Pertemuan ke-15 kali ini akan menjadi ujian terakhir bagi Ginting setelah lima kegagalan tahun ini.

Ginting punya kans setelah kembali menemukan bentuk terbaik, entah secara fisik maupun permainan. Bila tahun lalu, Ginting tak mampu mencapai satu pun final, tahun ini ia sudah menggapai tiga final dengan dua gelar juara.

Gelar juara Singapore Open BWF World Tour Super 500 dan HYLO Open BWF World Tour Super 300 adalah bukti pemain kelahiran Cimahi, Jawa Barat itu kembali ke jalur positif.

Hanya saja, perjuangannya untuk meraih kado akhir tahun ini bakal menemui hambatan berat. Ia akan menghadapi tembok tinggi yang sudah diakui kekokohannya. Pemuncak ranking dunia yang sudah memboyong lima gelar tahun ini (All England Super 1000, Indonesia Masters Super 500, Indonesia Open Super 1000, Malaysia Open Super 750, dan French Open Super 750).

Axelsen jelas punya rekam jejak mentereng. Ia benar-benar sedang "on fire" dengan tak pernah kalah sekali pun tahun ini di partai puncak.

Ginting jelas harus mempersiapkan diri secara maksimal dengan waktu persiapan yang sangat singkat. Tidak terbatas pada aspek teknik dan fisik, tetapi juga mental. Selanjutnya, menerapkan strategi yang sudah disiapkan dengan seakurat mungkin.

Kekuatan Axelsen tidak hanya terletak pada fisik yang tangguh dan skill mumpuni, tetapi juga semangat pantang menyerah. Sang empunya mental baja yang tak akan mudah menyerah.

Bisa jadi, bila kedua pemain ini mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, maka perbedaan di lapangan nanti akan ditentukan oleh sejauh mana kemampuan masing-masing untuk menghindarkan kesalahan sendiri.

Ginting tidak hanya akan melawan Axelsen tetapi juga dirinya sendiri. Semoga Ginting bisa menuntaskan keduanya.

Kesempatan The Daddies

Pertama-tama patut disayangkan skenario "all Indonesia final" ganda putra gagal terwujud setelah Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto tersandung di semifinal.

Kendati menjadi unggulan pertama, Fajar/Rian harus mengakui keunggulan Liu Yu Chen/Ou Xuan Yi, 20-22, 21-11, dan 19-21.

Kegagalan itu membuat pasangan China itu sukses menyamakan skor pertemuan menjadi 2-2, sekaligus menggagalkan asa Fajar/Rian untuk merebut gelar kelima tahun ini.

Meski demikian, tahun ini tetap menjadi tahun terbaik Fajar/Rian. Sepanjang tahun lalu hanya duduk manis menjadi penonton di partai final, tahun ini mereka benar-benar menjadi "sobat weekend" yang menghiasi layar tontonan para penggemar.

Delapan final sudah mereka daki dengan puncak kesuksesan diukir di Swiss Open, Denmark Open, Indonesia Masters, dan Malaysia Masters.

Terhempasnya runner-up Thailand Open, Malaysia Open, Korea Open, dan Singapore Open itu membuat The Daddies menjadi tumpuan.

Pengalaman pasangan ini sudah tak diragukan lagi. Juara edisi 2019 dan runner-up setahun berselang. Gagal lolos kualifikasi tahun lalu, The Daddies kembali menemukan forma terbaik dengan menginjak empat final (India Open, All England, Malaysia Masters, dan Kejuaraan Dunia).

Kesempatan bagi The Daddies untuk menutup final kelima tahun ini dengan gelar juara. Momen untuk menambah koleksi gelar di panggun besar itu sudah di depan mata.

Lawan mereka adalah "pembunuh" Fajar/Rian, kombinasi senior-junior yang patut diwaspadai. The Daddies yang menjadi unggulan kedua tak bisa meremehkan lawan yang mengalahkan mereka di babak 32 besar Indonesia Open tahun ini.

Saat itu, The Daddies terdiam di hadapan publik sendiri usai menyerah kalah straight set, 17-21 dan 24-22.

Apakah perjuangan The Daddies kali ini akan berakhir indah?

Perlawanan Rinov/Pitha

Selain Fajar/Rian dan Jojo, satu wakil lainnya yang kandas di semifinal adalah Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari.

Pasangan ganda campuran Indonesia yang berstatus debutan ini belum mampu menjungkalkan bintang tuan rumah, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai.

Di atas kertas, Rinov/Pitha adalah "underdog." Tertinggal hampir dari semua sisi, baik ranking dunia maupun "head to head."

Namun, Rinov/Pitha yang kini berada di posisi 13 BWF tidak menyerah mudah. Kehilangan set pertama, keduanya bangkit merebut gim kedua.

Di set penentuan, Rinov/Pitha terus memberi perlawanan hingga pada akhirnya takluk rubber game 22-24, 21-16, dan 14-21. Kekalahan keempat yang harus diterima Rinov/Pitha dengan lapang dada.

Gagal mendapat kesempatan untuk "balas dendam" pada Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong yang mengalahkan mereka di fase grup, Rinov/Pitha tetap menorehkan catatan tersendiri.

Pendatang baru yang sanggup melewati hadangan di fase grup. Modal penting bagi keduanya agar bisa melompat lebih tinggi di tahun berikutnya.

Bass/Popor yang menemani ganda putri bersaudara, Benyaa Aimsaard/Nuntakarn Aimsaard sebagai harapan tuan rumah, akan menciptakan final idel kontra unggulan pertama dari China.

Dua pasangan itu bakal menjamin klimaks yang sempurna dalam rangkaian final nanti yang dibuka dengan duel tak kalah menghibur antara Akane Yamaguchi (Jepang) versus Tai Tzu Ying (Taiwan) untuk memperebutkan mahkota tunggal putri.

The Daddies akan bertanding di partai kedua, sebelum Aimsaard bersaudara menghadapi Chen Qing Chen/Jia Yi Fan (China).

Selanjutnya, pertarungan Ginting menghadapi Axelsen yang akan menentukan akhir cerita Indonesia di panggung BWF World Tour Finals 2022: pulang dengan hasil sempurna, separuh senang, atau gagal total.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun