Enrique sepertinya tidak ingin mereka kembali tersandung karena penalti. Diberikanlah tugas itu kepada para pemain. Harapannya, keberanian semakin tebal, ketegangan bisa dikelola, dan keberuntungan semakin besar.
"Ini adalah momen ketegangan maksimum, waktu untuk menunjukkan keberanian Anda dan Anda dapat menembak penalti dengan cara yang telah Anda putuskan, jika Anda telah melatihnya ribuan kali. Itu mengatakan banyak tentang setiap pemain."
Prinsip dan pernyataan Enrique itu kemudian bisa kita konfirmasi di lapangan pertandingan. Setelah laga intens tak juga berbuah gol, ujian sesungguhnya itu tiba.
Yang terjadi adalah tiga kegagalan beruntun. Entah mengapa Sarabia, Soler, dan Busquets tak mampu mengoyak gawang Maroko.
Memang harus diakui tendangan penalti mereka buruk. Mudah dibaca lawan.
"Kami benar-benar mendominasi pertandingan, sayang sekali hasilnya seperti itu. Ini hal yang paling sulit, bermain melawan tim seperti Maroko yang pekerja keras." Demikian Enrique usai laga yang sungguh menguras emosi itu.
Itu adalah keempat kalinya Spanyol tersingkir dari Piala Dunia melalui adu penalti. Malah, ini yang kedua secara beruntun.
Dejavu. Pada edisi sebelumnya, Piala Dunia 2018, langkah Spanyol pun tersandung di 16 besar. Takluk dari tuan rumah Rusia lewat adu penalti.
Kala itu, Iago Aspas yang menjadi penendang kelima tak mampu menggetarkan jala Igor Akinfeev. Spanyol menyerah 4-3.
"Penalti merugikan kami, tapi saya sangat bangga dengan tim dan semua pemain. Saya sangat menyesal dengan hasilnya tapi saya mengucapkan selamat kepada Maroko."
Apakah PR 1.000 penalti masih kurang banyak untuk Spanyol? Untuk saat ini, bagi fan Spanyol, yang dikatakan Enrique itu terdengar seperti omong kosong.