Â
Pertandingan matchday ketiga fase grup Piala Dunia 2022 tidak lepas dari drama, terutama di Grup C yang berlangsung pada Kamis, (1/12/2022) dini hari WIB. Â
Argentina mendominasi dan membungkam Polandia, dua gol tanpa balas. Kekalahan Polandia yang diwarnai nasib apes Lionel Messi dan ketakberdayaan Robert Lewandowski tetap mengantar mereka ke babak 16 besar. Sementara itu, mimpi Meksiko melaju harus kandas meski sanggup mengalahkan Arab Saudi.
Pertama, dalam duel Argentina kontra Polandia di Stadium 974. Tim Tango yang mendapatkan kembali bentuk permainan terbaik yang sempat hilang terutama saat dicukur Arab Saudi di pertandingan pertama mendapat kesempatan untuk memimpin lebih awal.
Salah satu kans terbesar diperoleh Lionel Messi di menit ke-37. Bermula dari pelanggaran kiper Polandia, Wojciech Szczesny pada Lionel Messi, wasit Dann Makiele menunjuk titik putih, yang dikonfirmasi pula melalui VAR.
Sayangnya, tembakan La Pulga yang menyasar pojok kiri berhasil dijangkau kiper Juventus itu. Bola hanya berakhir dengan sepak pojok.
Kiper gaek berusia 32 tahun yang dipinjam dari Arsenal itu girang bukan kepalang. Sebaliknya, Messi kecewa berat. Sang kapten gagal membuka keunggulan timnya.
Patut diakui Wojciech Szczesny tampil gemilang. Meski pada akhirnya bobol dua kali, ia setidaknya mampu melakukan sejumlah penyelamatan penting sejak awal laga.
Argentina yang menguasai bola 73 persen mampu melepaskan 23 percobaan dengan 12 di antaranya tepat sasaran. Artinya, sang penjaga gawang berhasil menghindari timnya dari kebobolan lebih dari dua kali.
Situasi ini berbanding terbalik dengan polandia. Berada dalam tekanan sepanjang laga, Robert Lewandowski dan kawan-kawan begitu kesulitan mengembangkan permainan.
Kehadiran striker Barcelona itu tetap tidak mampu mendobrak apalagi memberikan ancaman serius ke pertahanan La Albiceleste.
Statistik berbicara jelas. Polandia tak mampu melepaskan satu pun "shot on target" dari empat percobaan.
Beruntung bagi Polandia. Kekalahan dua gol tanpa balas di laga ini tetap mengantar mereka ke babak 16 besar.
Perjalanan Lewandowski di Piala Dunia terakhirnya masih berlanjut. Duel tersebut belum benar-benar menjadi panggung terakhir mantan bomber Bayern Muenchen itu.
Kedua, memang cukup ironis, Polandia tetap lolos dari fase grup meski dipecundangi Argentina. Sementara itu, Meksiko yang mampu mengandaskan Arab Saudi di Lusail Iconic Stadium, 2-1, justru harus angkat kaki.
Itulah fakta yang harus diterima. Polandia berhak menemani Argentina karena memiliki selisih gol yang lebih baik dari Meksiko.
Meksiko sebenarnya memiliki kans untuk lolos ketika mampu memimpin dua gol hingga menit ke-90, melalui Henry Martin di menit ke-47 dan sepakan bebas Luis Chavez di menit ke-52.
Sayangnya, kabar gembira yang hendak dirayakan para pendukung El Tri sirna menjelang bubaran. Tepat di menit ke-90+6, Salem Al-Dawsari membobol gawang Guillermo Ochoa.
Patut dicatat, pemain yang sama pula membuat para penggemar Argentina harus berurai air mata, meratapi kekalahan memalukan di laga pertama sekaligus mengakhiri catatan 36 laga tak terkalahkan.
Kali ini, pemain sayap Al-Hilal FC itu memberikan petaka bagi Meksiko. Gol di penghujung laga tersebut membuat Meksiko harus bernasib sama seperti Arab Saudi. Angkat koper.
Sekali lagi, Meksiko kalah selisih gol dari Polandia meski sama-sama mengumpulkan empat poin. Tidak ada lagi hari libur nasional dadakan di Arab Saudi, setelah sepak terjang tim tersebut harus berakhir di fase grup dengan tiga poin yang dipetik dari kemenangan fenomenal atas Argentina.
Kebangkitan Argentina
Sebagai salah satu tim favorit dengan langkah awal yang mengecewakan, patut kiranya membicarakan penampilan Argentina lebih jauh.
Rupanya kekalahan dari Arab Saudi melecut mereka untuk tidak terkungkung dalam kenyamanan, nama besar, dan status unggulan.
Buktinya, Messi dan kawan-kawan mampu bangkit di dua laga berikutnya, menang dengan skor yang sama atas Meksiko dan Polandia.
Menariknya, setelah awal mengecewakan grafik penampilan Argentina kian membaik. Penampilan armada Lionel Scaloni kembali ke bentuk terbaik.
Pertama, Messi menjadi katalis dalam kemenangan krusial atas Meksiko, sekaligus mengembalikan Argentina ke jalur positif.
Messi kembali berperan penting saat menghadapi Polandia. Di balik kekecewaannya gagal penalti, Messi sudah menjadi bagian dari permainan apik dan atraktif Tim Tango.
Messi pun tidak mencatatkan namanya di papan skor. Beberapa peluang emas dimiliki di paruh pertama, termasuk yang berujung hadiah penalti. Namun, bintang Paris Saint-Germain (PSG) itu menginspirasi performa superior Argentina.
Setelah babak pertama tanpa gol, Argentina mendapat momentum mencetak sepasang gol setelah turun minim.
Pemain Brighton Alexis Mac Allister sukses mengkonversi umpan silang Nahuel Molina dan lesatan akurat ke pojok atas yang dikirim striker Manchester City Julian Alvarez akhirnya menentukan kemenangan Argentina.
Polandia yang tak bisa keluar dari tekanan patut berterima kasih kepada Argentina. Sebab, gawang mereka tidak kebobolan lebih banyak gol sehingga menyelamatkan mereka dari kegagalan ke babak gugur.
Kedua, entah Argentina yang terlalu dominan atau Polandia yang terlampau buruk, pastinya Lewandowski dan kolega tak bisa menunjukkan versi terbaik seperti saat menekuk Arab Saudi 2-0 di matchday kedua.
Polandia tampil pasif. Lewandowski sampai harus turun membantu pertahanan dan sama sekali tak mendapat kesempatan untuk beraksi di area pertahanan Argentina.
Kiper Argentina Emi Martinez hampir tidak bekerja keras sama sekali. Penjaga gawang Aston Villa itu sangat jauh dari rasa cemas, sungguh berbeda dengan dua laga sebelumnya.
Satu-satunya yang menonjol dari kubu Polandia adalah penampilan heroik Szczesny yang membuat Messi tak berdaya dan menggagalkan sejumlah peluang Argentina.
Polandia mungkin saja sadar pintu kelolosan mereka sudah tertutup setelah di lapangan lain Meksiko tengah memimpin 2-0 atas Arab Saudi.
Namun, upaya mereka untuk menghindari kebobolan di paruh pertama dan tidak kebobolan lagi di babak kedua ternyata membawa keuntungan. Ketika Arab Saudi mencuri gol jelang wasit meniup peluit panjang Polandia bisa tersenyum lebar.
Polandia kini boleh berpesta. Namun, itu hanya akan berlangsung sesaat karena mereka harus menghadapi lawan berat dalam perebutan tiket perempat final. Bila Argentina menghadapi Australia yang secara mengejutkan keluar sebagai runner-up Grup D, Polandia akan menantang sang pemuncak grup sekaligus juara bertahan, Prancis.
Untuk bisa mengalahkan Les Bleus, Polandia tidak bisa hanya mengandalkan ketangguhan Szczesny dan Lewandowski. Mereka harus berbenah di berbagai sisi agar level permainan bisa meningkat untuk merepotkan Prancis.
Sementara itu, Argentina tak boleh jemawa lantaran menghadapi The Socceroos. Dari Arab Saudi mereka sudah disadarkan.
Peran Messi masih begitu sentral. Ia menjadi dirigen di antara para pemain senior dan para pemain muda Argentina.
Kelompok kedua ini cukup mencuri perhatian saat mengalahkan Polandia. Kerja sama Enzo Fernandez, pemain 21 tahun yang berseragam Benfica yang diselesaikan pemain muda City berusia 22 tahun, Alvarez untuk gol kedua Argentina.
Wakil Asia
Australia yang lolos ke Qatar melalui play-off interkontinental dengan kemenangan adu penalti atas Peru berhasil menemani Prancis ke babak 16 besar.
Tim ini pun menjadi wakil Asia pertama yang lolos dari fase grup, setelah Qatar, Arab Saudi, dan Iran dipastikan tersingkir, dan nasib Jepang dan Korea Selatan akan ditentukan di pertandingan terakhir.
Australia menelan pil pahit 1-4 dari Prancis, namun berhasil bangkit di dua laga selanjutnya. Mereka mengalahkan Tunisia 1-0 dan dengan skor yang sama menumbangkan tim yang lebih diunggulkan yakni Denmark.
Gol tunggal kemenangan Australia dicetak Mathew Leckie di menit ke-60. Berawal dari serangan balik cepat, Mc Gree memberikan umpan terobosan apik. Leckie mengecoh dua pemain Dinamit sebelum mengoyak gawang Kasper Schmeichel.
Patut diakui, Australia tampil lebih efektif meski lawannya mampu menguasai pertandingan dengan "ball possession" mencapai 69 persen.
Australia yang ditangani Graham Arnold memiliki delapan kesempatan melakukan ancaman dengan empat di antaranya mengenai sasaran. Dari sisi ini, Australia lebih baik ketimbang Denmark yang memiliki 13 "shots" namun hanya tiga di antaranya "on target" dan tak satu pun berbuah gol.
Hal ini tidak lepas dari pertahanan rapat yang diperagakan Australia membuat Christian Eriksen dan kolega tak bisa leluasa menciptakan peluang.
Dengan hasil ini, mimpi Denmark terkubur di fase grup. Tim yang digadang-gadang sebagai kuda hitam itu menyusul hasil meyakinkan di Euro 2020 dan UEFA Nations League, harus menerima kenyataan berbeda. Mereka hanya bisa mencetak satu gol dari tiga laga dan harus finis sebagai juru kunci dengan satu poin.
Entah mengapa manajer Kasper Hjulmand gagal mempertahankan tren positif di dua kompetisi sebelumnya. Kehadiran Martin Braithwaite, gelandang Brentford Mathias Jensen, Christian Eriksen, hingga Andreas Skov Olsen tak mampu memperdaya Australia.
Sebaliknya, dengan enam poin, Australia finis di posisi kedua, hanya kalah selisih gol dari Prancis yang di laga terakhir grup kalah 0-1 dari Tunisia.
Australia pun mengulangi pencapaian edisi 2006 saat diperkuat sejumlah pemain top seperti Harry Kewell, Tim Cahill dan Mark Schwarzer. Saat itu mereka hampir melangkah lebih jauh bila  tak dihentikan juara bertahan Italia. Itu pun dari gol penalti Francesco Totti di ujung laga.
Kali ini Australia tidak memiliki nama besar. Tim ini dipimpin kapten dan mantan kiper Brighton dan Arsenal yakni Mathew Ryan.
Dengan materi pemain jauh dari kata wah, Australia ternyata mampu menjaga wajah Asia. Apakah dengan semangat dan tekad yang sama mereka bisa mengejutkan Argentina?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H