Belgia, terlihat tidak seperti tim yang berada di peringkat dua dunia. Level mereka kali ini tidak terlihat lebih tinggi dari Maroko yang berada 20 tangga di belakangnya.
Blunder Moriyasu
Pemandangan kurang lebih sama terjadi beberapa jam sebelumnya. Jepang menguasai jalannya pertandingan dengan "ball possession" 57 persen. Tiga belas kali melepaskan percobaan hanya tiga tepat sasaran.
Kosta Rika yang tidak dalam posisi bagus untuk menguasai bola hanya empat kali melakukan ancaman dengan satu-satunya "shot on target" yang kemudian berujung gol.
Statistik itu jelas menunjukkan kelemehan Jepang. Selain karena kerja keras dan kerja cerdas Kosta Rika, Jepang yang dominan di semua aspek, ternyata buruk dalam penyelesaian akhir.
Finishing dan sentuhan akhir yang menyedihkan membuat peluang mereka untuk mendapat tiket ke babak 16 besar dari lag aini, sirna.
Tim besutan Hajime Moriyasu tampak frustrasi setelah percobaan demi percobaan tak sangguh meruntuhkan kokohnya benteng pertahanan Kosta Rika yang dijaga kuartet Kendall Waston, Francisco Calvo, Oscar Duarte, dan Bryan Oviedo, dengan Keylor Navas di bawah mistar gawang.
Tembakan Keysher Fuller kemudian menjadi pembeda. Gol semata wayang di menit ke-81 dari satu-satunya "shot on target" yang sanggup dibuat Kosta Rika. Hiroki Sakai, Ao Tanaka, Takefusa Kubo, dan Daizen Maeda tidak dimainkan. Takehiro Tomiyasu yang menjadi pemain pengganti sebelumnya juga tidak dimainkan. Sementara Ito Junya baru diturunkan belakangan.
Pelatih Jepang harus menanggung akibat dari keputusannya melakukan rotasi. Alih-alih memilih kontinuitas, ia justru melakukan lima perubahan.
Ia pun harus membayarnya mahal. Kinerja timnya jauh dari harapan. Membuat mereka membuang peluang emas mendapatkan tiket ke fase "knock out" yang sudah di depan mata.
Selanjutnya, tiket itu harus mereka raih dengan bekerja keras di laga terakhir menghadapi salah satu unggulan, Spanyol.