"Kemungkinan besar ini adalah Piala Dunia terakhir saya sekaligus kesempatan terakhir untuk mewujudkan impian saya. Saya senang, bersemangat, dan saya ingin mencoba untuk menikmati Piala Dunia kali ini." (Lionel Messi)
Lionel Messi tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk bergoyang di Piala Dunia. Qatar bisa jadi panggung pertunjukan terakhirnya.
Pertandingan pertama timnas Argentina di Grup C menghadapi Arab Saudi di Lusail Iconic Stadium, Selasa (22/11/2022) petang WIB akan menentukan seperti apa perjalanan terakhir La Pulga.
Messi dan La Albicelste terbang ke Timur Tengah dengan ekspektasi tinggi. Menjadi salah satu tim unggulan dengan rekam jejak persiapan yang mentereng.
Hingga kemenangan 5-0 dalam laga pemanasan atas Uni Emirat Arab, 16 November 2022 malam WIB, Tim Tango sukses menjaga rekor tak terkalahkan dalam 36 pertandingan di semua kompetisi.
Hasil meyakinkan yang membuat mereka cukup optimis bisa menambah koleksi gelar Piala Dunia yang saat ini baru berjumlah dua. Pemenangan Piala Dunia 1978 dan 1986 itu berharap bersama Messi mimpi itu akan menjadi kenyataan.
Demikian juga Messi tidak ingin pensiun tanpa angkat trofi Piala Dunia. Beberapa waktu lalu, pelatih Spanyol saat ini yang pernah menanganinya di Barcelona, Luis Enrique berujar. Akan tidak adil bagi Messi bila gantung sepatu tanpa Piala Dunia.
Fajar Harapan
Tidak hanya Enrique. Para penggemar Argentina dan Messi pun menaruh harapan yang sama. Bahkan banyak dari antaranya rela melakukan perjalanan jauh untuk melihat dari dekat salah satu pemain terhebat sepanjang sejarah itu beraksi sekaligus berjuang untuk merebut panggung.
Menurut laporan bbc.com, nama Messi selalu dielu-elukan di jalan-jalan, terutama di pinggiran utara Doha yang menjadi markas Messi dan timnas Argentina.
Messi tertantang sekaligus ditantang dari berbagai sisi, tidak terkecuali dari warga Argentina untuk membuktikan dirinya bisa memberi kejayaan seperti Diego Armando Maradona.
Messi sadar akan hal itu. Ini adalah momen spesial, demikian Messi beberapa waktu lalu, kemungkinan besar Piala Dunia terakhirnya.
"Kesempatan terakhir saya untuk mewujudkan impian saya - impian kami - menjadi kenyataan. Saya tidak tahu apakah ini momen terbaik dalam karier saya, tetapi saya merasa sangat baik. Saya pikir saya lebih menikmatinya sekarang."
Bila Messi memang merasa situasi saat ini lebih baik maka akan menjadi kabar gembira. Dibanding edisi 2014 ketika Argentina menggapai final lalu kalah tipis 0-1 dari Jerman, Messi menanggung beban berat di pundaknya.
Saat itu, Messi yang sedang tidak dalam bentuk terbaik bersama Barcelona dengan kehilangan gelar LaLiga dan Liga Champions yang kemudian menjadi milik duo Madrid (Atletico dan Real Madrid), berusaha mengatasi tekanan dan kelahan fisik untuk bertarung di benua sendiri.
Bermain di Brasil yang notabene dalam satu daratan dan konfederasi tak ubahnya kandang sendiri. Harapan pada tim-tim Amerika Selatan seperti Argentina sedemikian bergelora.
Messi menjawabnya dengan empat gol di babak penyisihan, lalu mulai tertatih-tatih menuju final. Tidak mudah mengalahkan Swiss di babak 16 besar. Butuh waktu tambahan untuk menyingkirkan salah satu wakil Eropa itu. Gol Angel Di Maria, tepat di menit ke-118, akhirnya menjadi pembeda dan penyelamat.
Tidak mudah juga dua laga berikutnya menuju final. Belgia pun hanya mampu dikalahkan satu gol tanpa balas berkat Gonzalo Higuain di awal laga.
Argentina harus menjalani laga mendebarkan kontra wakil Benua Biru lainnya, Belanda. Pemenang harus ditentukan hingga drama adu penalti.
Duel di waktu normal berakhir tanpa gol. Kiper Argentina, Sergio Romero menjadi penyelamat dalam adu tos-tosan. Ia sukses menggagalkan tembakan Ron Vlaar dan Wesley Sneijder. Argentina menang 4-2.
Seperti kita lihat, tidak ada gol Messi di tiga laga krusial itu. Begitu juga, tidak terpenuhi harapan penggemar bahwa Sang Messiah akan bertuah. Magisnya akan mendatangkan kemenangan.
Justru Jerman sanggup memanfaatkan momentum setelah bermain imbang di waktu normal. Barulah Mario Gotze mencetak gol di menit ke-113 untuk mengantar Jerman ke tangga juara dan meninggalkan Messi, Argentina, dan para fan di lembah kesedihan.
Menjadi finalis tetap tidak cukup bagi Messi dan Argentina. Meski harus diakui pertarungan antara pemain terbaik menghadapi tim terbaik jelas akan dimenangi kelompok kedua.
Setelah itu Messi mulai meniti jalan berduri. Tekanan datang dari mana-mana. Periode antara 2014 hingga 2022 begitu sulit baginya.
Kekalahan di Copa America 2016 membuat Messi terlihat begitu putus asa. Ia seperti kehabisan cara dan semangat. Keputusasaan membuncah hingga ia memutuskan pensiun.
Namun Messi, ya Messi, tidak sesederhana yang dikira. Di balik kemampuan olah bolanya yang luar biasa, ia tetap menyimpan mental yang kuat.
Hal ini dibuktikan dengan kesanggupannya melintasi periode pelik itu hingga fajar harapan itu mulai merekah.
Messi sukses mengantar Argentina ke final Copa America tahun lalu. Mereka mengalahkan tuan rumah Brasil satu gol tanpa balas di partai pamungkas. Penantian setelah terakhir kali angkat trofi itu pada 1993 berakhir.
Tidak sampai di situ. Argentina memperluas prestasinya. Bertarung dengan jawara Piala Eropa 2020 di ajang Finalissima di Stadion Wembley, Argentina dan Messi pun keluar sebagai pemenang.
Ujian Pertama
Messi, seperti disinggung di atas, merasa lebih menikmati akhir kariernya. Meski ada tekanan tersendiri, tetapi ia sepertinya bisa berdamai dengannya.
Selain modal dua gelar itu, Messi yang juga berhasil melewati masa pelik setelah meninggalkan kenyamanan di Barcelona menuju Paris Saint-Germain (PSG), semakin yakin bahwa ia bisa berbuat sesuatu di kesempatan terakhirnya.
Ia sudah mencetak 12 gol dan memberikan 14 asis bagi Les Parisien musim ini. Sebuah catatan impresif dibanding musim perdananya yang dingin plus penuh sinis dan kritik.
Saat ini, Messi sedikit banyak bisa berbagi tanggung jawab. Ia bukan lagi matahari satu-satunya yang darinya diharapkan pancaran utama.
Ada Angel Di Maria dan Lautaro Martinez, dua pemain pilihan Lionel Scalonia yang bisa diberi tugas. Begitu juga Leandro Paredes di tengah dan Nicolas Otamendi di barisan belakang adalah bagian dari tulang punggung Scaloni yang membuat mereka tak terkalahkan dalam tiga tahun terakhir.
Perjalanan untuk menggapai misi itu akan dimulai. Arab Saudi adalah ujian pertama. Apakah nama besar Messi, Â berikut skuad Argentina yang matang, berpengalaman, sekaligus punya catatan ciamik mampu meredam Arab Saudi?
Sekali lagi, apa yang terjadi sore ini, sedikit banyak akan menentukan kisah Messi di pentas akbar terakhirnya. Semoga awal tariannya di panggung terakhir ini berakhir manis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H