Justru Jerman sanggup memanfaatkan momentum setelah bermain imbang di waktu normal. Barulah Mario Gotze mencetak gol di menit ke-113 untuk mengantar Jerman ke tangga juara dan meninggalkan Messi, Argentina, dan para fan di lembah kesedihan.
Menjadi finalis tetap tidak cukup bagi Messi dan Argentina. Meski harus diakui pertarungan antara pemain terbaik menghadapi tim terbaik jelas akan dimenangi kelompok kedua.
Setelah itu Messi mulai meniti jalan berduri. Tekanan datang dari mana-mana. Periode antara 2014 hingga 2022 begitu sulit baginya.
Kekalahan di Copa America 2016 membuat Messi terlihat begitu putus asa. Ia seperti kehabisan cara dan semangat. Keputusasaan membuncah hingga ia memutuskan pensiun.
Namun Messi, ya Messi, tidak sesederhana yang dikira. Di balik kemampuan olah bolanya yang luar biasa, ia tetap menyimpan mental yang kuat.
Hal ini dibuktikan dengan kesanggupannya melintasi periode pelik itu hingga fajar harapan itu mulai merekah.
Messi sukses mengantar Argentina ke final Copa America tahun lalu. Mereka mengalahkan tuan rumah Brasil satu gol tanpa balas di partai pamungkas. Penantian setelah terakhir kali angkat trofi itu pada 1993 berakhir.
Tidak sampai di situ. Argentina memperluas prestasinya. Bertarung dengan jawara Piala Eropa 2020 di ajang Finalissima di Stadion Wembley, Argentina dan Messi pun keluar sebagai pemenang.
Ujian Pertama
Messi, seperti disinggung di atas, merasa lebih menikmati akhir kariernya. Meski ada tekanan tersendiri, tetapi ia sepertinya bisa berdamai dengannya.
Selain modal dua gelar itu, Messi yang juga berhasil melewati masa pelik setelah meninggalkan kenyamanan di Barcelona menuju Paris Saint-Germain (PSG), semakin yakin bahwa ia bisa berbuat sesuatu di kesempatan terakhirnya.