Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Arus Balik Nando Watu dengan Desa Wisata dari Kaki Kelimutu

10 November 2022   19:09 Diperbarui: 10 November 2022   19:15 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beras hitam dan merah dari Detusoko yang kaya nutrisi dan diproduksi secara organik: Nando Watu

Namanya Ferdinandus Watu. Ketika orang muda berbondong-bondong meninggalkan kampung mencari penghidupan di kota, ia justru bertindak sebaliknya.

Pria kelahiran 6 April 1986 yang pernah mengenyam pendidikan sebagai calon imam Katolik itu mendapat kesempatan belajar di Miami Dade College, Florida, Amerika Serikat. Usai menyelesaikan studi kepariwisataan pada 2015, ia tidak lantas berpikir untuk berkarier di kota atau bertahan di luar negeri.

Pengalaman dan kesempatan belajar hingga mancanegara sama sekali tidak menggoyahkannya untuk ikut meniti jalan umum yang dilalui dan masih menjadi impian banyak orang.

Tekadnya mantap. Nando Watu, begitu ia disapa, justru menempuh arus balik. Pulang kampung ke Desa Detusoko Barat, Kabupaten Ende, Flores, NTT. Di sana ia berjuang membuktikan bahwa pulang kampung bukan pilihan keliru dan menjadi petani masa kini adalah profesi keren.

"Petani adalah masa depan dan Flores ini tanah yang menghasilkan. Karena itu harus banyak orang muda mencintai pertanian dan kembali ke kampung," tegasnya.

Potensi di Kaki Kelimutu

Orang mungkin lebih familiar dengan Danau Kelimutu, ketimbang Detusoko, atau bahkan Flores. Padahal letak Detusoko itu persis di kaki danau triwarna yang pernah menghiasi salah satu mata uang Indonesia dan pamornya sudah mendunia itu.

Jaraknya dari ibu kota kabupaten sekitar 33 KM dengan waktu tempuh tak lebih dari satu jam. Sebagian wilayahnya dibelah oleh jalan provinsi antara Ende dan Maumere.

Sejumlah potret Detusoko yang berada dekat dengan Danau Kelimutu: foto Nando Watu
Sejumlah potret Detusoko yang berada dekat dengan Danau Kelimutu: foto Nando Watu

Sesungguhnya wilayah ini cukup strategis. Berada di jalur utama Trans Flores dan menjadi pintu keluar-masuk dari dan ke Danau Kelimutu.

Tidak hanya itu. Di wilayah seluas 385,7 hektar itu memiliki banyak potensi. Tanah subur di ketinggian 800 mdpl memungkinkan aneka tanaman pertanian seperti padi, kopi, dan tanaman holtikultura lainnya hidup, tumbuh, dan meberikan hasil berkecukupan bagi mayoritas penduduk setempat yang berjumlah 761 jiwa.

Panorama alam yang indah terpancar dari lekukan-lekukan pegunungan rendah dan hamparan sawah hijau.

Empat dusun (pedukuhan) yang berada di bawah Desa Detusoko Barat, menyimpan aneka kekayaan.

Dusun Nuagiu dikenal dengan produk  buah-buahan dan hortikultura. Warisan leluhur berupa kampung adat dan kubur batu masih apik terjaga di Dusun Wolobudu dan Pemonago. Di sana pula terdapat air terjun, mata air panas, dan area pendakian.

Dusun Wolone memiliki kampung adat, air panas, sanggar tradisional, hingga hamparan persawahan yang sungguh memanjakan mata.

Sejumlah potensi Desa Detusoko Barat: Nando Watu
Sejumlah potensi Desa Detusoko Barat: Nando Watu

Desa Wisata

Nando dan kaum muda setempat sadar betapa kayanya potensi mereka. Berbagai gebrakan pun ia lakukan di antaranya menginisiasi pembentukan Remaja Mandiry Community (RMC).

Komunitas yang digerakan orang muda sebagai respon keprihatinan pada kaum muda setempat yang lebih memilih eksodus meninggalkan kampung halaman.

Mereka pun merancang dan melakukan berbagai kegiatan pertanian, program kewirausahaan yang berbasis pariwisata keberlanjutan. Istilah bekennya ekowisata atau ekoturisme.

"Setidaknya ada empat unsur dalam ekowisata, yakni wisata yang meminimalkan dampak negatif; yang membangun kesadaran serta respek terhadap lingkungan dan budaya; yang memberikan pengalaman positif untuk pengunjung; dan wisata yang memberikan manfaat dan keutungan ekonomi secara langsung untuk lingkungan dan masyarakat lokal," beber Nando.

Nando Watu (tengah): detusokobarat.opendesa.id
Nando Watu (tengah): detusokobarat.opendesa.id

Dalam perjalanan waktu, Nando kemudian terpilih memimpin Desa Detusoko Barat sejak Januari 2020. Sebagai kepala desa, ia memiliki kesempatan dan kekuatan untuk menerjemahkan secara lebih terencana dan luas berbagai inisiatif untuk menjadikan Detusoko Barat sebagai desa wisata.

Pertama, Detusoko Barat dikembangkan sebagai salah satu spot agrowisata. Mengusung tagline "come as a guest back as a family", para pengunjung diajak untuk tidak hanya melihat dari jauh tetapi juga merasakan dari dekat pengalaman menjadi orang Detusoko.

Sambil menyusuri persawahan untuk melihat pengolahan secara tradisional, pengunjung pun diajak terlibat aktif dalam berbagai aktivitas mulai dari menaman dan memanen padi, treking, atraksi kopi, hingga pembuatan produk olahan seperti Peanut Butter dan Moni marmalade.

Agrowisata menjadi salah satu daya tarik Detusoko Barat: Nando Watu
Agrowisata menjadi salah satu daya tarik Detusoko Barat: Nando Watu

Peanut Butter atau selai kacang yang dibuat dari kacang tanah yang disangrai dan dihaluskan. Sementara itu, alam yang dianugerahi produksi jeruk melimpah diolah menjadi selai jeruk yang diberi nama Moni Marmalade.

Selain itu, ada produk lain yang dinamai Koro Dagalai Sauce. "Koro" dalam bahasa setempat berarti lombok. "Dagalai" artinya tomat. Campuran lombok dan tomat ini menjadi sambal yang lezat.

Patut dicatat, warga setempat berasal dari Suku Lio, salah satu suku tertua di Flores. Menariknya, suku ini dikenal sebagai penemu padi atau dari mana Ine Pare (ibu padi) berasal. Kisah ini juga bisa ditemukan padanannya dalam kisah Dewi Sri, Dewi Padi di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok.

Tanaman padi hitam dan merah yang diproduksi secara organik menjadi nilai jual tersendiri. Padi hitam organik merupakan spesies khas padi lokal yang disebut "Pare Banga Laka" yang beraroma khas.

Beras hitam dan merah dari Detusoko yang kaya nutrisi dan diproduksi secara organik: Nando Watu
Beras hitam dan merah dari Detusoko yang kaya nutrisi dan diproduksi secara organik: Nando Watu

"Melalui aktivitas ini terbangun interaksi aktif pengunjung dengan petani sehingga ada pertukanan informasi, pengetahuan, dan pengalaman," beber Nando dengan menambahkan bentuk interaksi lain antara misatawan mancanegara dengan masyarakat terutama anak-anak setempat dalam belajar bahasa Inggris.

Kedua, wisata budaya dengan menapaktilas jejak sejarah dan kebudayaan masyarakat setempat yang masih terpelihara dalam wujud rumah adat, kubur batu, hingga atraksi budaya.

Sanggar Daudole dibentuk sebagai salah satu Kelompok Sadar Wisata untuk menyajkan aneka tarian tradisional dan lagu-lagu daerah, saat menyambut tamu hingga mengisi momen atraksi tertentu. Istimewanya, itu dipentaskan di depan rumah adat.

Kekayaan budaya di Detusoko Barat: Nando Watu
Kekayaan budaya di Detusoko Barat: Nando Watu

Ketiga, para pengunjung disuguhkan pula aneka menu lokal. Makanan, minuman, camilan yang diolah oleh tangan-tangan masyarakat setempat yang bisa dinikmati di Lepalio Cafe.

Tempat itu berdiri sejak Oktober 2018 di salah satu ruas jalan utama yang diberi sentuhan natural dengan bahan dari bambu, kayu, dan alang-alang. Dijadikan sebagai pusat kreatif (creative hub) di samping tempat beristirahat sambil menikmati panorama alam sambil ditemani aneka pangan lokal.

Hasil kreativitas masyarakat dalam rupa aneka produk dipromosikan di sana. Di tempat itu pula Nando dan kawan-kawan rutin menggelar berbagai acara pelatihan atau sekadar berbagi pengalaman dengan tamu atau kelompok masyarakat tertentu.

Keempat, selain produk-produk kuliner yang dihasilkan oleh masyarakat setempat dan beberapa dipajang di Lepalio Cafe, para pengunjung pun bisa ambil bagian membuatnya.

Dalam paket wisata yang ditawarkan ada pilihan mengekplorasi petualangan membuat buah tangan khas Detusoko seperti selai kacang, sambal, kopi Detusoko, dan selai jeruk.

Sejumlah produk yang bisa dijadikan buah tangan: Nando Watu
Sejumlah produk yang bisa dijadikan buah tangan: Nando Watu

Para pengunjung bisa membawa pulang tidak hanya pengalaman seru menikmati kekayaan alam dan kultural Detusoko Barat, tetapi juga hasil karya sendiri.

Menyulap rumah warga

Pengunjung yang memiliki rencana ke Detusoko Barat tentu bertanya-tanya bagaimana kelengkapan sarana prasarana terutama penginapan.

Jangan khawatir! Wisatawan yang ingin tinggal lebih lama bisa memilih penginapan yang banyak tersebar di sekitar Danau Kelimutu. Bila ingin lebih dekat, sudah tersedia belasan homestay yang disulap dari rumah penduduk.

Mempertahankan nuansa lokal namun dilengkapi toilet standar, handuk, tempat tidur yang nyaman, dan dimanjakan dengan menu lokal. Dengan hanya merogoh kocek Rp150.000 per orang per malam, pengunjung sudah bisa merasakan sensasi semalam menjadi orang Detusoko.

Homestay yang dilengkapi fasilitas yang cukup nyaman: Nando Watu
Homestay yang dilengkapi fasilitas yang cukup nyaman: Nando Watu

Go Digital

Meski berurusan dengan kearifan lokal, Nando dan warga setempat tidak menutup diri pada perkembangan teknologi. Meski tinggal di kampung dengan segala keterbatasan, mereka tetap memiliki visi "go digital."

Digitalisasi produk ekonomi kreatif dan potensi wisata sudah dilakukan. Berawal dari marketing melalui sosial media seperti Facebook berlanjut dengan pembuatan website dan marketplace.

Kehadiran website decotour.bumdeswisata.id menjadi corong promosi sekaligus cara calon pengunjung untuk mengenal kekayaan Detusoko secara daring.

Ini menjadi wadah integrasi berbagai potensi untuk dijajaki secara digital. Para peminat bisa melihat berbagai penawaran wisata berikut harga.

Selain itu, website Dapurkita yang membantu memasarkan produk-produk masyarakat setempat seperti sayur dan buah-buahan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMD) Au Wula yang dibentuk 21 Agustus 2017.

Berbagai kerja sama sudah dijajaki di antaranya dengan Bank NTT untuk pembayaaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), transaksi elektronik untuk sayuran dan aneka produk lainnya, pulsa listrik, hingga pembayaran paket wisata.

Memang transformasi digital bisnis produk pertanian dan pariwisata merupakan kerja berkelanjutan. Peningkatan jumlah pelanggan, pihak yang terlibat, hingga pangsa pasar, walau belum mencatatkan lompatan luar biasa, namun telah memberikan isyarat positif.

Wujud digitalisasi yang dilakukan Desa Detusoko Barat: Nando Watu
Wujud digitalisasi yang dilakukan Desa Detusoko Barat: Nando Watu

Nando sudah, sedang, dan akan terus memberi bukti bahwa tinggal di desa tidak berarti tertinggal. Kembali dan berkarya dari kampung sungguh berarti.

"Yang penting berpikir dengan otak yang murni, berkarya dengan hati yang bersih, seperti ungkapan dalam bahasa daerah kami: 'Piki No Ote Eo Jie, Kema no Ate Eo Pawe.'"

Ia memotivasi kaula muda untuk mengambil tanggung jawab terhadap kampung halamannya. Bertahun-tahun lalu, Soekarno berpekik, "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."

Nando sudah memberi contoh dan terus berpegang pada keyakinan ini. "Beri aku satu pemuda aku akan mengubah desaku."

Sejumlah penghargaan yang diraih Detusoko Barat: Nando Watu
Sejumlah penghargaan yang diraih Detusoko Barat: Nando Watu

Adira ke Detusoko

Adira Finance melalui inisiatif Sahabat Lokal mengusung tagline "Berbagi untuk Negeri" ingin berkontribusi nyata pada promosi destinasi dan kekayaan wisata lokal di Tanah Air.

Sejumlah kegiatan menarik seperti Desa Wisata Ramah Berkendara dan Festival Kreatif Lokal adalah upaya pemberdayaan dan promosi berbagai potensi serta kekayaan wisata Indonesia.

Juga Festival Pasar Rakyat sebagai kampanye gerakan sosial untuk menjadikan pasar rakyat di Desa Wisata sebagai locus berbagai kegiatan kreatif, edukatif, pemberdayaan, dan atraksi budaya.

Ini merupakan bagian dari program keberlanjutan Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan berbasis di Indonesia dengan salah satu usaha utama di bidang penyediaan pembiayaan konsumen.

Perusahaan yang berdiri pada 1990 dan sudah melantai di Bursa Efek Indonesia selalu berkomitmen menciptakan nilai bersama seperti yang sudah ditunjukkan dengan melayani jutaan pelanggan di seluruh Indonesia dengan mayoritas adalah UMKM.

Tahun ini, kegiatan itu terbatas di lima tempat yakni Desa Wisata Saung Ciburial, Garut, Jawa Barat; Desa Wisata Karanganyar, Karanganyar, Jawa Tengah; Desa Wisata Rejowinangun, Yogyakarta; Desa Wisata Sanankerto, Kabupaten Malang, Jawa Timur; dan Dewa Wisata Carangsari, Kabupaten Badung, Bali.

Nando, sebagaimana masyarakat di banyak desa di Indonesia menaruh harapan agar mereka juga mendapat kesempatan untuk ambil bagian dalam kegiatan tersebut.

Memang untuk sampai ke sana mereka mesti terus berbenah untuk memenuhi sejumlah syarat mulai dari infrastruktur (jalan, bengkel, SPBU, lampu jalan, dll), sumber daya manusia (pengelola dan pemandu wisata yang profesional dan memadai), hingga ekosistem  terpadu antara aktivitas wisata yang menarik dan terorganisir, tingkat aksesibilitas, akomodasi, sampai kelengkapan fasilitas hotel/penginapan.

Arus balik Nando Watu yang mulai terlihat hasilnya, maka mimpi Adira bertandang ke Detusoko melalui berbagai kegiatan kreatif di atas sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun