Mereka kemudian melakukan apa yang sepatutnya dilakukan seorang pemain. Saat sedang berada di titik rendah, mereka berjuang bangkit. Keduanya berusaha membuktikan bahwa mereka tidak sedang beruntung masih berada di posisi 10 besar tanpa prestasi mentereng.
Mereka memang hanya menunggu waktu untuk membuktikannya sehormat-hormatnya.
Tahun terbaik
Dari awal yang mengkhawatirkan, Fajar/Rian perlahan-lahan membalikkan arah. Dari pesimisme yang mungkin sudah berubah jadi antipati, keduanya secara elegan mengubah pandangan.
Seminggu setelah All England yang memilukan, Fajar/Rian mulai beraksi. Mereka menemukan titik balik di Swiss Open. Menjadi juara di St Jakobshalle dengan mengalahkan Goh Sze Fei/Nur Izzuddin dari Malaysia dalam dua set, 21-18, 21-19.
Setelah berbagi kegembiraan bersama Jonatan Christie yang berjaya di tunggal putra, Fajar/Rian kemudian menggebrak.
Usai runner-up di dua turnamen BWF World Tour Super 500 di Korea dan Thailand, mereka kemudian naik podium tertinggi di turnamen dengan level serupa bertajuk Indonesia Masters, mengalahkan Liang Wei Keng/Wang Chang dari China, 21-10 dan 21-17.
Kemudian “back to back” naik podium di Malaysia. Di pekan pertama di turnamen Malaysia Open World Tour Super 750 finis di posisi kedua, takluk dari pemuncak ranking dunia saat ini dari Jepang, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi.
Sepekan kemudian, mereka menebusnya dengan menjuarai Malaysia Masters World Tour Super 500, menumbangkan senior mereka, The Daddies, 21-12 dan 21-19.
Tidak sampai di situ. Keduanya kembali meraih gelar World Tour Super 750 kedua di Denmark, beberapa pekan lalu.
Manisnya, seperti di Malaysia, Fajar/Rian menjadi juara dengan mengalahkan senior lainnya, The Minions, juga dua gim, 21-19 dan 28-26.