Â
Sebagaimana laiknya pertandingan pamungkas, matchday terakhir fase grup Liga Champions 2022/2023 sejak Rabu (2/11/2022) dini hari WIB menjadi momen mendebarkan dan menentukan bagi sejumlah tim.
Para kontestan di Grup A-D mendapat kesempatan awal untuk menuntaskan babak penyisihan dengan target dan harapan tertentu.
Liverpool dan Napoli yang berduel di Anfield ingin menunjukkan siapa yang pantas menyandang status juara Grup A.
Di balik misi itu, ada target tersendiri bagi Napoli untuk mempertahankan rekor sempurna. Sementara itu, Liverpool yang dipermalukan 1-4 di Stadio Diego Armando Maradona mendapat kesempatan "balas dendam" plus menunjukkan Partenopei bukanlah tim yang tidak bisa ditaklukkan.
Untuk mewujudkan misi itu dalam satu malam, tugas Liverpool begitu berat. Menang saja tidak cukup. Harus menang dengan selisih gol minimal seperti yang terjadi di matchday pertama. Tiga gol atau lebih.
Bila dua tiket ke babak 16 besar dari Grup A sudah jadi milik Napoli dan Liverpool, tidak demikian di Grup D. Keempat tim memiliki peluang yang sama. Tottenham Hotspur, Sporting CP, Marseille, dan Eintracht Frankfurt. Nasib mereka tidak sepenuhnya ada di tangan sendiri, tetapi juga di tim-tim lain.
Kita mulai dari Anfield.
Liverpool yang memiliki modal buruk setelah menelan kekalahan kandang memilukan dari Leeds United akhir pekan lalu ingin menandai kebangkitan di tempat yang sama.
Jelas bukan pekerjaan mudah bagi tuan rumah. Tidak banyak peluang berbahaya tercipta. Liverpool yang menguasai pertandingan dengan 52 persen "ball possession" berusaha mencetak gol dari 14 percobaan ke gawang dengan enam di antaranya tepat sasaran.
Napoli yang tidak dalam posisi dominan hanya mampu melepaskan 2 "shots on target" dari 10 upaya. Hanya saja, di balik kesempatan yang minim itu, Partenopei hampir saja menghukum tuan rumah.
Momen itu terjadi tak lama setelah keluar dari kamar ganti ketika tandukan bek Leo Ostigard menyambut tendangan bebas mampu merobek gawang Alisson Becker.
Beruntung bagi tuan rumah. Dari tinjauan VAR pemain itu dianggap lebih dahulu berada dalam posisi offside.
Laga hampir saja berakhir kaca mata, bila The Reds tidak memecah kebuntuan lima menit sebelum waktu normal usai.
Beruntung ada Mohamed Salah dan Darwin Nunez, yang masing-masing mencetak satu gol di menit ke-85 dan 90+8.
Salah memecah kebuntuan dengan memaksimalkan bola muntah tandukan Nunez menyambut tendangan sudut. Nunez kemudian mencatatkan namanya di papan skor melalui skema yang sama.
Kredit patut diberikan kepada lini pertahanan Liverpool. Setelah awal musim yang suram dengan sektor ini menjadi sorotan, termasuk kekalahan dari tim kurang diunggulkan bernama Nottingham Forest dan Leeds United, mereka berusaha memperbaiki diri.
Trent Alexander-Arnold, Virgil van Dijk, Kostas Tsimikas, dan Ibrahima Konate mengisi posisi empat bek dalam formasi andalan 4-4-2.
 Konate yang mengalami cedera lutut saat pra-musim hingga harus menepi di pekan-pekan awal, membuat barisan belakang sungguh kehilangan.
Pemain muda Prancis itu kemudian tampil sebagaimana diharapkan. Pemain 23 tahun menjadi salah satu benteng yang memagari serangan Napoli. Mereka bisa menahan Victor Osimhen yang menjadi momok baik di pentas domestik maupun Eropa belakangan ini.
Ketenangan, kecepatan, hingga fisik yang mumpuni membuat Konate sungguh berperan penting. Meski bukan menjadi satu-satunya pembeda dan penentu, kehadiran Konate di laga itu tidak bisa dipandang remeh. Kita akhirnya mafhum mengapa Klopp begitu kehilangan saat ia menepi.
Membuat kedigdayaan Napoli mengalami kesudahan. Rekor sempurna tak terkalahkan dalam 21 laga di berbagai kompetisi akhirnya terhenti.
Kemenangan yang memberi dorongan moral tersendiri. Klopp kini bisa sedikit bernapas lega. Tekanan padanya sedikit berkurang.
Manajer asal Jerman itu bisa sedikit mengambil hati para fan meski kemenangan 2-0 ini belum cukup menggusur posisi Napoli di puncak klasemen. Sama-saam mengemas 15 poin dari enam laga, Napoli memiliki selisih gol lebih baik dari keunggulan "head to head".
"Itu adalah pertandingan yang sangat bagus bagi kami. Penuh keberanian, menghadapi tantangan dan berjuang untuk itu. Dua set-piece memberi kami poin dan 15 poin di fase grup Liga Champions adalah gila," ungkap eks pelatih Borussia Dortmund itu usai laga, melansir BBC.com.
Laga Dramatis di Prancis
Itulah yang dialami Tottenham Hotspur. The Lilywhites berangkat ke Stadion Velodrome dalam kondisi kurang ideal. Tanpa sang manajer Antonio Conte untuk menggapai satu tujuan. Menang. Paling kurang, tidak sampai kalah. Hanya dengan itu mereka bisa selamat.
Bertengger di urutan teratas dengan 8 poin, hanya berjarak satu angka di depan Sporting dan Frankfurt, serta dua poin lebih banyak dari Marseille.
Harapan itu hampir saja bertepuk sebelah tangan. Bek Chancel Mbemba membuat tuan rumah bersorak tepat sebelum turun minum.
Bila Clement Lenglet tidak menyamakan kedudukan dengan menuntaskan tendangan bebas Ivan Perisic di awal paruh kedua dan Pierre-Emile Hojbjerg mencetak gol pada menit ke-95 berkat kecerdasan Harry Kane, serta gol Kane yang dianulir sebelum itu tetap tak mengubah keadaan, maka mimpi Spurs ke fase gugur pun rontok. Â Spurs bakal terlempar ke urutan ketiga dan harus menjalani nasib bermain di liga "malam Jumat."
Spurs sungguh melewatkan laga yang mendebarkan. Tertekan sepanjang pertandingan dengan penguasaan bola 36 persen dan lebih dahulu kebobolan.
Spurs beruntung tuan rumah yang melepaskan 16 percobaan hanya 4 berstatus "shots on target." Itu sedikit lebih banyak dari Spurs dengan tiga kesempatan dari tujuh upaya, dengan dua di antaranya berujung gol.
Gol di penghujung laga dari sebuah laga yang dramatis dan tidak bisa tidak sempat mengundang kepanikan di kubu Spurs.
"Itu adalah malam yang sulit, pertempuran yang hebat dan bahkan lebih pada [pertempuran psikologis]," Hugo Lloris mengakui kepada BT Sport.
Marseille yang diperkuat mantan striker Arsenal, Alexis Sanchez dan Jordan Veretout kemudian harus menyesali diri. Finis sebagai juru kunci. Gagal melaju di Liga Champions. Tidak juga mendapat tempat di kompetisi kasta kedua.
Mereka gagal menjaga keunggulan dan memanfaatkan dominasi. Pudarnya konsentrasi setelah istirahat yang membuat tim tamu bisa mengambil momentum bangkit.
Begitu juga kegagalan memaksimalkan dua kesempatan di 10 menit terakhir melalui Sanchez dan mantan bek The Gunners, Sead Kolasinac yang berdiri bebas tanpa pengawalan di mulut gawang Hugo Lloris.
Ternyata, tanpa harus unggul secara statistik kemenangan tetap bisa didapat. Spurs yang goyah di paruh pertama, bisa menunjukkan sisi sebaliknya setelah itu.
Didampingi Cristian Stellini sebagai asisten, mereka bisa mengakhiri catatan minor tak pernah menang atas tim Prancis di luar kandang, memetik kemenangan ketiga dari enam laga, dan perjuangan di pentas elite Eropa terus berlanjut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H