Namun, bila terlalu memaksa pemain dengan waktu istirahat dan pemulihan sangat singkat jelas mengandung risiko tersendiri. Saat menghadapi laga krusial dan sarat gengsi seperti ini para jagoan itu justru menjadi sasaran empuk lawan yang tampil dengan skuad yang lebih segar.
Di sisi lain, Bima Sakti dan para pemain sepertinya terlalu yakin bakal mengatasi Malaysia yang rekam jejaknya tidak sementereng Indonesia.
Bila sampai ada perasaan jemawa sebelum laga, maka tidak mengherankan bila kita kemudian menanggung akibatnya.
Kini, dengan rasa malu yang entah sampai kapan terbalaskan, nasib Garuda Asia sepenuhnya berada di tim-tim lain.
Malaysia boleh melenggang mulis ke putaran final. Indonesia harus menantikan hasil dari laga-laga di sembilan grup lainnya. Berhadap satu dari enam tiket terakhir bisa diraih dengan modal kemenangan telak atas Guam dan tak kebobolan saat menghadapi Palestina.
Namun, sekali lagi, tidak ada yang bisa mengontrol tim-tim lain. Posisi sementara ini, Indonesia masih berpeluang, menempati posisi keenam di belakang Thailand (Grup F), Bangladesh (Grup E), India (Grup D), Tajikistan (Grup H), dan China (Grup G).
Kita berharap formasi tersebut tetap bertahan hingga babak kualifikasi usai. Setidaknya Indonesia tetap berada dalam lingkaran enam peringkat kedua teratas.
Bila sampai itu terjadi, maka akan menjadi sebuah berkah tersendiri bisa naik level, tampil di putaran final kompetisi Asia. Sekaligus, ini menjadi kesempatan untuk berbenah menjadi lebih siap. Baik fisik maupun mental, entah strategi maupun skill, agar Garuda Asia lebih solid dan matang sehingga bisa terbang lebih tinggi tahun depan.
Sekali lagi, kita berharap agar jalan terakhir bagi Indonesia masih terbuka.
Amin.