Skema bola-bola langsung ke jantung pertahanan coba diterapkan berulang-ulang sebab aliran bola pendek selalu buntu, bisa dipatahkan dengan mudah oleh para pemain Indonesia.
Kredit patut diberikan kepada para pemain tengah yang tampil spartan untuk membendung setiap upaya lawan. Begitu juga para pemain depan seperti Yakob dan Saddil yang rajin memberikan bantuan manakala mendapat tekanan.
Alih-alih berada dalam tekanan, para pemain Indonesia justru tak henti-henti menggempur pertahanan Curacao yang mengandalkan Jeremy Bodak di bawah mistar gawang dan disokong oleh Justin Ogenia, Nathangelo Alexandro Markelo, Jean Carlo Martina, dan Juninho Bacuna.
Sepanjang babak pertama, para pemain Indonesia memaksa para pemain Curacao untuk melakukan pelanggaran demi mengamankan pertahanan mereka dari ancaman para pemain depan Indonesia yang begitu percaya diri melakukan akselerasi.
Ada lima pelanggaran di luar kotak penalti yang memungkinkan Indonesia memberikan tambahan tekanan dari bola-bola mati.
Kecepatan Egy, Saddil, dan Dimas benar-benar merepotkan lawan. Salah satu momen terbaik langsung terjadi di menit-menit awal.
Berawal dari sepakan kaki kiri Witan Sulaeman dari jarak jauh, bola sempat ditepis Jermy Bodak. Dimas yang lolos dari jebakan offside menyambut bola liar itu dengan sentuhan akurat untuk membobol gawang Curacao.
Gol di menit ketiga itu menjadi pembuka yang manis, sekaligus penanda permainan Indonesia yang atraktif, menekan, dan sulit ditembus.
Kedua, selain permainan atraktif dan keberanian memainkan bola dari kaki ke kaki ala tiki-taka, hal lain yang patut digarisbawahi adalah konsistensi.
Indonesia langsung mendapat ujian tak lama setelah keluar dari kamar ganti. Pemain pengganti Jeremy Antonisse mampu menyamakan kedudukan di menit ke-47, memanfaatkan umpan terobosan Juninho Bacuna.
Gol ini sempat menjadi titik balik bagi La Familia Azul. Mereka mulai berani menekan baik melalui bola-bola pendek maupun umpan-umpan lambung.