Laga hampir saja berakhir imbang. Namun, Erling Haaland tidak tinggal diam. Berawal dari umpan Joao Cancelo, Haaland dalam posisi kurang ideal berhasil mengkonversi menjadi gol.
Gol tak terduga dengan cara yang tak biasa. Merentangkan kaki kiri sambil mengudara untuk membelokkan bola melewati penjagaan Alexander Meyer. Kiper Borussia Dortmund itu seperti tak percaya melihat mantan rekan setimnya itu bisa memanfaatkan bola yang sedemikian rumit.
Gol "kungfu" itu adalah salah satu pemandangan yang menarik perhatian di Etihad Stadium, Kamis (15/9/2022) dini hari WIB saat Manchester City menjamu Dortmund di matchday kedua fase grup G Liga Champions 2022/2023.
Seperti kita tahu, City berhasil memetik poin penuh di hadapan pendukung sendiri berkat kemenangan 2-1.
Kemenangan yang diraih tuan rumah dengan tidak mudah. Armada Pep Guardiola memang menguasai pertandingan. "Ball possession" sungguh superior: 66 persen berbanding 34 persen.
Begitu juga percobaan ke gawang. City total memiliki 12 kesempatan, sedangkan tim tamu hanya 5 kali melakukannya.
Namun, dominasi tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah gol. Sepanjang babak pertama City tak mampu mencetak peluang berbahaya yang berujung gol. Mereka menuai kebuntuan di tengah penguasaan bola.
Tidak sampai di situ. Fan The Citizen bahkan sampai terdiam saat Jude Bellingham mengoyak gawang Ederson Moraes di menit ke-56.
Gol indah pemain 19 tahun usai menuntaskan umpan silang Marco Reus. Ini salah satu momen istimewa Bellingham yang tampil sangat baik di laga itu dan diganjar predikat "man of the match" di akhir laga.
Kebobolan meski mendominasi laga jelas sebuah pukulan. Naluri dan kecakapan Guardiola kemudian mengantarnya melakukan tiga pergantian. Phil Foden, Julian Alcarez, dan Bernardo Silva menggantikan Jack Grealish, Riyad Mahrez, dan Ilkay Guendogan.
Keputusan tersebut tepat. City mulai mendapatkan momentum di 10 menit akhir pertandingan. Dari 3 "shots on target," satu lebih banyak dari Die Borussien, dua di antaranya berujung gol.
Mula-mula oleh John Stones di menit ke-80. Bek asal Inggris itu melepaskan tembakan keras yang tak mampu dibendung Meyer.
Selanjutnya, Haaland menunjukkan magisnya. Empat menit berselang, pemain muda Dortmund itu menunjukkan dengan jelas salah satu kemampuannya yang tak dimiliki striker umumnya.
Dengan fisik yang begitu atletis dan tinggi menjulang, ia bisa mengkonversi umpan dengan cara yang membuat banyak orang geleng-geleng kepala. Kagum sekaligus setengah tak percaya.
Itulah Haaland. Sebelum mencetak gol krusial, ia lebih dahulu mengirim sinyal dengan tembakan keras yang sedikit melebar dari gawang Dortmund.
Haaland yang mencetak gol ke-13 musim ini, sekaligus gol ke-26 dari 21 laga di Liga Champions mengunci kemenangan City.
Dari sisi lapangan, sang ayah yang adalah mantan gelandang City, Alf-Inge tak bisa menyembunyikan senyum semringah.
Senyum yang mengembang dari segenap pendukung City. Tim kesayangan masih menjaga tren positif dan kini memuncaki klasemen sementara Grup G dengan enam poin.
Sedangkan Dortmund yang harus pulang dengan tangan hampa bertahan di posisi kedua, bermodalkan tiga poin dari matchday pertama.
Gol Haaland ini menjadi sebuah kenangan pahit bagi mantan klub yang pernah membesarkannya. Luka di atas perjuangan Dortmund yang nyaris meruntuhkan kedigdayaan City.
Debut Minor Potter
Apakah Graham Potter akan langsung membawa perubahan bagi Chelsea setelah mengambil posisi Thomas Tuchel?
Demikian pertanyaan besar setelah Todd Boehly mengambil keputusan berani nan mengejutkan, tepat setelah Chelsea dipermalukan Dinamo Zagreb di pembuka Grup E pekan lalu.
Sayangnya, pelatih berusia 47 tahun itu hanya bisa memberi satu poin dalam debutnya. Bermain di Stadion Stamford Bridge, The Blues diimbangi tamunya, RB Salzburg, 1-1.
Pertama, Chelsea begitu superior. Penguasaan bola begitu dominan. "Ball possession" 72 persen dan melepaskan 17 percobaan. Sayangnya, hanya 4 dari antaranya yang mengenai sasaran. Jumlah itu sedikit lebih banyak dari tim tamu dengan 3 "shots on target."
Babak pertama memperlihatkan bahwa permainan The Blues sungguh tak terkoordinasi dengan baik. Mereka bisa menguasai bola, tetapi tidak mampu menciptakan peluang, apalagi mencetak gol.
Gol baru terjadi di paruh kedua. Sterling berhasil menuntaskan asis rekrutan anyar di musim panas ini, Pierre-Emerick Aubameyang di menit ke-48.
Pemain yang disebutkan kedua mengisi "starting line-up" hingga menit ke-66 sebelum digantikan Armando Broja. Seperti Potter, Auba pun seperti masih meraba-raba bagaimana caranya agar bisa berkontribusi lebih.
Kedua, Chelsea yang berharap bisa mencetak lebih banyak gol, atau setidaknya mempertahankan keunggulan, justru kebobolan di menit ke-75.
Sebabnya adalah kesalahan Thiago Silva melakukan tekel sehingga Noah Okafor bisa memotong umpan silang mendatar Junior Adamu.
Gol dari tim Austria yang diasuh Matthias Jaissle adalah risiko dari perubahan berani Potter. Ia menepikan Wesley Fofana, Kalidou Koulibaly dan Ben Chilwell yang menjadi sorotan pekan sebelumnya saat menghadapi Zagreb.
Silva, Marc Cucurella, dan Cesar Azpilicueta membentuk kemitraan di lini belakang dalam formasi 3-4-3.
Mantan pelatih Brighton & Hove Albion itu tidak hanya bereksperimen dengan Marc Cucurella. Lebih mengejutkan lagi adalah menempatkan Sterling sebagai bek sayap kiri.
Sebuah kejutan yang berani dari pelatih yang belum lama bertugas menangani tim besar di kompetisi penuh tekanan.
Sepanjang babak pertama mereka bisa menciptakan sejumlah peluang dengan mengerahkan sebagian besar amunisi di lini depan.
Sterling yang hampir melakukan blunder untuk Benjamin Sesko yang berhasil ditepis Kepa Arrizabalaga akhirnya menebusnya dengan gol.
Gol yang cukup mengubah permainan Chelsea. Sayangnya, mereka kebobolan oleh kecerobohan.
Pergantian besar-besaran pun tidak membuahkan hasil. Di penghujung laga, Broja hampir saja mencatatkan namanya di papan skor bila saja tembakannya mengenai sasaran.
Hanya itu saja cara Chelsea menunjukkan dominasinya yang membuat debut Potter tak berakhir manis.
Ketiga, hasil ini jelas menunjukkan Potter masih harus bekerja lebih keras untuk kembali membangun kekuatan Chelesea. Setelah mengeluarkan banyak uang untuk belanja, tim ini belum juga mencapai tingkat soliditas dan produktivitas yang diinginkan.
Jelas itu menunjukkan ada banyak kekurangan yang harus dibereskan. Namun, performa Chelsea hari ini lebih baik dari pekan buruk sebelumnya.
Tidak hanya dari hasil akhir, tetapi juga dari permainan keseluruhan. Satu angka dari laga ini jelas belum cukup membuat Si Biru aman.
Chelsea masih mendekam di dasar klasemen Grup E. Tertinggal tiga angka dari AC Milan di puncak yang mengirim Dinamo Zagreb ke posisi kedua berkat kemenangan 3-1.
Pertandingan selanjutnya akan sangat menentukan. Laga kandang pada 5 Oktober saat menjamu AC Milan menjadi ujian lanjutan bagi Potter apakah mampu mengeluarkan Chelsea dari prahara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H