Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Tangan Dingin Rexy Mainaky di Balik Rekor Baru Ganda Putra Malaysia dan Rekap Final BWC 2022

28 Agustus 2022   22:15 Diperbarui: 29 Agustus 2022   16:21 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Podium ganda putra di BWC 2022, The Daddies perak, Fajar/Rian perunggu, dan Aaron/Soh raih emas: PP PBSI via bolasport.com

Salah seorang yang ikut larut dalam kegembiraan usai final ganda putra Kejuaraan Dunia BWF 2022 adalah Rexy Mainaky. Ya, pria 54 tahun ini sampai berlutut untuk memberikan selamat kepada Aaron Chia/Soh Wooi Yik.

Pasangan Malaysia itu pun membiarkan diri dipeluk erat sang pelatih. Selain senyum mengembang, salah satu pemain, Soh Wooi Yik terlihat menangis sesenggukan.

Mereka bergumul dalam perasaan haru dan setengah tak percaya setelah memastikan medali emas usai menumbangkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Kemenangan straight set 21-19 dan 21-14 di Tokyo Metropoltan Gymnasium, Jepang, Minggu (28/8/2022) petang WIB sungguh bersejarah.

Betapa tidak. Itulah medali emas pertama ganda putra Malaysia sepanjang 45 tahun penyelenggaraan Kejuaraan Dunia yang dimulai tahun 1977 di Malmo, Swedia dan tahun ini sebagai edisi ke-27. Mengakhiri paceklik medali emas di kejuaraan utama seperti Olimpiade dalam delapan edisi terakhir.

Aaron/Soh yang menempati unggulan enam menggapai klimaks dengan menumbangkan unggulan ketiga yang memiliki rekam jejak mentereng di ajang itu, belum lagi sungguh kaya pengalaman, dan masih memimpin dalam skor pertemuan.

Rexy Mainaky memberikan pelukan haru kepada ganda putra Malaysia usai juara BWC 2022: bwfbadminton.com
Rexy Mainaky memberikan pelukan haru kepada ganda putra Malaysia usai juara BWC 2022: bwfbadminton.com

Tidak ada yang meragukan prestasi pasangan Indonesia yang berjuluk The Daddies itu. Sebagai pasangan sudah tiga kali naik podium juara (2013, 2015, dan 2019) dengan rekor 100 persen kemenangan.

Bila Aaron/Soh adalah pendatang baru atau baru pertama kali merasakan atmosfer final turnamen besar, Ahsan akan menghadapi final ke-50  dan Hendra yang ke-75 di berbagia turnamen.

Ahsan sudah mengantongi lima medali Kejuaraan Dunia (tiga emas, satu perak, dan satu perunggu) dengan tiga pasangan berbeda.

Sedangkan Hendra yang lebih senior menandai final Kejuaraan Dunia keenam dengan bekal lima medali pula yang diraih dengan dua pasang berbeda. Sedikit berbeda dalam hasil, Hendra sudah empat kali jadi juara dunia dan sekali meraih perunggu.

Walau usia The Daddies sudah lewat kepala tiga bahkan mendekati kepala empat, mereka tetap memiliki api semangat. Ambisi dan tekad untuk menjaga persaingan dengan pasangan-pasangan yang (jauh) lebih muda.

Kemenangan atas Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto di babak semifinal, membuat The Daddies begitu dekat dengan gelar juara dunia keempat. Kemenangan dalam "all Indonesian semifinal" atas pasangan yang lebih muda dengan catatan impresif sepanjang tahun ini menempatkan mereka di posisi yang lebih diunggulkan.

Statistik tidak selalu menjamin hasil akhir. Belum pernah kalah di turnamen akbar tahunan itu tidak berarti tidak bisa dikalahkan. "Head to head" 7-3 bukan angka mati.

Aaron/Soh sukses membalikkan angka-angka yang menempatkan mereka seperti liliput di hadapan pasangan senior yang dikagumi hampir semua pasangan muda dari berbagai negara.

Apa yang membuat Aaron/Soh berhasil kali ini?

Patut dicatat, ini merupakan kemenangan ketiga pasangan andalan Negeri Jiran. Sebelumnya mereka mengandaskan The Daddies dalam perebutan medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020, 17-21 21-17 dan 21-14 dan di babak perempat final Malaysia Open 2022 juga dalam tiga gim dengan skor akhir 21-13 20-22 dan 21-19.

Aaron/Soh mengawali pertandingan di bawah tekanan dan kendali The Daddies. Mereka tertinggal cukup jauh dalam kedudukan 12-18 karena permainan taktis dan pertahanan rapat yang sulit ditembus.

Namun, mereka tak patah arang. Keduanya berhasil menemukan cara untuk merusak pola permainan The Daddies. Mereka sanggup menggunakan keunggulan mereka pada momen yang tepat.

Unggul secara fisik mereka berusaha merapatkan pertahanan dan berbalik menyerang tanpa ampun. Baik Aaron dan Soh tidak terpaku pada keunggulan masing-masing sebagai pemain belakang dan pemain depan. Keduanya, sepertinya sudah mempersiapka diri dengan sungguh untuk menjadi pemain serba bisa. Modal penting untuk menghadapi laga-laga krusial seperti ini.

Pertahanan The Daddies mulai terbongkar. Lawan mulai didikte. Poin demi poin pun berhasil diraih. Meraih sembilan dari 10 poin penting untuk membalikkan keadaan dan merebut gim pertama.

Kemenangan di set pertama ini sungguh krusial. Sebab, kepercayaan diri mereka mulai tebal. Aaron/Soh mulai nyaman dan konsisten menjalankan strategi yang sama di gim kedua, sementara The Daddies mulai kesulitan untuk bangkit.

Skill dan kematangan The Daddies suda tak diragukan lagi. Jam terbang tinggi, berikut ketenangan, dan kesabaran, serta kejelian membaca dan menerapkan pola sudah terbukti sejak pertandingan pertama hingga membalikkan keadaan saat menyingkirkan Fajar/Rian di semifinal.

Sayangnya, di partai pamungkas, magis The Daddies kurang mencolok. Bisa jadi dipengaruhi oleh kondisi fisik yang mulai menurun. Sementara lawannya yang bermain tanpa beban lebih memilih fokus dan tak mau terbebani dengan nama besar dan statistik.

Aaron/Soh memang lebih baik kali ini. Mereka pantas membuat penggemar badminton Malaysia bangga setelah tahun lalu mempersembahkan perunggu di Tokyo.

"Sudah empat tahun kami berpasangan dan sering kalah di final dan semifinal, tapi sekarang kami akhirnya mendapatkan gelar," tandas Soh melansir situs resmi BWF.

Peran Rexy Mainaky

Membawa pulang medali perak tetap tidak mengurangi apresiasi pada The Daddies. Walau kalah kali ini, mereka tetap tidak pulang dengn tangan hampa seperti pada edisi-edisi sebelumnya. Apalagi, The Daddies adalah wakil semata wayang Merah-Putih di partai final.

Sementara itu, sosok Rexy Mainaky tetap patut digarisbawahi. Bukan semata-mata karena ia adalah mantan pebulutangkis ganda putra Indonesia dengan sejarah besar di masa lalu.

Lebih dari itu, ia adalah satu dari sedikit orang yang mampu meraih prestasi baik sebagai pemain maupun pelatih.

Peraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996 dan emas Kejuaraan Dunia 1995 bersama Ricky Subagja itu sudah berkelana ke berbagai negara. Ia sudah memberikan banyak kebanggaan di setiap negara yang disinggahi.

Selain kariernya di Tanah Air (2012-2016), ia sudah menanamkan jasanya di Inggris (2001-2205), Thailand, dan dua periode berbeda bersama Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM), masing-masing 2005-2011 serta kesempatan kedua sejak akhir Desember 2021 hingga saat ini.

Rexy dan ganda putra Malaysia seperti berjodoh. Tangan dinginnya benar-benar nyata. Pada periode pertama ia mengangkat Koo Kien Keat/Tan Booh Heong hingga meraih medali emas Asian Games 2006, jawara All England 2007, dan mengantar mereka sebagai satu dari sedikit ganda putra Malaysia yang bisa bertengger di posisi teratas ranking BWF.

Kini, setelah melewati periode yang sulit dengan banyak tantangan, Rexy sukses mendorong Aaron/Soh menjadi juara dunia pertama dari negara itu.

Tentu, Rexy yang berstatus direktur pelatih ganda putra harus sedikit menunggu. Ia sampai harus menggerutu bahkan memberikan kritik pedas kepada anak-anak didiknya. Ia tak bisa menyembunyikan kekecewaan dan menahan diri untuk tidak berbicara tentang kekurangan mereka.

Satu demi satu pasangan Malaysia tak bisa bersaing dalam beberapa turnamen belakangan ini meski mereka lebih dijagokan.

Ternyata, dalam diam, Aaron/Soh yang juga tak luput dari kritikan mengubah setiap kata-kata pedas dari pria kelahiran Ternate, Maluku dan cuitan kasar netizen setempat sebagai motivasi yang hari ini mereka bayar lunas dengan prestasi.

Axelsen Tak Terbendung, China Juara Umum

Viktor Axelsen melanjutkan dominasinya. Tunggal putra asal Denmark itu kembali berjaya usai memetik kemenangan atas Kunlavut Vittidsarn.

Pemain yang disapa Viggo itu seperti terlalu tangguh bagi pemain muda Thailand yang dipaksa menyerah straight set 21-5 dan 21-16 dalam tempo 50 menit.

Ini menjadi kemenangan kelima Viggo atas View dalam lima pertemuan sejauh ini. Gelar keenam bagi Axelsen sepanjang tahun 2022 dan tak pernah kalah di partai final.

Penampilannya sungguh konsisten. Kedigdayaannya belum bisa sepenuhnya dipatahkan dengan hanya sekali menderita kekalahan di tahun ini.

Usianya yang baru 28 tahun tetapi sudah dua kali menjadi juara dunia membuatnya masih memiliki cukup waktu untuk mempertahankan dominasinya. Melihat ia bermain dan mengatur diri dengan begitu efisien, rasa-rasanya sulit bagi para pemain lain untuk bisa merebut takhta dan prestasi darinya dalam waktu dekat.

Indonesia bernasib seperti Korea Selatan dan Thailand: kebagian masing-masing satu perak dan satu perunggu. Tambahan perunggu  bagi tim Garuda datang dari pasangan ganda putra Fajar Alfian/Rian Ardianto.

Puttita Supajirakul/Sapsiree Taerattanachai menyumbang perunggu bagi Thailand. An Se-young menambah koleksi bagi Negeri Ginseng.

Taiwan meraih dua perunggu dari sektor tunggal melalui Chou Tien Chen dan Tai Tzu-ying. Jerman dan India juga kebagian sekeping perunggu, persembahan dari  pasangan ganda campuran Mark Lamsfuss/Isabel Lohau  dan Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty dari ganda putra.

Sedangkan Denmark dan Malaysia sedikit lebih baik dengan membawa pulang sekeping emas.

Tuan rumah Jepang harus puas dengan satu emas, satu perak, dan satu perunggu (ganda putri Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara).  Emas disumbangkan Akane Yamaguchi yang mengalahkan Chen Yu Fei dari China di final tunggal putri, 21-12 10-21 dan 21-14.

Yuta Watanabe/Arisa Highashino yang menjadi unggulan ketiga belum berhasil membendung Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong yang kembali menemukan bentuk permainan terbaik seperti sebelum kehilangan medali emas ganda campuran di Olimpiade Tokyo tahun lalu.

Kemenangan Zheng/Huang, unggulan teratas, dalam dua gim 21-13 dan 21-16, memastikan China keluar sebagai juara umum dengan dua medali emas, satu perak, dan dua perunggu (tunggal putra Zhao Junpeng dan ganda campuran Wang Yilyu/Huang Dongping).

Emas lainnya bagi Negeri Tirai Bambu dipersembahkan unggulan teratas ganda putri, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan yang sukses meredam ambisi pasangan Korea Selatan yang dijagokan di tempat keempat, Kim So Yeong/Kong Hee Yong, 22-20 dan 21-14.

Para pebulutangkis top masih akan bertahan dan kembali beradu di Negeri Sakura. Mereka hanya perlu berpindah tempat ke Osaka, tempat berlangsungnya Japan Open Super 750, 30 Agustus-4 September nanti.

Ini menjadi kesempatan bagi para pemain Indonesia untuk menebus kegagalan, serentak mulai serius mengukur diri apakah bisa lebih baik di event yang sama tahun depan di Kopenhagen, Denmark.

Hasil final BWC 2022: tournamentsoftware.com
Hasil final BWC 2022: tournamentsoftware.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun