Target ini terdengar terlalu muluk bila tidak dibarengi dengan pembenahan serius. Hanya akan manis di bibir bila tidak disusul dengan langkah konkret baik dalam menyusun peta jalan maupun pelaksanaan  secara konsekuen dan terukur di lapangan. Untuk itu dibutuhkan gebrakan dan keberpihakan serius PSSI. Tidak bisa tidak.
Pertama, dibutuhkan kompetisi berjenjang yang dikelola secara serius, profesional, dan berkelanjutan. Patut diakui, tidak seperti tim putra, sepak bola putri masih menjadi anak tiri di negeri ini.
Minimnya perhatian tidak hanya dalam penyelenggaraan kompetisi, tetapi juga dalam sepak terjang tim nasional. Di balik hasil buruk tim muda Indonesia, berhembus kabar miris soal seragam yang mereka kenakan yang dianggap masih ketinggalan.
Belum lagi soal promosi dan apresiasi baik melalui wacana positif yang masif, kebijakan strategis, hingga sokongan material.
Pandemi Covid-19 yang menerjang beberapa tahun belakangan ini seperti menegaskan mati surinya kompetisi sepak bola putri dalam negeri. Liga 1 putri dalam dua tahun terakhir tidak digelar. Alasan utama sudah seperti kita ketahui.
Tahun ini, saat Liga 1 putra mulai bergelora, tim putri belum juga menunjukkan isyarat positif. PSSI sudah merencanakan agar Liga 1 putri kembali bergulir. Namun, hingga kini seperti belum ada kejelasan.
Apakah Liga 1 putri tahun ini bakal kembali vakum, PSSI? Semoga tidak!
Kedua, memang daya tarik sepak bola putra masih lebih kuat ketimbang di sektor putri. Lebih berkembang dan maju pengelolaannya-meski tidak setali tiga uang dengan prestasinya-hingga level klub. Demikian juga, dukungan dari pihak-pihak sponsor masih lebih condong melirik sepak bola putra.Â
Tidak demikian dengan sepak bola putri yang masih jauh dari perhatian. Belum menjadi magnet yang menggoda para pihak untuk ikut ambil bagian.Â
Jelas, hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Memasyarakatkan sepak bola putri agar bisa melahirkan banyak bibit potensial, menarik perhatian banyak pihak untuk memberikan dukungan pada pengelolaan dan pembinaan  berjenjang dan berkelanjutan baik di tingkat klub maupun tim nasional, hingga keseriusan PSSI untuk membagi perhatian sama besar terhadap sepak bola putri.
Saya membayangkan satu hal ini. Bila fenomena orang kaya dan para artis yang berlomba-lomba membeli klub-klub sepak bola terjadi juga di tim putri, maka fajar geliat industri sepak bola putri dalam negeri niscaya menyingsing.