Demikian kenangan penting akan Sterling. Sosok yang kerap difitnah karena penyelesaiannya yang kadang jauh dari memuaskan.
Namun, peran penting di laga-laga krusial sungguh tak bisa dinafikan. Bila tak ada Sterling yang menjadi bagian dari cerita lima menit kebangkitan City, maka Mei lalu akan menjadi bulan kelabu bagi Manchester Biru.
Sejak meninggalkan Anfield pada 2015, Sterling adalah bagian dari proyek besar Guardiola. Tidak ada pemain lain yang mendapat lebih banyak kepercayaan dari Pep Guardiola. Tidak ada pemain lain yang mencetak lebih banyak gol darinya.
Entah apa alasan mendasar Guardiola dan City enggan mempertahankannya, meski hanya untuk menyelesaikan satu tahun sisa kontraknya.
Tentu lebih dari sekadar besarnya bayaran per minggu yang harus mereka keluarkan. Angka 300 ribu poundsterling bukanlah angka yang signifikan untuk klub sekelas City.
Karena besarnya kuasa klub itulah Guardiola seperti tak berdaya untuk mempertahankan pemain yang sudah dikenalnya secara baik selama enam musim. Hal ini tergambar dalam pernyataan pelatih asal Spanyol itu, seperti dilansir dari skysports.com:
"Jika kita menghitung jumlah permainan yang dia mainkan sejak kami bersama, itu banyak. Dia adalah pemain kunci. Di masa depan? Saya tidak tahu apa yang akan terjadi. Klub yang memutuskan."
Bisa jadi, memang Sterling ingin segera mencari tantangan baru seperti yang dilakukan Sadio Mane. Empat gelar Liga Primer Inggris, berikut Piala Liga dan Piala FA sudah lebih dari cukup.
Saatnya bagi Sterling untuk mengejar sesuatu yang lebih yang belakangan belum mampu dicapai City: Liga Champions.
Menanti Kelanjutan
Chelsea pun bukan tanpa alasan memboyong Sterling. Menyepakati harga yang dipatok City, tak jauh dari angka 50 juta poundsterling seperti yang pernah disyaratkan Guardiola, dibarengi dengan proyeksi tertentu.