Â
Sebelum pertandingan, tim nasional Indonesia berada dalam tekanan ganda. Bertindak sebagai tim tamu, plus prediksi yang kurang menguntungkan.
Media setempat terang-terangan menyebut kans skuad Garuda tipis. Indonesia tak bisa berbuat banyak menghadapi para wakil Timur Tengah. Sepak terjang Indonesia tidak lebih dari penggembira belaka. Pada akhirnya, Indonesia akan tersisih.
"Situasi itu meningkatkan peluang Al-Azraq mencapai putaran final, karena perbedaan teknis antara tim Nepal dan Indonesia. Artinya, dua tiket ke putaran final akan dimiliki Al-Azraq dan Yordania," demikian Al Anbaa, media berbasis di Kuwait, negara yang menjadi lawan pertama Indonesia di Grup A Kualifikasi Piala Asia 2023, melansir tribunnews.com.
Ternyata, hasil akhir berbeda. Stadion Internasional Jaber Al-Ahmad, Kuwait City, Rabu (8/6/2022) malam WIB, menjadi saksi hancurnya prediksi Al Anbaa.
Indonesia justru mampu memberikan perlawanan bahkan bisa memenangi pertandingan. Â Kemenangan tipis 2-1 atas tuan rumah lebih dari cukup membungkam mulut besar mereka yang pesimis dengan kemampuan armada Shin Tae-yong.
Memang bisa dimaklumi media setempat lebih mengunggulkan Kuwait. Â Selain faktor tuan rumah, negara itu hampir selalu menjadi langganan Piala Asia. Mereka hanya tiga kali absen dari 13 edisi terakhir.
Tidak sampai di situ. Negara monarki yang kaya akan minyak itu bahkan pernah menjadi juara Piala Asia 1980. Saat itu, mereka menjadi penyelenggara.
Faktor lain adalah keunggulan dalam statistik pertemuan. Indonesia belum pernah menang atas Kuwait setidaknya dalam 42 tahun terakhir. Dalam enam pertemuan terakhir, Indonesia hanya sekali menang, tiga kali imbang, dan tiga lainnya berakhir dengan kekalahan.
Kali ini, Kuwait tetap percaya diri bisa menjaga tren positif itu. Kuwait dan Yordania, di atas kertas, memang lebih dijagokan ketimbang dua wakil lainnya yakni Indonesia dan Nepal.
Namun, prediksi adalah prediksi. Hasil akhir masih harus ditentukan di lapangan pertandingan, bukan di sosial media dan media arus utama.
Masa lalu adalah sejarah dan masa kini dan masa depan bisa saja menjadi misteri yang terbuka pada setiap kejutan.
Persis itulah yang dilakukan timnas Indonesia kali ini. Kemenangan yang diraih membuat media setempat hanya bisa mencari pembenaran diri dan membuat harapan Indonesia untuk berlaga di putaran final semakin besar.
Kuwait dengan segala kegemilangan dan nama besar harus berjuang keras untuk bangkit di laga-laga selanjutnya. Tidak cukup dengan memenangi perang urat saraf.
Indonesia yang mengincar penampilan kelima di Piala Asia menduduki posisi kedua klasemen sementara Grup A. Indonesia kalah selisih gol dari Yordania yang berada di posisi teratas berkat kemenangan dua gol tanpa balas atas Nepal.
Lantas, apa yang membuat Kuwait asuhan Vitezlav Lavicka harus menyerahkan tiga poin pertama kepada Indonesia, tim yang mereka remehkan itu? Dengan kata lain, mengapa Indonesia bisa membawa pulang poin penuh dari markas tim unggulan itu?
Pertama, faktor pemain, tentu saja. Ada beberapa nama yang patut digarisbawahi. Mereka adalah para pencetak gol yakni Marc Klok dan Rachmat Irianto.
Marc Klok, pemain naturalisasi yang selalu menjadi langganan belakangan ini, dengan segala ketenangan dan kematangannya berhasil mengeksekusi penalti di menit ke-44.
Patut dicatat, gol tersebut tidak lepas dari Rachmat Irianto. Pergerakan pemain 22 tahun itu di kotak terlarang membuat kiper tuan rumah, Hussain Kankone, terpaksa menjegalnya
Gol pemain kelahiran Belanda, 29 tahun silam membuat skor sama kuat. Pendukung tuan rumah lebih dahulu bersorak setelah Yousef Al Sulaiman mencatatkan namanya di papan skor di menit ke-41.
Selanjutnya, Rachmat Irianto, kembali menjadi pembeda. Babak kedua baru berjalan dua menit, mantan pemain Persebaya Surabaya itu berhasil menuntaskan bola pantulan dari tendangan Witan Sulaeman. Sepakan kaki kiri penggawa Persib Bandung itu bersarang mulus di gawang tuan rumah.
Tidak mengherankan nama Rachmat menjadi buah bibir pasca-pertandingan. Ia menjadi bagian penting dari kemenangan Indonesia yang tidak diperkuat Evan Dimas Darmono, Egy Maulana Vikri, hingga para pemain keturunan seperti Sandy Walsh dan Jordi Amat.
Dua nama terakhir batal diboyong lantaran proses naturalisasi belum juga rampung.
Kedua, Â tidak hanya peran para pemain kunci di atas, faktor lain yang membuat Indonesia bisa mengakhiri catatan buruk selama lebih dari empat dekade menghadapi Kuwait adalah motivasi tinggi yang terjelma dalam mental yang kuat.
Seperti disinggung di awal, Indonesia berada dalam situasi yang kurang menguntungkan. Statistik pertemuan, kondisi tim, hingga status sebagai tim tamu.
Dalam situasi seperti itu, kekuatan fisik dan psikis jelas dibutuhkan. Para pemain Indonesia membuktikan mereka adalah para petarung yang pantang menyerah sebelum peluit akhir dibunyikan.
Ketiga, komposisi dan strategi bermain. Shin Tae-yong menurunkan formasi 3-5-2 untuk meladeni Kuwait yang tampil dengan formasi 4-3-3.
Nadeo Argawinata mengisi pos penjaga gawang. Elkan Baggott, Rizky Ridho, dan Fachruddin Aryanto di barisan pertahanan.
Lini tengah diisi Saddil Ramdani, Rachmat Irianto, Marc Klok, Â Ricky Kambuaya, dan Pratama Arhan untuk mendukung duet Irfan Jaya dan Stefano Lilipaly di sektor depan.
Komposisi ini terbukti bisa meredam agresivitas tuan rumah di satu sisi dan menciptakan serangan balik yang berbahaya.
Kuwait memang mendominasi pertandingan. Mereka selalu mengancam. Namun, solidititas para pemain bertahan Indonesia patut diacungi jempol.
Empat pemain bertahan yang dimotori Fachruddin menjelma benteng tangguh. Mereka bisa menghindari gawang Nadeo Argawinata dari kebobolan lebih dari satu gol.
Sebaliknya, Indonesia bisa melakukan transisi dengan cepat. Dengan tanpa penyerang murni, trio Irfan Jaya, Saddil Ramdani, dan Lilipaly bisa meningkatkan akselerasi serangan Indonesia. Gol Rachmat Irianto adalah bukti paling jelas dari efektivitas permainan Indonesia. Setelah digempur, Indonesia bisa bangkit memberikan serangan balik mematikan.
Keempat, peran Shin Tae-yong tidak terbantahkan. Dialah sang arsitek sekaligus motivator. Taktik, formasi, hingga suntikan semangat adalah bagian tak terpisahkan dari kerja Shin Tae-yong yang berbuah manis kali ini.
Ada hal menarik yang dikemukakan Rachmat Irianto usai pertandingan.
"Di babak kedua kami ikuti arahan pelatih bahwa kita harus lebih bekerja keras dan memilii motivasi yang tinggi untuk memenangkan pertandingan."
Kesaksian dari putra mantan pemain timnas Indonesia, Bejo Sugiantoro itu lebih dari cukup menggambarkan peran penting pelatih asal Korea Selatan itu.
Kelima, memang tidak mudah bagi para pemain Indonesia untuk beradaptasi dengan cuaca Kuwait yang membara dengan suhu 40 derajat celcius.
Butuh perjuangan ekstra bagi skuad Merah Putih untuk menyesuaikan diri dengan tantangan eksternal. Seperti dikatakan Rachmat Irianto, babak pertama mereka kewalahan.
Bisa dipahami, tentu saja. Namun, hambatan alam itu tidak membuat mereka patah semangat. Kondisi cuaca yang begitu panas tidak menjadi alasan untuk menyerah. Mereka menolak tunduk pada alam dan segala rasa rendah diri.
Dengan semangat Garuda di dada, tim Indonesia berjuang sekuat-kuatnya dan bertarung sehormat-hormatnya. Kemenangan ini adalah rangkuman dari segala perjuangan tim yang tak kenal lelah.
Kemenangan ini memberikan banyak pengaruh positif. Mengakhiri riwayat minor dan membuat mulut media Kuwait tak bisa berkata-kata.
Lebih penting dari itu. Hal ini menunjukkan peningkatan permainan tim yang diharapkan bisa berbuah kemenangan saat menghadapi Yordania (Minggu, 12 Juni 2022 siang WIB), dan Nepal (Rabu, 15 Juni 2022 siang WIB).
Pada akhirnya, Indonesia bisa mengantongi satu dari 11 tiket tersisa menuju putaran final Piala Asia 2023, entah sebagai juara grup, atau sekurang-kurangnya sebagai satu dari lima runner-up terbaik.
Kalau bisa meraih hasil sempurna, tentu akan lebih bagus untuk membuat mulut para pengkritik sampai tak bisa berkata-kata lagi.
Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H