Namun, prediksi adalah prediksi. Hasil akhir masih harus ditentukan di lapangan pertandingan, bukan di sosial media dan media arus utama.
Masa lalu adalah sejarah dan masa kini dan masa depan bisa saja menjadi misteri yang terbuka pada setiap kejutan.
Persis itulah yang dilakukan timnas Indonesia kali ini. Kemenangan yang diraih membuat media setempat hanya bisa mencari pembenaran diri dan membuat harapan Indonesia untuk berlaga di putaran final semakin besar.
Kuwait dengan segala kegemilangan dan nama besar harus berjuang keras untuk bangkit di laga-laga selanjutnya. Tidak cukup dengan memenangi perang urat saraf.
Indonesia yang mengincar penampilan kelima di Piala Asia menduduki posisi kedua klasemen sementara Grup A. Indonesia kalah selisih gol dari Yordania yang berada di posisi teratas berkat kemenangan dua gol tanpa balas atas Nepal.
Lantas, apa yang membuat Kuwait asuhan Vitezlav Lavicka harus menyerahkan tiga poin pertama kepada Indonesia, tim yang mereka remehkan itu? Dengan kata lain, mengapa Indonesia bisa membawa pulang poin penuh dari markas tim unggulan itu?
Pertama, faktor pemain, tentu saja. Ada beberapa nama yang patut digarisbawahi. Mereka adalah para pencetak gol yakni Marc Klok dan Rachmat Irianto.
Marc Klok, pemain naturalisasi yang selalu menjadi langganan belakangan ini, dengan segala ketenangan dan kematangannya berhasil mengeksekusi penalti di menit ke-44.
Patut dicatat, gol tersebut tidak lepas dari Rachmat Irianto. Pergerakan pemain 22 tahun itu di kotak terlarang membuat kiper tuan rumah, Hussain Kankone, terpaksa menjegalnya
Gol pemain kelahiran Belanda, 29 tahun silam membuat skor sama kuat. Pendukung tuan rumah lebih dahulu bersorak setelah Yousef Al Sulaiman mencatatkan namanya di papan skor di menit ke-41.
Selanjutnya, Rachmat Irianto, kembali menjadi pembeda. Babak kedua baru berjalan dua menit, mantan pemain Persebaya Surabaya itu berhasil menuntaskan bola pantulan dari tendangan Witan Sulaeman. Sepakan kaki kiri penggawa Persib Bandung itu bersarang mulus di gawang tuan rumah.