Sebuah olahraga jantung  dari ketertinggalan 10 poin dalam kedudukan 7-17 hingga dua poin penentuan yang memompa adrenalin, yang kemudian dimenangi pasangan Indonesia 22-20 8-21 24-22 dalam tempo satu jam dan enam menit. What a match!
Ketiga, Vito adalah kunci pamungkas.
Ya, pemain tunggal putra paling senior dari sisi usia, tetapi senantiasa berada di balik bayang-bayang Ginting dan Jojo.
Pemain berusia 28 tahun itu menjadi harapan dari tim Indonesia beserta para pendukung di Tanah Air saat menghadapi Kodai Naraoka di partai kelima.
Tampil saat skor imbang 2-2 setelah Jonatan Christie dan Fajar/Aflian dikalahkan Kenta Nishimoto 20-22 13-21 dan Akira Koga/Yuta Watanabe 14-21 21-13 18-21, Vito menjadi tumpuan terakhir tim Merah Putih.
Secara peringkat Vito lebih baik. Ranking 24 versus 48 BWF. Namun, Vito sungguh mewaspadai pemain 20 tahun yang memiliki keuletan dan kecepatan.
Ditambah lagi, Kodai semakin bersemangat setelah tim Jepang mampu mengejar ketertinggalan 0-2. Pertarungan yang berlangsung tengah malam itu menjadi ujian bagi ketahanan fisik dan mental kedua pemain.
Vito unggul jauh 11-2 di interval pertama. Kesempatan bagi Vito untuk terus mengumpulkan poin saat sang lawan tengah berjuang bangkit. Pemain kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah it uterus menjauh 13-4, 14-5, 17-12, 19-15 hingga menutup gim pertama, 21-17.
Seperti saat mengadapi Jia Wei Joel Koh dari Singapura dan Sitthikom Thammasin asal Thailand di dua pertandingan awal penyisihan Grup A, dalam situasi yang lebih memeras adrenalin, Vito menunjukkan keunggulan smes, taktik permainan, dan pertahanan.
Hanya kehilangan poin pertama, Vito kemudian berbalik unggul, 2-1, 5-2, 8-2, hingga 11-4. Dalam posisi memimpin, Vito berusaha agar kendali tidak sampai lepas. Dalam 44 menit Vito menunjukkan diri sebagai kunci terakhir yang mengantar skuad Merah Putih ke partai pamungkas, tangga terakhir untuk mempertahankan gelar, berkat kemenangan straight set, 21-17 dan 21-11.