Dua nama terakhir menjadi topik tren sejak Rabu (11/5/2021) pagi WIB. Buntut dari pertemuan mereka di pertandingan ketiga penyisihan Grup A Piala Uber 2022 di Impact Arena, Bangkok, Thailand.
Sementara nama pertama ikut terseret walau tidak berada di tempat yang sama. Jorji, sapaan Gregoria, sedang berada di Vietnam, berjuang bersama Putri Kusuma Wardhani dan delapan pemain putri lainnya di SEA Games 2022.
Lantas, mengapa Jorji ikut disebut? Ya, Jorji adalah tunggal putri Indonesia dengan ranking terbaik. Ia adalah pemikul beban dari seretnya prestasi sektor ini selama bertahun-tahun.
Sebagai pemain yang menonjol di level junior prestasinya di kelas senior belum signifikan. Puja-puji di awal telah sirna. Kini berganti suara-suara minor. Para fan seperti belum terpuaskan dengan performa Jorji. Jorji masih butuh waktu untuk memenuhi ekspektasi besar yang terlanjur digantung.
Para pemain yang lebih muda secara usia dan peringkat dunia dikirim ke Bangkok membuat tanggung jawab Jorji sedikit berkurang. Jorji kini hanya perlu fokus meraih satu dari tiga target minimal medali emas di pesta olahraga antarnegara ASEAN itu.
Sementara itu, tanggung jawab di Piala Uber berpindah ke para pemain junior. Jam terbang minim tak menjadi alasan. Usia belia bukan ganjalan. Mereka pun diserahkan tanggung jawab tak mudah. Minimal memperbaiki prestasi di edisi sebelumnya di Aarhus, Denmark, tahun lalu.
Saat itu, tim Uber Indonesia terhenti di perempat final, takluk dari Thailand dengan skor tipis 2-3. Para wajah baru kali ini diharapkan bisa finis selangkah lebih maju. Semifinal.
Saat tulisan ini dibuat, tim muda Indonesia sudah menyamai prestasi edisi sebelumnya. Hanya perlu satu kemenangan lagi untuk memenuhi target.
Menariknya, langkah para srikandi Merah Putih ke delapan besar meninggalkan catatan impresif. Dua kemenangan dengan skor telak, 5-0 atas dua wakil Eropa di grup ini yakni Prancis dan Jerman. Plus kemenangan fenomenal Bilqis Prasista atas Akane Yamaguchi.
Itulah akhir cerita Bilqis versus Akane di pertemuan pertama mereka. Bilqis yang masih merangkak dari posisi 333 BWF tidak hanya merepotkan tetapi membuat pemain nomor satu dunia itu tak berkutik.
Pemain yang karib disapa Sista itu mempertontonkan kekuatan mental, kecepatan, keuletan, hingga daya juang tinggi. Dunia sudah mengetahui seperti apa Akane di lapangan pertandingan.
Namun, kualitas Akane yang sudah teruji itu justru bisa diuji pemain kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 24 Mei 2003. Terbukti, Sista bisa menemukan titik lemahnya untuk mengunci kemenangan straight set dengan skor identik, 21-19 dan 21-19.
Sebelum laga ini, apapun prediksi tetap mengerucut pada satu kesimpulan. Akane akan menang, malah secara mudah. Â Ternyata, Sista membalikkan hasilnya dengan penampilan apik di arena pertandingan.
Dalam waktu 35 menit, Sista berhasil meredam agresivitas, kecepatan, ketangkasan, dan kekuatan Akane. Akane hari ini tidak terlihat seperti Akane sesungguhnya.
Tentu, ini bukan semata-mata faktor kesengajaan Akane, tetapi sebagai hasil dari penampilan Sista yang membuatnya setelah laga itu hanya bisa geleng-geleng kepala merasa tidak percaya dengan hasil akhir.
Ya, sejarah sudah ditorehkan Sista dan bulutangkis Indonesia. Sektor yang selama ini menjadi sorotan karena belum juga bangkit dari tidur panjang untuk menghadirkan prestasi kelas dunia seperti mendapatkan angin segar.
Matahari harapan yang dipancarkan Sista dari Impact Arena yang memberi optimisme bahwa tunggal putri Indonesia bakal segera bangun dan kembali mengguncang dunia.
Terima kasih Bilqis. Kemenangan yang bukan pemberian gratis dari lawan. Juga bukan karena keberuntungan semata dari strategi tim Indonesia.
Wanti-wanti
Laiknya sasaran buah bibir, Bilqis pun dipenuhi puja-puji. Ada yang menyebutnya sebagai penerus Susi Susanti. Dan masih banyak lagi.
Di satu sisi, kita bisa memahami bila Bilqis banjir sanjungan. Sama seperti yang saya berikan di bagian sebelumnya. Untuk pencapaian kali ini, Bilqis memang layak memanennya. Harga yang pantas ia terima.
Namun di sisi lain, kemenangan ini perlu ditanggapi secara arif. Ia bisa berubah menjadi pedang bermata dua. Salah satu sisinya justru menghujam ke diri sendiri, menyasar Bilqis dan bulu tangkis Indonesia.
Pengalaman Jorji bisa menjadi acuan. Akane bukan pemain sempurna yang tak punya kelemahan. Ia menjadi besar pun berkat sejumlah kekalahannya atas Jorji termasuk di awal pertemuan di Asian Games 2018. Saat itu, Jorji berusia 19 tahun, sama seperti Bilqis saat ini.
Tentu dua pertemuan itu tidak bisa dibandingkan. Tempat dan waktu jelas tak sama. Situasi yang melingkupi pun berbeda.
Setelah awal yang mencengangkan itu, Jorji kemudian diganjari berbagai apresiasi. Seperti Bilqis hari ini, Jorji juga diproyeksi akan segera menjadi pemain top seperti para legenda.
Nyatanya, setelah sekian tahun berlalu, Jorji masih terus berproses. Ia terus berjuang memanen prestasi di level senior. Bersaing dengan para pemain dari mana-mana. Bila ranking dunia Jorji kini disandingkan dengan Akane, posisinya sungguh bertolak belakang.
Tren prestasi keduanya bergerak ke arah berlawanan. Akane bergerak maju dan kini sudah mencapai puncak. Sementara Jorji malah menjauh dari titik tertinggi, dari 20 besar sekarang makin tercecer di 30 BWF.
Patut diakui, dalam setiap ayunan raketnya Jorji selalu membawa serta harapan besar dari para penggemar di Tanah Air. Tunggal putri terbaik yang seharusnya terus menjadi lebih baik. Mantan bintang muda yang sinarnya tak boleh redup dan semestinya makin terang di level senior seperti Akane atau Ratchanok Intanon.
Itulah harapan yang kemudian menjadi beban. Ketika Bilqis membuat sejarah tersendiri hari ini, beban berat di pundak Jorji mulai terurai. Bilqis dan para pemain muda di Piala Uber mendapatkan sedikit demi sedikit dari beban yang cukup lama dipikul Jorji, kemudian dibagi sebelumnya dengan Putri KW.
Pandangan mata dan harapan publik mulai terbagi. Dari Jorji kepada para pemain muda. Bilqis, Komang Ayu Cahya Dewi, dan para junior lainnya yang mencuri perhatian di panggung Piala Uber 2022.
Pada waktu bersamaan, publik pun dipertegas dengan fakta yang terjadi pada Jorji memiliki kemungkinan repetisi pada para penerusnya. Untuk itu, sikap bijak yang perlu kita pelihara adalah mengendalikan ekspektasi.
Biarlah para pemain potensial itu terus berproses dalam latihan dan turnamen. Biarlah Jorji dengan beban yang semakin berkurang bermain lebih lepas dan menikmati setiap ayunan raketnya.
Kita, para pendukung, wajib mendukung secara proporsional. Selebihnya biarlah mereka dan waktu yang menjawab.
Optimis di fase gugur
Kemenangan Bilqis adalah kejutan kecil di pertandingan pamungkas. Skor akhir tetap berpihak pada Jepang.
Di atas kertas, kekuatan Indonesia lebih inferior dari Jepang. Jepang yang merupakan runner-up edisi sebelumnya memiliki kedalaman skuat yang lebih baik, dengan mengandalkan para pemain tunggal dan ganda yang menempati jajaran elite dunia.
Sementara para pemain Indonesia rata-rata baru diorbitkan ke level senior. Dua dari antaranya hanya memiliki pengalaman sebagai pemain "cadangan" di Piala Uber 2020 yang digelar pada 2021 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark dan menjadi sedikit dari kakuatan utama tim putri Indonesia saat menjuarai Badminton Asia Team Championship 2022 di Selangor, Malaysia, akhir Februari lalu.
Selebihnya adalah pendatang baru di turnamen beregu utama. Wajah-wajah baru yang belum memiliki ranking dunia yang tinggi.
Situasi ini ternyata membawa pengaruh tersendiri. Mereka tampil tanpa beban walau sebenarnya kepada mereka tetap diberi target tinggi: semifinal.
Belum ada riwayat pertemuan dengan para pemain lawan membuat para pemain Indonesia bisa memberikan kejutan.
Pihak PBSI sepertinya benar-benar memanfaatkan situasi itu sebagai senjata untuk membuat lawan kebingungan. Persis yang dilakukan saat menghadapi Negeri Sakura di pamungkas grup.
Alih-alih menurunkan Komang Ayu Cahya Dewi sebagai tunggal pertama, Indonesia justru mengejutkan Jepang dengan menyodorkan Bilqis Prasista sebagai lawan Akane Yamaguchi.
Komang yang rutin menjadi tunggal pertama dan konsisten menyumbang angka di dua laga sebelumnya kontra Prancis dan Jerman diistirahatkan.
Di sisi lain, pemain asal Bali itu belum lama ini menghadapi Akane di Badminton Asia Championship 2022 di Filipina, beberapa pekan lalu. Saat itu, Komang hanya mampu memaksa Akane bermain rubber game sebelum menyerah 23-21, 9-21, dan 19-21 di babak 16 besar.
Selain Komang, tunggal putri lainnya Aisyah Sativa Fatetani berikut Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi dan Nita Violina Marwah yang berpasangan dengan Lanny Tria juga ditepikan.
Mereka yang menjadi tumpuan di dua pertandingan pertama menjadi penyemangat dari sisi lapangan. Sebagai gantinya, Tasya Farahnaila dan Siti Sarah Azzahra menjadi pendamping Bilqis di arena.
Melani Mamahit/Tryola Nadia menjadi ganda pertama dan Lanny Tria Mayasari dipasangkan dengan Jesita Putri Miantaro.
Dengan perubahan "line-up" yang signifikan, para pemain Indonesia sepertinya siap untuk mengejutkan raksasa Asia yang tampil dengan formasi terbaik mulai dari Akane, Sayaka Takahashi (ranking 13 BWF), dan RIko Gunji (ranking 127 BWF) di sektor tunggal, serta Nami Matsuyama/Chiharu Shida (ranking 7 BWF) dan  pasangan bongkar pasang dengan kualitas yang sudah teruji, Yuki Fukushima/Mayu Matsumoto (kini ranking 930 BWF) di sektor ganda.
Dipastikan nama Sista akan semakin melambung. Ia akan mendapat sorotan baik dari fan badminton di dalam negeri maupun dari mancanegara. Kemenangan atas Akane akan menjadi buah bibir masyarakat luas.
Potensi besar Sista yang mewujud kemenangan besar atas Akane tentu tidak lepas dari rekam jejaknya sebagai pemain junior potensial di Asia. Bakat besar yang diturunkan dari kedua orang tuanya, Joko Supriyanto dan Zelin Resiana yang merupakan legenda bulu tangkis Indonesia dengan sederet prestasi mentereng kelas dunia.
Tentu kemenangan Sista atas Akane bukan akhir dari segalanya. Pertandingan kontra Jepang bukanlah pamungkas yang perlu dirayakan seakan-akan turnamen sudah usai.
Tidak. Kemenangan Sista adalah bagian dari upaya tim muda Indonesia untuk meraih prestasi di ajang beregu putri ini. Setelah ini, mereka akan menghadapi lawan yang tak kalah berat di babak delapan besar. Kemenangan Sista adalah stimulus untuk menghadapi pertarungan lainnya.
Pertandingan kontra Jepang adalah penentuan siapa yang menjadi juara grup A. Tentu, menjadi juara grup memberi keuntungan tersendiri. Bakal menghadapi salah satu dari runner-up grup lain. Begitu juga sebaliknya.
Lantas, bagaimana penampilan wakil Merah Putih di empat nomor lainnya?
Melani Mamahit/Tryola Nadia mampu memaksa Nami Matsuyama/Chiharu Shida bermain tiga gim. Melani/Tryola yang berperingkat 199 BWF berhasil merebut kemenangan di gim pertama dan nyaris memberi poin kedua bagi Indonesia apabila mampu memaksimalkan situasi di poin-poin akhir gim kedua.
Walau kalah 21-16 18-21 21-15, perjuangan Melani/Tryola selama lebih dari satu jam itu menunjukkan potensi mereka yang bisa diandalkan. Hampir mengalahkan pasangan nomor tujuh dunia dalam dua gim adalah isyarat positif.
Tasya Farahnailah yang menjadi tunggal kedua mendapat banyak pelajaran dari Sayaka Takahashi. Kekalahan telak 21-9 21-5 dari pemain ranking 13 BWF itu menuntut Tasya untuk terus berjuang memperbaiki penampilan dan mental bertanding agar bisa meninggalkan ranking 355 BWF saat ini.
Begitu juga ganda kedua dan tunggal ketiga yang harus mengakui kemenangan Yuki Fukushima/Mayu Matsumoto dan Riko Gunji. Jepang meraih dua poin terakhir melalui kemenangan straight set atas Lanny/Jesita dan Siti Sarah, 21-14 21-15 serta 21-12 24-22.
Kemenangan ini menegaskan dominasi Jepang di Grup A dan lolos ke babak delapan besar sebagai jawara grup. Indonesia yang sudah berjuang maksimal dan sempat membuat Jepang ketar-ketir di awal pertandingan satu langkah mendekati target semifinal.
Kita berharap penampilan para pemain muda Indonesia di babak delapan besar kian maksimal, hasil tempaan dua penampilan impresif serta pelajaran dan kejutan kecil di laga versus Jepang.
Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H