Di laga ini, Madrid memang mendominasi pertandingan dengan penguasaan bola 58 persen berbanding 42 persen. Hanya saja, tim tamu memiliki peluang lebih banyak dengan 20 tembakan dan enam di antaranya mengenai target.
Walau demikian, Madrid bermain lebih efisien dan efektif. Dengan 11 “shots” dan lima di antaranya “on target” Madrid bisa mengkonversi sebagian besarnya menjadi gol. Inilah yang menjadi keunggulan lain dari Madrid.
Tidak mengherankan bila Madrid sudah mengemas 81 poin dari 34 laga. Los Merengues unggul 17 poin dari Sevilla di posisi kedua dan 18 poin dari Barcelona.
Tim yang disebutkan terakhir adalah pesaing mereka dari musim ke musim. Namun, situasi berbeda di musim ini. Krisis yang mendera baik finansial maupun kepergian pemain bintang seperti Lionel Messi membuat tim asal Catalonia itu terjerembab dalam jurang krisis.
Tidak heran bila Blaugrana tak bisa mengawali musim dengan baik. Namun, tim itu berhasil membenahi diri seiring berjalannya waktu.
Sayangnya, Barcelona belum mampu memberi tekanan kepada Madrid yang seperti tanpa hambatan sejak awal musim.
Inkonsistensi para rival seperti Sevilla, Barcelona, hingga Atletico Madrid seakan membuka jalan bagi Madrid untuk merebut mahkota gelar.
"Grand Slam" Ancelotti
Selain konsistensi penampilan para pemain seperti Benzema yang seperti tak pernah berhenti mencetak gol, gelar LaLiga ini tidak lepas dari campur tangan sang juru taktik.
Ya, sulit membayangkan kemenangan demi kemenangan Madrid tanpa sosok pelatih asal Italia itu. Dengan jam terbangnya yang sudah sedemikian tinggi, ia bisa memberikan kepercayaan diri dan memastikan keseimbangan tim tetap terjaga.
Ancelotti adalah pelatih yang paling memahami seluk beluk Madrid. Kepergian Zinedine Zidane pada musim panas lalu, membuat Ancelotti tak segan meninggalkan Everton yang baru 18 bulan ditangani untuk kembali ke Madrid.