Bagi Anda yang mengikuti sepak terjang tim putra Indonesia di ajang Piala AFF Futsal 2022, tentu akan sepakat dengan saya.
Bukan semata-mata soal nasionalisme buta bahwa kalah atau menang negara kita tetap nomor satu. Perjuangan mereka memang patut kita apresiasi tinggi. Kita layak angkat topi tinggi-tinggi untuk mereka yang nyaris meruntuhkan dominasi Thailand di turnamen tersebut.
Perjalanan tim Merah Putih yang ditangani Mohammad Hashemzadeh asal Iran sejak pertandingan pertama hingga laga final di Indoor Stadium Huamark, Bangkok, Minggu (10/4/2022) lalu begitu mengesankan.
Indonesia menorehkan hasil hampir sempurna sepanjang babak penyisihan Grup A yang dihuni tuan rumah Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Kamboja. Di pertandingan pertama, Sunny Rizky dan kawan-kawan melumat Brunei, 12 gol tanpa balas.
Indonesia membuat Malaysia bertekuk lutut di laga kedua dengan skor 5-1. Kamboja pun ikut menjadi korban keganasan Indonesia dengan kekalahan mencolok 11-2.
Kemenangan telak di pertandingan pamungkas grup ini memang belum cukup meloloskan Indonesia ke semifinal sebagai juara grup. Sebab, di pertandingan ketiga, Indonesia yang sempat memimpin dua gol atas sang juara bertahan akhirnya harus puas dengan skor imbang 2-2.
Indonesia dan Thailand sama-sama mengemas 10 poin, hasil dari tiga kemenangan dan sekali seri. Namun, tim Gajah Perang unggul selisih gol atas Indonesia yakni 31 berbanding 25.
Di babak semifinal, kedigdayaan skuat Garuda tak mampu dibendung Myanmar. Kemenangan mencolok 6-1 pun mengantar Indonesia ke partai pamungkas, menghadapi Thailand yang di babak semifinal menang dengan skor tipis, 3-1 atas Vietnam.
Tanpa mahkota
Indonesia mencetak 36 gol hingga semifinal sehingga menjadi tim yang sungguh produktif sekaligus berbahaya. Tak mengherankan, Thailand pun kewalahan di partai final.
Seperti pertemuan di babak penyisihan grup, Indonesia sukses memimpin dua gol. Â Evan Soumilena dan Ardiansyah Runtuboy masing-masing mencetak gol di menit kedelapan dan 25.
Gol dari duo Papua itu membuat tuan rumah ketar-ketir. Indonesia mampu bertahan dengan sangat baik. Walau terus ditekan, konsentrasi dan fokus para pemain Indonesia tak tergoyahkan. Situasi ini terjadi hingga satu menit sebelum pertandingan usai.
Thailand yang memainkan skema "power play" akhirnya mendapat momentum positif. Titik balik Thailand terjadi di satu menit terakhir. Krit Aransanyalak dan Muhammad Osamanmusa membuat skor sama kuat.
Hasil imbang ini memaksa pertandingan berlanjut ke babak tambahan waktu 2x5 menit. Indonesia sempat berada dalam situasi tertekan setelah kehilangan Evan di babak pertama tambahan waktu. Evan yang berposisi sebagai pivot mendapat kartu kuning kedua.
Dua kartu kuning itu diraih Evan dalam waktu singkat. Buntut dari duel dengan Ronnachai Jungwongsuk dan senggolan pada Kritsada Wongkaeo.
Kartu merah itu sempat menuai protes keras dari Evan. Ia tetap menunjukkan reaksi keberatan hingga meninggalkan lapangan pertandingan.
Tanpa Evan, Indonesia tetap bisa meredam Thailand. Dengan satu pemain lebih sedikit membuat Indonesia tetap mampu membangun benteng pertahanan kecil. Gempuran demi gempuran Thailand tetap tak menggoyahkan benteng kokoh Indonesia.
Situasi ini terus terjadi hingga babak tambahan waktu kedua berakhir. Indonesia akhirnya takluk dalam adu penalti. Muhammad Albagir yang bermain gemilang sejak waktu normal tak kuasa membendung tembakan lima penendang tuan rumah.
Albagir, pemain Black Steel Manokwari sempat bertukar kesempatan dengan Iksan Rahadian. Tendangan Runtuboy mampu digagalkan Katawut Hankampa.
Kekalahan itu sungguh dramatis. Tim Indonesia sudah berjuang sehormat-hormatnya. Walau tak bermahkotakan gelar juara, mereka sudah menjadi juara di hati rakyat Indonesia.
Diperhitungkan
Indonesia sebenarnya sudah hampir berada di tubir tangga juara. Sayangnya, kesempatan emas itu bisa direbut Thailand, penguasa futsal di Asia Tenggara. Indonesia gagal meraih gelar kedua dan meruntuhkan dominasi Thailand dalam 15 dari 16 edisi terakhir.
Patut diakui, jam terbang para pemain Thailand di pentas futsal jauh lebih tinggi dari Indonesia. Thailand memiliki para pemain senior yang memiliki pengalaman tampil di Piala Dunia Futsal.
Selain itu, Thailand memiliki mesin gol dengan pengalaman level Eropa. Dia adalah Muhammad Osamanmusa yang bermain di Spanyol, salah satu negara terkuat di cabang olahraga ini.
Walau begitu, perjuangan Indonesia yang tak kenal lelah sukses memberi peringatan tersendiri bagi Thailand. Thailand bukan lagi penguasa tunggal yang sulit digoyang. Talenta-talenta Tanah Air sudah bisa bersaing dengan mereka.
Didukung Hashemzadeh yang belum lama menjadi pelatih kepala yakni sejak pertengahan Maret 2022 lalu, para pemain Indonesia bisa unjuk gigi.Â
Timnas yang kuat tentu lahir dari kompetisi futsal yang baik. Penyelenggaraan kompetisi domestic menjadi ajang menjaring dan mengorbit para pemain dari berbagai wilayah di Nusantara.
Menarik melihat skuat Indonesia yang diboyong ke Thailand. Dari 14 pemain, hanya satu yang berposisi pivot. Dia adalah Evan Soumilena. Evan yang tampil konsisten sepanjang turnamen terbukti mampu menjawab kepercayaan besar itu.
Ia didukung oleh para pemain lain yang mayoritas berposisi sebagai flank. Ardiansyah Nur, Ardiansyah Runtuboy, Mochammad Iqbal, Syauqi Saud, Guntur Sulistyo, Dewa Rizki, dan Firman Adriansyah. Di posisi anchor ada Sunny Rizky, Rio Pengestu, Marvin Alexa, dan Rizki Xavier.
Hashemzadeh terbukti mampu meracik dan membentuk mereka menjadi tim yang solid dalam bertahan dan trengginas saat menyerang. Statistik sepanjang turnamen adalah bukti yang tak terbantahkan.
 Level Asia
Indonesia memang kembali gagal mencapai klimaks di Piala AFF, seperti di edisi 2006, 2008, dan 2019. Namun, dua kali merepotkan Thailand dan memaksa skuat besutan Carlos Sesar dari Spanyol hingga babak adu penalti, adalah pencapaian tersendiri.
Hal itu menunjukkan peningkatan level permainan Indonesia. Indonesia memiliki potensi untuk berada sama tinggi dengan Thailand yang lebih dulu melebarkan sayap ke level dunia.Â
Mengandalkan para pemain yang bermain di dalam negeri, Indonesia sudah bisa merepotkan Thailand yang memiliki pemain dengan jam terbang tingkat dunia.
Bisa dibayangkan bila para pemain timnas Indonesia muncul dari kompetisi-kompetisi tingkat Asia misalnya. Bibit-bibit yang terlihat saat ini masih bisa terus berkembang bila diasah dalam tanur kompetisi yang profesional, memiliki tingkat persaingan yang tinggi, dan berpatokbanding pada klub-klub Thailand. Â
Kita berharap penampilan Indonesia di Piala AFF kali ini semakin memotivasi kompetisi dalam negeri agar semakin bergeliat dan kompetitif. Apalagi Indonesia akan tampil di Piala AFC di Kuwait pada 2023 mendatang.
Saat ini peringkat Indonesia di tabel ranking futsal Asia dan dunia semakin membaik. Indonesia sudah berada dalam lingkaran 10 besar Asia, di belakang  Kuwait, Lebanon, Kirgistan, Vietnam, Australia, Uzbekistan, Thailand, Jepang, dan Iran.
Peringkat dunia Indonesia pun membaik. Naik tiga tingkat ke posisi 45 dunia, per 16 Maret 2022.
Hal tersebut menjadi indikator positif. Tanda-tanda baik bagi masa depan futsal Indonesia. Kesempatan lepas landas ke kancah global sudah di depan mata.Â
Tampil di Piala Asia adalah satu langkah maju menuju Piala Dunia. Bila sepak bola belum bisa membawa kita ke pentas dunia, apakah futsal bisa mewujudkannya?
Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H