Sekali lagi, apakah anda sudah melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (SPT PPh)?
Terlepas dari kebingungan saya memahami istilah dan bagaimana menempatkan diksi teknis secara pas agar berterima dan masuk akal, sebagai warga negara yang baik, sudah menjadi menjadi kewajiban kita melakukannya.
Bagi para pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak ada pilihan lain selain melapor. Walau setiap penghasilan kita sudah dipotong dan diserahkan ke negara, pelaporan tersebut tetap dianggap penting, sekurang-kurangnya oleh negara.
Tak peduli seberapa besar penghasilan, seberapa banyak harta yang kita punya, seberapa beruntung kita mendapat bonus dan pemberian dari sana-sini, dan seberapa tinggi gunung hutang-hutang kita, selama setahun sebelumnya.
Setiap orang yang sudah memiliki penghasilan otomatis terikat pada ketentuan sebagai wajib pajak pribadi, untuk dibedakan dari wajib pajak badan "sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi."
Saya, warga negara serentak pemilik NPWP, mau tidak mau harus melakukannya. Saat ini, pelaporan itu sudah dipermudah karena bisa dilakukan secara daring. Tidak perlu mengisi lembar dokumen secara manual dan menyerahkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Pelaporan bisa dilakukan secara online melalui aplikasi e-Filing di https://djponline.pajak.go.id/. Pelaporan ini akan lebih mudah bagi yang sudah pernah mengisinya di tahun-tahun sebelumnya.
Namun demikian, mengisi SPT online tidak selalu mulus. Setidaknya, dari pengalaman saya yang baru saja menyelesaikannya.
Ya, pengisian ini baru saya lakukan menjelang batas akhir. Batas waktu pelaporan pajak bagi wajib pajak atau pekerja, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah maksimal tiga bulan setelah tahun pajak berakhir.