Jelas, hal-hal di luar batas kewajaran bisa mengangkangi prinsip-prinsip dan pilihan sang bawahan. Seorang karyawan bisa saja membuat batasan sendiri dan coba berpegang teguh pada batasan tersebut.
Misalnya, bersungguh-sungguh untuk tidak ingin bekerja melebihi waktu yang sudah digariskan dalam kesepakatan, tidak ingin diganggu saat hari libur atau kala akhir pekan, hanya akan menyelesaikan pekerjaan yang sudah disepakati, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip ini tentu dibuat untuk melindungi hak-hak karyawan agar jangan sampai dilanggar. Lebih dari itu, tidak sampai membuat kehidupannya menjadi tidak seimbang. Mengutamakan pekerjaan kantor di atas segala-galanya. Urusan pribadi dan rumah tangga harus dikorbankan.
Dalam situasi tertentu, bila dirasa tidak ada jalan tengah yang bisa diambil antara batasan sang karyawan dan kehendak "workaholic" atasan yang tak bisa dibendung, maka tidak ada pilihan lain selain berkata cukup.
Memilih untuk hengkang sebelum pekerjaan itu menimbulkan masalah baru dalam kehidupan karyawan bisa menjadi pilihan terbaik.
Selain mengambil jalan terakhir yang tak mudah ini, kita sejatinya sudah bisa memetakan budaya kerja suatu perusahaan sebelum kita mengajukan lamaran.
Dari profil, cerita, dan referensi kita bisa mendapatkan gambaran terkait tempat kerja tertentu. Tidak hanya soal reputasi, gaji, tetapi juga soal beban kerja dan berbagai tuntutan lainnya.
Singkatnya, ada baiknya melakukan riset terlebih dahulu sebelum melamar atau menerima tawaran kerja. Selengkap-lengkapnya informasi yang didapat akan membantu kita membangun ekspektasi dan menyesuaikannya dengan target yang ingin dicapai.
Bila kita tahu seperti apa perusahaan yang akan kita gabung maka kita sudah bisa mempersiapkan diri, termasuk menghadapi berbagai kemungkinan yang kurang menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H