Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Tommy Sugiarto, Gelombang Eksodus Atlet Malaysia, dan Suka Duka Pemain Independen

6 November 2021   08:08 Diperbarui: 10 November 2021   13:07 69330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tommy Sugiarto| Sumber: bwfbadminton.com

"Disiplin diri sangat penting bagi pemain independen. Sulit untuk mempertahankan. Saat aku malas dia menegurku dan saat dia malas aku memarahinya!" (Lai Pei Jing)

Menjadi pemain tim nasional (timnas) adalah impian setiap atlet. Tidak terkecuali di cabang bulu tangkis. Salah satu puncak prestasi seorang pebulu tangkis Indonesia adalah bisa bergabung di Pelatnas PBSI.

Lantas, apakah di luar Cipayung tidak ada harapan? Tentu tidak. Menjadi pemain independen bukan sebuah pilihan buruk. Menekuni kehidupan sebagai pemain profesional tetap sebuah panggilan luhur.

Begitulah yang saat ini dijalani Tommy Sugiarto. Salah satu pemain senior di sektor tunggal putra yang telah lama memilih jalur independen. Tommy memutuskan hengkang dari Pelatnas pada 2010 kemudian bergabung lagi pada 2013. Dua tahun berselang ia kembali memutuskan balik kanan meninggalkan Cipayung hingga saat ini.

Di usianya yang ke-33, putra dari mantan pebulu tangkis nasional era 1980-an, Icuk Sugiarto ini masih tetap mengayunkan raket di berbagai kejuaraan. Ia masih rutin mengikuti berbagai kompetisi.

Dengan modal 12 gelar yang sudah ia raih dan kemampuannya yang masih bisa bersaing, atlet kelahiran Jakarta ini terus berkelana dari gelanggang ke gelanggang.

Tommy adalah pemain tunggal putra yang diperhitungkan. Ia pernah mencapai peringkat tiga BWF di tahun 2014, kemudian posisinya mulai melorot ke urutan ke-14 pada 2018 dan saat ini berada di luar 20 besar dunia, tepatnya di peringkat ke-23 BWF.

Walau tak lagi berada di jajaran elite dunia, Tommy tetap berjuang. Ditambah lagi statusnya sebagai pemain independen tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bersaing.

Hasilnya, Tommy tampil cukup bagus dalam beberapa turnamen terakhir. Di Denmark Open Super 1000 yang berakhir 24 Oktober 2021 lalu, Tommy menjadi satu dari dua wakil Indonesia yang bertahan hingga babak semifinal.

Sayangnya, langkah Tommy dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti gagal berlanjut ke partai puncak. Tommy harus mengakui keunggulan pemain nomor satu dunia, Kento Momota, 7-21 dan 12-21.

Tommy memilih tidak ambil bagian di French Open Super 750 yang digelar dua hari setelah Denmark Open berakhir. Di turnamen itu, sektor tunggal putra Indonesia hanya diwakili Shesar Hiren Rhustavito.

Sebagai gantinya, pemain yang berulang tahun saban 31 Mei itu langsung bergerak ke Saarbrucken. Di ibu kota dan kota terbesar di negara bagian Saarland, Jerman itu menjadi tuan rumah HYLO Open.

Turnamen yang naik level dari Super 100 menuju Super 500 di tahun ini sudah mulai digelar sejak 2 November lalu. Tommy yang tak masuk dalam daftar unggulan berhasil mengawali kiprahnya di turnamen dengan total hadiah 320 ribu USD itu dengan manis.

Tommy sukses melewati hadangan Luis Enrique Penalver di babak 32 besar. Tommy butuh 34 menit untuk merebut tiket 16 besar dari pebulu tangkis Spanyol itu.

Kemenangan straight set 21-16 dan 21-14 kemudian menghadapkan Tommy dengan unggulan ketiga NG Ka Long Angus untuk berebut satu tiket ke babak perempat final. Pemain asal Hong Kong tanpa kesulitan di laga pertama dengan kemenangan dua gim atas wakil Prancis Brice Leverdez, 21-13 dan 23-21.

Gelombang Eksodus Pebulu Tangkis Malaysia

Sayangnya, langkah Tommy di turnamen yang semula bernama Saarlorlux Open harus terhenti. Ia takluk dua gim 20-22, 16-21 usai bertarung selama 42 menit dari lawannya yang pernah ia kalahkan lima kali dari total sembilan pertemuan.

Walau kalah, Tommy sudah berjuang maksimal. Kerja keras sudah menjadi kata kunci bagi Tommy, terutama sejak menjadi pemain profesional. Sebab, ia tidak hanya harus memikirkan hasil pertandingan tetapi juga segala hal.

Berbeda halnya bila ia masih menyandang pemain tim nasional. Sebagian beban bisa dialihkan ke PBSI. Ia hanya perlu fokus ke setiap pertandingan.

Perjuangan Tommy terefleksi lebih jauh dari kehidupan pemain profesional pada umumnya. Nasib mereka yang telah memutuskan hengkang atau "ditendang" dari Pelatnas tidak jauh berbeda.

Sudah banyak pemain Malaysia yang mengambil jalur tersebut. Seperti ada gelombang eksodus menjadi pemain profesional.

Pasangan ganda campuran Goh Soon Huat dan Lai Shevon Jemie semakin memperpanjang daftar pemain Negeri Jiran yang berlabel pemain independen.

Pasangan ini sanggup melangkah hingga perempat final French Open dengan mengalahkan Rodion Alimov dan Alina Davletova. Kemenangan dua gim 21-9 dan 21-13 atas pasangan Rusia itu menjadi bagian dari cerita awal mereka sebagai pasangan independen.

Sayangnya, langkah mereka terhenti di delapan besar setelah dikalahkan unggulan pertama dari Thailand Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, 14-21 dan 10-21.

Suka Duka

Shevon dalam wawancara usai pertandingan delapan besar mengakui penampilan mereka belum stabil. Keduanya belum mendapatkan kembali permainan terbaik setelah leg Asia pada awal tahun ini.

"Banyak hal yang naik dan turun. Mencari pendanaan dan membuat pengaturan, dan pembatasan perjalanan yang memengaruhi pelatihan kami, sehingga kinerja kami tidak stabil." ungkap Shevon memberikan alasan kepada bwfbadminton.com.

Curhatan Shevon di atas adalah bagian tak terpisahkan dari lika-liku perjuangan setiap pemain terutama yang tak menjadi tanggungan negara.

Shevon/Huat adalah dua dari daftar panjang sekitar 16 pemain di sektor ganda yang telah memilih jalur independen. Setelah meninggalkan timnas, mereka bekerja sama untuk berlatih bersama di bawah arahan pelatih Chin Ee Hui.

Beberapa dari antaranya adalah pasangan yang sudah mengukir prestasi tingkat dunia. Sebut saja dua pasangan peraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016 Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (ganda campuran) dan Goh V Shem dan Tan Wee Kiong (ganda putra).

Selain kedua pasangan yang sudah hengkang dari timnas sejak 2018, ada tambahan tiga pasangan ganda campuran dengan dua di antaranya adalah pasangan papan atas Malaysia. Mereka adalah Goh/Shevon dan Tan Kian Meng/Lai Pei Jing.

Chin Ee Hui (tengah) menangani para pemain independen Malaysia: bwfbadminton.com
Chin Ee Hui (tengah) menangani para pemain independen Malaysia: bwfbadminton.com

Entah mengapa dua pasangan terakhir yang sebenarnya menjadi tumpuan Malaysia memutuskan untuk meninggalkan pelatnas pada tahun ini. Kepergian mereka tentu meninggalkan pekerjaan rumah bagi Federasi Badminton Malaysia (BAM) meski mereka akan tetap membawa nama Malaysia di kancah internasional.

Selain itu, sebagai pemain independen mereka tidak akan mendapatkan hak-hak istimewa layaknya pemain timnas. Setelah bertahun-tahun terbiasa dengan timnas yang mengatur segalanya mulai dari pelatihan, penerbangan, akomodasi, dan sebagainya, kini mereka harus mengaturnya sendiri. Belum lagi soal jaminan hidup.

Di tengah terjangan pandemi yang mengganggu kalender pertandingan internasional, tantangan yang mereka hadapi tentu semakin berat. Minimnya pertandingan membuat keran pemasukan pun semakin sedikit. Bagaimana mereka bisa mengepulkan asap dapur pribadi dan keluarganya?

Patut diakui pandemi Covid-19 yang menyapu semua lini benar-benar menyulitkan kehidupan para pebulu tangkis. Tidak hanya dalam urusan bertanding, dalam hal paling rutin sekalipun pun terkendala. Misalnya, pembatasan penggunaan fasilitas latihan.

Bagi pemain independen yang menumpang di fasilitas pelatihan pihak lain tidak ada pilihan lain selain mengikuti aturan yang berlaku. Begitu juga hambatan untuk menjaga kebugaran di pusat kebugaran.

"Sudah tujuh bulan sejak kami menjadi pemain independen dan kami memiliki MCO (perintah kontrol gerakan) selama tiga bulan, kami tidak diizinkan menggunakan lapangan. Selama periode itu kami hanya berhasil berlatih secara fisik dan tidak di lapangan. Itu cukup sulit. Sebelum datang ke sini kami memiliki persiapan kurang dari dua bulan," curhat Shevon lagi.

Situasi ini tentu berdampak pada kehidupan mereka, terutama memengaruhi penampilan mereka di sejumlah turnamen yang kemudian berhasil diikuti. Minimnya persiapan akan menyulitkan mereka bermain maksimal. BIla sampai tak maksimal maka harapan untuk membawa pulang hadiah pun sirna.

Ganda campuran peraih medali perak Olimpiade Rio 2016, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying yang meniti jalur independen: bwfbadminton.com
Ganda campuran peraih medali perak Olimpiade Rio 2016, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying yang meniti jalur independen: bwfbadminton.com

Memang tidak semua aspek dari kehidupan pemain independen menyulitkan sang pemain. Ada hal-hal tertentu justru menguntungkan. Salah satunya adalah kebebasan memilih sponsor individu serta kebebasan dalam hal-hal lain seperti soal pelatihan, lapangan, dan perjalanan.

Hanya saja, kebebasan itu tetap memiliki keterbatasan. Setidaknya akan dibatasi oleh berbagai beban finansial dan kelemahan individual. Untuk itu, sebagai pemain independen mereka sangat dituntut untuk disiplin.

Shevon mengakui, "Anda membutuhkan banyak disiplin diri, tidak ada yang mengendalikan kami dan sekarang untuk semua hal ada pada kami sendiri. Jadi terserah kami, bagaimana mengontrol rutinitas harian kami, pelatihan kami, pendanaan kami."

Pentingnya disiplin diri diakui oleh Tan Kian Meng dan Lai Pei Jing. Perempatfinalis Denmark Terbuka minggu lalu, telah bermain sebagai pemain independen sejak Swiss Terbuka pada bulan Maret.

"Disiplin diri sangat penting bagi pemain independen. Sulit untuk mempertahankan. Saat aku malas dia menegurku dan saat dia malas aku memarahinya!" ungkap Lai Pei Jing.

Perjalanan sebagai pemain independen akan disarati banyak tantangan. Modal kebebasan itu serentak bisa membelenggu. Kebebasan itu bagai pisau bermata dua. Bila tak disiplin maka bisa merusak karier. Tetapi di sisi berbeda, bila bisa dimaksimalkan maka akan memberikan pengaruh positif.

Satu hal baik dari kebebasan yang lebih luas dari para pemain independen seperti diakui Shevon. "Kami benar-benar bermain dengan lebih banyak kebebasan saat ini, tetapi kami masih belajar. Kami mencoba beradaptasi dengan posisi baru ini. Kami harus menjaga fokus kami. Tidak ada payung di atas kami, jadi kami harus fokus pada apa yang perlu kami lakukan."

Akhirnya, semakin banyak pemain yang memilih jalur independen bisa memberikan dampak positif bagi iklim bulu tangkis. Persaingan di tingkat nasional bisa lebih terbuka. 

Dukungan dari sesama pemain independen bisa membentuk ikatan tersendiri untuk menaikan posisi tawar serentak memacu para pemain pelatnas agar terus menjadi lebih baik.

Selain itu, para pebulu tangkis yang keluar atau dikeluarkan dari pelatnas tidak langsung berkecil hati dan merasa kariernya telah berakhir. Ada jalur independen yang menjanjikan setiap pemain untuk berprestasi.

Selamat berjuang Tommy dan para pemain independen!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun