"Saya pikir seorang manajer akan membutuhkan lebih dari 18 bulan untuk mengubah Tottenham dan meskipun saya adalah pengagum berat Antonio Conte dan seberapa cepat dia sukses di Chelsea dan klub lain yang pernah dia tangani, itu akan sangat sulit."
(Jamie Carragher kepada Sky Sports)
Â
Antonio Conte sudah menjadi pelatih baru Tottenham Hotspur. Hanya soal waktu untuk meresmikan pria Italia itu sebagai pengganti Nuno Espirito Santo yang dipecat awal pekan ini.
Dalam keterangan resminya, Senin (1/11/2021), The Lilywhites menulis demikian. "Hari ini klub mengumumkan bahwa Nuno beserta jajaran staf yang terdiri dari Ian Cathro, Rui Barbosa, dan Antonio Dias telah dibebastugaskan."
Malang nian nasib Nuno dan timnya. Baru empat bulan menangani Harry Kane dan kawan-kawan, mereka sudah harus meninggalkan Tottenham Hotspur Stadium untuk jangka waktu seterusnya.
Sementara itu dari arah berbeda, Spurs langsung menyiapkan karpet merah bagi Conte. Kasak-kusuk sudah langsung mengemuka terkait kedatangan Conte ke London Utara. Sebelumnya, sejumlah informasi yang bisa dipegang kebenarannya mengatakan manajemen klub tak akan butuh waktu lama mengumumkan kesepakatan dengan Conte.
Jurnalis asal Italia, Fabrizio Romano sudah berkicau di akun Twitter-nya sejak Selasa (2/11/2021). Banyak informasi yang dikuak sang jurnalis termasuk soal kontrak.
"Antonio Conte ke Tottenham, telah dikonfirmasi. Kontrak Conte hingga Juni 2023 dan akan ditandatangani pada Selasa."
Fabrizio mengatakan pihak Conte dan Spurs sudah mencapai kata sepakat. Persetujuan verbal yang sudah tercapai hanya perlu dialihkan ke dalam kontrak. Hal ini sejalan dengan pemberitaan media Inggris tentang makan malam antara Conte dan presiden klub, Daniel Philip Levy. Beberapa jam kemudian semuanya pun menjadi jelas.Â
Kegagalan Nuno
Mengapa Nuno ditendang? Pertanyaan ini tak sulit dijawab bila melihat hasil akhir setiap pertandingan Spurs di bawah kendalinya.
Kekalahan memalukan 0-3 atas Manchester United di hadapan pendukung sendiri pada Sabtu (30/10/2021) menjadi klimaks. Puncak dari performa Spurs yang tak kunjung membaik.
Tak heran, setelah menuai hasil minor di pekan ke-10 Liga Primer Inggris itu tidak sulit bagi Levy untuk mendapat dukungan manajemen klub untuk memecat pelatih asal Portugal itu.
Penampilan Spurs terlihat tak bertaji. Tidak ada penetrasi dan seperti kehilangan gairah. Spurs tak berenergi. Hanya mampu melepaskan satu tembakan tepat sasaran.
Dalam dua jam dan 16 menit terakhir di bawah asuhan Nuno, "shots on target" Spurs sangat minim. Spurs berada di posisi ke-19 dari antara kontestan Liga Primer Inggris dalam urusan jumah tembakan ke gawang lawan.
Serangan yang buruk kian diperparah dengan bagaimana mempertahankan diri dari serangan lawan. Statistik mencatat, tambahan kebobolan tiga gol pada akhir pekan lalu menempatkan Spurs di posisi kelima terbawah tim yang menjadi lumbung gol lawan.
Menemukan kembali "DNA"Â
Ternyata Conte adalah sosok yang sudah diincar Spurs. Fabrizio Romano membuka kartu lebih lanjut. Direktur pelaksana Spurs, Fabrio Paratici sebenarnya sudah berusaha membujuk Conte sejak Juni 2021. Namun, usaha itu baru membuahkan hasil kali ini.
Apa sebab Conte akhirnya mau dipinang Spurs? Salah satunya Conte sedang tidak terikat dengan klub mana pun. Apakah hanya karena ingin tidak disebut pengangguran Conte akan menerima tawaran dari klub yang pernah ia tolak?
Tentu ada hal lain yang mendorong Conte kembali ke Inggris. Conte pernah merasakan atmosfer kompetisi paling ketat di dunia saat menangani Chelsea terhitung sejak 1 Juli 2016 hingga 13 Juli 2018.
Apa yang membuat Conte istimewa kala itu? Jangan ditanya prestasi apa yang sudah Conte torehkan bersama The Blues. Juara Liga Primer Inggris musim 2016/2017 usai mengumpulkan 93 poin, hasil dari 30 kemenangan, tiga hasil imbang, dan hanya lima kali kalah.
Saat itu Chelsea menggagalkan harapan Spurs yang ditangani Mauricio Pochettino. Spurs kemudian finis di posisi kedua dengan selisih tujuh poin. Jauh meninggalkan Manchester City dan Liverpool di posisi ketiga dan keempat, masing-masing sanggup mendulang 78 dan 76 angka.
Pengalaman menangani klub Inggris dengan hasil baik berikut rekam jejak positif yang terus ditorehkan hingga saat kembali ke Italia dalam beberapa musim terakhir membuat Spurs tak bisa tidak berpaling darinya. Gelar juara Serie A sebelum ia angkat kaki dari Inter Milan semakin menggoda Spurs.
Pertanyaan penting kemudian mengemuka. Apakah di tangan Conte, Spurs akan kembali perkasa? Saat ini Spurs sudah empat kali kalah dan sekali imbang dari 10 laga di Liga Primer Inggris.
Spurs yang berada di papan tengah, tepatnya di urutan sembilan pernah ditangani pelatih beken dalam diri Jose Mourinho. Namun, Mourinho hanya dua tahun bertahan.
Kinerja Mou tak cukup meyakinkan klub untuk menanti hingga tahun ketiga yang diprediksi sebagai masa panen hasil kerja. Alih-alih bersaing di Liga Champions dan berada di papan atas Liga Inggris, Spurs terseok-seok di Liga Europa dan terlempar dari jajaran elite Liga Inggris.
Setelah 86 pertandingan dengan 45 kemenangan, 17 hasil imbang, dan 24 kekalahan, Mou dipecat. Sedihnya, pemecatan itu terjadi sebelum Spurs bertarung di final Carabao Cup menghadapi Manchester City. Spurs kemudian kalah.
Apakah Mourinho memang bukan sosok yang tepat untuk Spurs? Apakah pria Portugal itu tak bisa menularkan mentalitas juara seperti yang diukir bersama Real Madrid dan Chelsea? Atau ada sesuatu yang lebih mendasar dalam tim yang mengganjal siapa pun pelatihnya untuk bisa berprestasi?
Pertanyaan terakhir ini seperti misteri yang harus dipecahkan Conte. Kehadiran Conte sangat diharapkan bisa membawa Spurs kembali ke jalur positif. Untuk sampai ke tahap itu, Conte pun harus menyiapkan strategi yang tepat.
Setidaknya kita bisa meneroka apa saja yang akan dilakukan Conte pada tim tersebut. Pertama, berkaca pada penampilan tim-tim yang pernah ditangani, Conte akan melakukan perubahan besar-besaran di tubuh Spurs.
Taktik dan gaya bermain akan mengikuti kekhasannya. Giat dalam menyerang tetapi kuat dalam bertahan. Bisa dicek berapa kali gawang Inter kebobolan semasa Conte. Begitu juga sebaliknya apa yang ia lakukan dengan lini serangannya.
Kedua, Conte sukses mengorbitkan Romelu Lukaku dan Lautaro Martinez di lintasan yang tepat. Rotasi apik ditambah kemampuan mereka untuk ikut ambil bagian dalam bertahan.
Hasilnya, kombinasi Lukaku dan Lautaro menghasilkan 41 gol. Jumlah gol itu jauh lebih banyak dari yang dihasilkan Harry Kane dan Son Heung-min di Liga Inggris musim 2020/2021.
Bagaimana bila Kane dan Son dipoles Conte? Sebelum itu Conte harus bisa meyakinkan Kane untuk bertahan.
Ketiga, tidak hanya di lini depan, sentuhan Conte sangat dibutuhkan di sektor pertahanan. Sergio Reguilon dan Emerson Royal, dua pemain berbakat yang belum berkembang maksimal. Kehadiran Conte sangat diperlukan untuk menyuntikan semangat dan mengalirkan ide-ide taktis agar kerja mereka mengawal benteng pertahanan lebih efektif dan berhasil baik.
Keempat, kehadiran Conte diharapkan membawa angin segar untuk mengembalikan Spurs pada fitrahnya. Conte adalah sosok yang dianggap bisa menemukan "DNA" Spurs yang sempat hilang. Karakter dasar yang menyerang secara atraktif tetapi efektif di satu sisi. Bertahan dengan solid di sisi berbeda.
Singkatnya, "DNA" itu mengutip Levy adalah "bermain sepak bola dengan gaya yang kita kenal-mengalir bebas, menyerang, dan menghibur." Â Selain itu, mengoptimalkan para pemain muda dari akademi klub.
Membongkar kemapanan
Conte disebut sempat akan langsung menjadi pengganti Mourinho. Hanya saja, menurut rumor, salah satu hambatan mendapatkan tanda tangannya adalah pertimbangan soal sifat Conte yang begitu menuntut dalam urusan transfer pemain. Conte akan meminta banyak uang untuk membangun tim yang diinginkan.
Soal keuangan ini pula yang menjadi salah satu pemicu hengkangnya Conte dari Internazionale Milan. Setelah mengukir prestasi bersama klub itu, Conte berbeda pendapat soal bagaimana memanfaatkan sumber daya pemain.
Dari pengalaman itu, Conte sebenarnya ingin mengirimkan sinyal kepada Spurs. Bila ingin sukses maka investasi adalah syarat mutlak. Merogoh kocek dalam-dalam adalah bagian dari upaya untuk meraih kesuksesan.
Investasi besar-besaran Inter pada Lukaku, Nicolo Barella, Stefano Sensi, hingga Valentino Lazaro kemudian berbuah manis.
Melihat tim-tim penantang seperti Chelsea, Liverpool, dan Manchester City, Conte tidak bisa tidak merasa perlu untuk menambah kedalamam skuat Spurs. Target tinggi meraih trofi Liga Inggris yang sudah lama dirindukan fan Spurs atau paling kurang finis di zona Liga Champions hanya bisa ditempuh, sekali lagi, dengan amunisi memadai. Tidak cukup mengandalkan kecakapan dan pengalaman pelatih.
Kita akan melihat bagaimana riwayat Conte dan Spurs saat bursa transfer musim dingin dibuka, awal tahun depan. Setelah memberikan sentuhan tersendiri bagi skuat yang ada, Conte tentu akan mempertimbangkan untuk melakukan jual-beli pemain.
Apakah proyek Conte akan didukung Levy? Melihat durasi kontrak yang ditawarkan, kabarnya 18 bulan, kitab isa membacanya demikian. Spurs sepertinya ingin Conte menjalani proyek jangka pendek.
Dalam waktu singkat itu, Conte diharapkan bisa melakukan perubahan mendasar dan membawa hasil nyata. Bila itu yang diinginkan, maka berbelanja saat jendela transfer dibuka adalah sesuatu yang tak bisa ditawar.
Skenario ini tidak akan mudah dijalankan. Pandemi yang masih berlangsung sudah memberi dampak besar. Kondisi keuangan hampir semua klub terkena imbas. Begitu juga Spurs yang belum sepenuhnya mendapatkan manfaat finansial dari stadion baru mereka.
Levy yang berlatarbelakang pebisnis dikenal sebagai sosok yang sangat berhati-hati untuk tidak mengatakan pelit dalam urusan transfer. Sementara Conte adalah sosok yang begitu menuntut.
"Perceraian" Conte dan sejumlah klub yang berhasil ia angkat prestasinya tidak lepas dari satu hal: uang.
Jurnalis Italia, Gabriele Marcotti, melansir bbc.com menguraikan hal tersebut dalam sejumlah pernyataan.
"Dia meninggalkan Inter [pada akhir musim lalu] karena mereka tidak bisa menginvestasikan uang dan mereka menjual pemain terbaik mereka. Dia meninggalkan Chelsea karena dia tidak bisa membuat pemilik Roman Abramovich menghabiskan lebih banyak uang untuk pemain yang dia inginkan."
Sementara itu terkait putusnya kerja sama Conte dan Juventus tergambar dalam pernyataan Conte, "mereka ingin saya makan di restoran 100 euro dengan 10 euro di saku saya."
Bila "kemapanan" Levy tak bisa dibongkar, maka upaya Conte menemukan kembali "DNA" Spurs tidak akan berjalan mulus. Walau ia memiliki rekam jejak mentereng dan keandalannya sudah diakui dunia, kualitas Conte sebagai pribadi bukan faktor determinan tunggal.
Harapan untuk melihat Spurs berada dalam barisan klub sukses di tangan Conte menyusul Juventus, Chelsea, dan Inter Milan dengan enam trofi utama bakal sulit terwujud. Apalagi dalam durasi waktu yang cukup aneh dan sulit seperti kata mantan bek Liverpool, Jamie Carragher untuk sebuah proyek besar: 18 bulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H