Berbuah manis
Meski melakukan perubahan, kekuatan tim Merah-Putih tak juga berkurang. Justru strategi kejutan itu membuat penampilan Indonesia begitu trengginas dan berbuah manis.
Pertama, China tanpa Shi Yu Qi semakin menguntungkan Indonesia. Di balik lolosnya China ke partai penghabisan, mereka harus kehilangan salah satu andalan di nomor tunggal putra.
Shi memutuskan tidak meneruskan pertandingan saat menghadapi Kento Momota di semifinal. Pemain berusia 25 tahun itu memilih mundur saat pemuncak ranking tunggal putra BWF itu meraih "match point".
Patut diakui, pemain berperingkat 10 BWF itu kesulitan meladeni Momota terutama di gim kedua. Sejak awal, Momota mampu mengendalikan pertandingan dan mampu mencatatkan keunggulan dengan selisih poin sangat signifikan. Saat laga dihentikan, Momota memimpin, 20-22 dan 5-20.
"Ini cedera lama, ini masalah lama, saya hanya merasa tidak enak badan hari ini. Mungkin ada hal lain yang bisa terjadi jadi saya hanya bermain dan menunggu selama saya bisa (sampai 5-20 untuk berhenti)," demikian keterangan Shi kepada BWF dalam sesi wawancara pasca-pertandingan.
Apakah Li akan menjadi penonton di laga pamungkas? Bagaimana sebaliknya, bila pemain tersebut kembali ke lapangan pertandingan walau hari ini memutuskan tak mampu menyelesaikan pertandingan?
Menukil @BadmintonTalk ada ketentuan yang mengatur soal ini. Sebagaimana tertulis dalam Peraturan Kompetisi Umum BWF 14.1.4, "In team Tournaments, a player who retires or withdraws from a match. Can, however, participate in other matches in any future ties."
Artinya, aturan tak melarang Shi untuk bermain di laga final. Namun, terlalu mahal harga yang akan dibayar pemain tersebut bila memaksakan diri tampil.
China tanpa Shi Yu Qi, Indonesia semakin diuntungkan. Setidaknya Anthony Sinisuka Ginting tidak menghadapi pemain papan atas China.
Namun, Ginting tetap mewaspadai lawan yang akan menghadapinya, terlepas dari peringkat dunia dan jam terbang mereka.