Sejumlah tokoh NTT pun menjanjikan akan memberikan bonus kepada para atlet. Dan masih banyak wujud perhatian lainnya.
Namun, hal-hal seperti ini, sekali lagi, sifatnya sementara. Baru berdampak setelah menjadi viral. Baru diperhatikan bila berprestasi.
Sementara masih banyak atlet yang butuh perhatian. Ulurang tangan berupa fasilitas, kebutuhan akomodasi, dan jaminan hidup masih sangat dibutuhkan.Â
Jalan para atlet yang sudah mulai unjuk gigi di level nasional seperti Susanti pun masih panjang. Masih banyak mimpi yang ingin ia raih. Tentu, medali emas PON bukanlah yang pertama, apalagi yang terakhir. Potensi itu harus terus diasah dan didukung agar bisa berprestasi di level internasional.
Jangan sampai setelah pemberitaan sepi, tensi perhatian melandai, kondisi mereka kembali seperti sedia kala. Seperti selentingan Jhon Silitonga, "Ini sekadar euforia, namun kelanjutannya saya juga belum tahu. Perlakuan seperti ini bagi kami merupakan hal yang biasa saja."
Bagi Jhon, pengalaman itu sudah menjadi sesuatu yang lumrah lantaran sudah sering terjadi. Tetapi sebenarnya, pembiasaan terhadap hal biasa seperti itu sungguh sesuatu yang keliru. Sudah saatnya mengenyahkan predikat negeri miskin apresiasi agar lebih banyak atlet terpacu berprestasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H