Tidak hanya tentang penyambutan. Bukan soal seremonial semata. Tetapi lebih jauh dan lebih penting dari itu adalah bagaimaan menjamin kelangsungan hidup dengan penghargaan yang pantas dan memfasilitasi mereka untuk terus berprestasi.
Sudah banyak cerita miris tentang para atlet dan mantan atlet di Tanah Air yang hidup menderita. Perjuangan untuk menempatkan mereka pada posisi yang pas di tengah berbagai kelompok masyarakat masih harus menempuh jalan panjang.
Pemerintah sudah mewacanakan pengangkatan atlet berprestasi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Para peraih medali emas Olimpiade mendapat guyuran bonus fantastis baik dari pemerintah maupun kelompok swasta.
Hanya saja, hal-hal seperti itu masih gampang berubah-ubah dan sifatnya momental. Ketidakadilan masih menjadi perkara yang menuntut konsistensi dan payung hukum yang jelas. Utamanya, soal kesejahteraan atlet dan mantan atlet tanpa pandang bulu.
Kembali ke Susanti Ndapataka. Pemerintah NTT sudah mengagendakan acara penyambutan resmi pada 17 Oktober nanti. Mereka akan disambut oleh orang nomor satu dan nomor dua di provinsi yang kerap diplesetkan menjadi Nanti Tuhan Tolong itu.
Selanjutnya, para atlet binaan Dispora NTT akan kembali ke PPLD dan PPLMD untuk menjalani agenda latihan.
Namun, selain acara seremonial yang sifatnya sementara itu, ada sejumlah hal penting yang harus menjadi perhatian jangka panjang. Kisah yang terjadi pada Susanti sedikitnya memberi kita, terutama pihak pemerintah NTT khususnya dua poin pembelajaran.
Pertama, koordinasi antarpihak dalam pengelolaan cabang olahraga. Antara atlet dan pelatih, induk organisasi, pihak swasta, dan pemerintah harus terjalin sinergi baik dalam proses pembinaan, pelatihan, pertandingan, sampai pasca-pertandingan. Di era penuh persaingan ini, kolaborasi dan sinergitas adalah niscaya.
Kedua, memperhatikan masa depan para atlet, calon atlet, dan mantan atlet daerah. Setelah nama Susanti menjadi konsumsi luas, sisi-sisi lain kehidupannya pun mulai terkuak. Salah satunya mengemuka kondisi hidup keluarganya yang sangat sederhana.
Seperti berkah dari viral pemberitaannya, sejumlah pihak mulai menaruh perhatian pada keluarga Susanti yang tinggal di Desa Kuamasi, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. Rumahnya beratapkan daun gewang dan berdinding bebak membuat hati banyak orang tersentuh.