Pada edisi-edisi selanjutnya, bulutangkis terus konsistens menyumbang medali. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (ganda campuran) di Olimpiade Rio 2016 hingga Greysia Polii/Apriyani Rahayu (ganda putri) di Tokyo tahun ini. Mereka adalah bagian dari sejarah emas bulutangkis tanah air.
Tertinggal
Apakah catatan-catatan manis itu dengan sendirinya menunjukkan iklim bulutangkis di dalam negeri yang semakin baik? Dengan kata lain, pengelolaan bulutangkis di tanah air semakin hidup, tumbuh, dan berkembang?
Anggap saja prestasi bulutangkis kita tetap terjaga. Rutin memberikan medali. Entah berapa banyak yang diberikan dan terlepas dari perbandingan dari edisi ke edisi.
Bila demikian, prestasi sektor ini semestinya menggambarkan proses dan pengelolaannya. Bila prestasinya tetap konsisten seharusnya mencerminkan seperti apa sektor itu dikelola.
Taufik Hidayat justru melihat sebaliknya. Bagi peraih emas Olimpiade Athena 2004 pengelolaan bulutangkis dalam negeri masih jauh panggang dari api.
Hal ini diungkapkan mantan pemain tunggal putra itu kepada Anang Hermansyah di kanal YouTube Ngobrol Asix pada 6 Agustus 2021 lalu. Menurut Taufik ada beberapa indikasi bahwa bulutangkis Indonesia tak lebih baik dari waktu ke waktu.
Pertama, fasilitas. Taufik mengatakan saat ini baru Istora Senayan yang memiliki fasilitas lapangan bertaraf internasional. Tidak ada arena lain di luar Istora dengan kualitas terbaik.
"(Fasilitas bulutangkis) yang memadai di Istora doang, yang lain gak ada. Di mana?"
"Waduh! Indonesia yang selalu ditakuti bulu tangkisnya, baru punya Istora doang?" tanya Anang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!