Apakah dengan demikian para pemain lain tak layak mendapatkannya? Setiap hasil yang terlihat di papan skor tak bisa dibohongi.
Dalam sebuah turnamen hanya akan melahirkan satu pemenang. Di panggung Olimpiade hanya satu pemain yang mendapatkan emas. Jatah medali perak dan medali perunggu, masing-masing untuk seorang pemain pula.
Anthony Sinisuka Ginting melengkapi tiga peraih medali. Ginting tanpa kesulitan meraih perunggu dari pemain Guatemala, Kevin Cordon, 21-11 dan 21-13.
Ginting dan Cordon terpisah jarak usia sepuluh tahun. Walau begitu jarak itu menjadi sedemikian sempit di lapangan pertandingan. Keduanya sama-sama berpeluang meraih medali perunggu. Cordon sempat memberi perlawanan dan sejumlah smes kerasnya sulit ditangkis Ginting.
Hanya saja, secara keseluruhan, Cordon harus mengakui bahwa Ginting tampil lebih baik. Kecepatan dan ketangkasan serta kekuatan pukulan Ginting memaksanya menyerah. Variasi pukulan hingga smes-smes menyilang Ginting sulit diantisipasi.
"Saya menonton pertandingan terakhirnya melawan (Viktor) Axelsen. Saya mempelajari pola bermainnya dan saya berhasil menerapkan strategi yang saya inginkan," ucap Ginting usai laga menukil badmintonindonesia.org.
Bagi Cordon hasil tersebut tentu mengecewakan. Namun datang dari sebuah negara yang hanya mengenal sepak bola dan sama sekali tak populer dengan bulutangkis, menempati posisi keempat di ajang Olimpiade tetaplah sebuah kebanggaan tersendiri.
Berbicara usai pertandingan, Cordon mencurahkan isi hatinya. "Ini hari terakhir saya, malam terakhir saya di Olimpiade. Saya merasa sedih. Saya ingin memenangkan medali tapi begitulah adanya. Saya tidak bisa mengeluh. Bagi saya itu adalah mimpi untuk berada di Olimpiade. Sebuah mimpi untuk berada di semifinal. Terima kasih Guatemala atas dukungan Anda!"
Ginting pun berhak atas medali perunggu. Keping pertama medali Olimpiade yang akan mengisi lemari prestasi Ginting. Â Itu menjadi tanda mata pria kelahiran Cimahi dalam debutnya di panggung akbar itu.