Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Kisah Kevin Cordon, dari Kemiskinan dan Keterpencilan Guatemala Mengguncang Panggung Olimpiade

1 Agustus 2021   04:15 Diperbarui: 1 Agustus 2021   07:30 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Kevin Cordon saat mengalahkan pemain Korea Selatan di perempat final: bwfbadminton.com

Lolos ke babak 16 besar sudah menjadi prestasi bagi Cordon. Ini catatan terbaik di kesempatan keempatnya tampil di Olimpiade.

Langkah Cordon tak berhenti di situ. Ia mampu menyingkirkan pemain Belanda, Mark Caljouw untuk meraih tiket perempat final. Cordon yang menempati urutan 59 dunia bisa mengalahkan Caljou dengan peringkat dunia jauh lebih baik. Namun kepada pemain ranking 29 dunia itu, Cordon seakan berpesan bahwa peringkat tak menjamin kemenangan.

Melalui perjuangan heroik pantas bila ia menunjukkan selebrasi emosional usai mengunci kemenangan rubber game untuk menempatkannya sebagai salah satu semifinalis.

“Nah, ini kita lagi. Bahagia lagi. Ketika saya lolos ke Olimpiade untuk pertama kalinya, itu adalah mimpi untuk bermain, memenangkan satu pertandingan. Setelah itu saya masih bermimpi untuk terus memenangkan lebih banyak pertandingan. Dan sekarang saya senang saya telah memenangkan tiga pertandingan. Saya tidak bisa mempercayainya sekarang,” ungkap Cordon melansir situs resmi BWF.

Sebelumya bermain di arena Olimpiade dengan penampilan yang baik hanya menjadi impian. Beralih dari penonton yang menikmatinya melalui layar menjadi pemain yang menampilkan tontonan yang menghibur kepada jutaan penonton jelas sebuah kebanggaan tersendiri.

Cordon sadar jalannya mencapai prestasi di Olimpiade tidak mudah. Ia harus meninggalkan kota kelahiran La Union menuju pusat kota untuk mewujudkan impiannya. Saat itu usianya baru 13 tahun.

Perjuangan panjang disertai pengorbanan tak sedikit untuk berpindah dari tempat ke tempat, dari turnamen ke turnamen, tak juga membuatnya berkata cukup walau sudah berusia lebih dari kepala tiga.

Banyak hal sudah dikorbankan. Guatemala bukan negara kaya. Berstatus negara berkembang, Guatemala masih disarati berbagai persoalan sosial-ekonomi. Negara dengan PDB per kapita 5 ribu USD itu masih menghuni daftar 10 negara termiskin di Amerika Latin.

Salah satu sudut Guatemala negara yang pernah dijajah Spanyol  yang mencapai kemerdekaan pada 1821: https://www.trippers.id/
Salah satu sudut Guatemala negara yang pernah dijajah Spanyol  yang mencapai kemerdekaan pada 1821: https://www.trippers.id/

“Tidak mudah bagi kami, karena tidak mudah mendapatkan uang untuk bepergian. Saya tahu ada hal-hal yang lebih penting di Guatemala, seperti orang miskin perlu makan. Ini tidak seperti permainan adalah segalanya,” kenang Cordon.

Kerja keras yang telah ditunjukkan membuatnya menjadi orang Guatemala dari sebuah kota kecil yang lebih berarti. Bulutangkis kemudian mengubah hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun