Belum lagi keluhan soal indra penglihatan yang belum terbiasa untuk membaca berlembar-lembar halaman elektronik. Membaca buku fisik di bawah remang cahaya lampu dianggap masih lebih nyaman ketimbang harus beradu dengan pancaran cahaya perangkat elektronik.
Namun begitu, ada juga yang berada di titik bersebarangan. Ada yang sudah bisa langsung menikmati dan mendapatkan kemudahan dengan format buku digital. Merasa lebih praktis karena bisa dibawa ke mana-mana. Bisa disimpan dengan mudah tanpa harus membutuhkan tempat khusus. Belum lagi untuk mendapatkannya tak perlu harus melewati berbagai prosedur yang menuntut kehadiran fisik.
Kedua ekstrem itu tentu tak bisa dihindari. Masing-masing orang memiliki pertimbangan dan perasaan tersendiri. Selanjutnya, jatuh sebagai pilihan.
Minat rendah
Namun, ada hal yang lebih penting dari sekadar format. Ya, hal-hal mendasar itu. Misalnya, soal minat baca.Â
Perbincangan tentang buku dengan segala bentuknya menjadi tak berarti bila tak menyinggung soal kemampuan, kecakapan, kerinduan, kebutuhan, dan semangat untuk menikmatinya. Bila tidak maka kita kemudian hanya bersentuhan dengan unsur-unsur permukaan, tanpa masuk ke kedalaman.
Apakah perubahan format itu sekaligus mempengaruhi minat baca? Atau dengan sejenak meminggirkan perdebatan bentuk yang kurang elementer, apakah minat baca kita memang sudah baik dan bisa mengharapkan peningkatan dari waktu ke waktu?
Apakah koleksi buku yang dikonsumsi semakin bertambah dari hari ke hari, minggu ke minggu, atau tahun ke tahun? Apakah judul buku baru di pasar buku berkembang menggembirakan?
Deretan pertanyaan ini perlu dikonfirmasi untuk mendapatkan jawabannya. Namun, secara umum, kita bisa meminjam beberapa data untuk melihat kenyataan di tanah air.
Soal minat baca, penelitian Central Connecticut State University yang dirilis Maret 2016 memberikan hasil miris. Indonesia berada di posisi ke-60 dari 61 negara responden.
Interpretasi terhadap hasil survei ini akan tidak jauh berbeda dengan rilis UNESCO, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan. Disebutkan, minat baca Indonesia memiliki presentase 0,001%. Artinya, hanya satu dari 1000 orang yang rutin membaca.