Pelajaran dari India
India menjadi contoh terdekat bagaimana pandemi telah menciptakan bencana kemanusiaan dahsyat. Mengacu data Worldmeters, Kamis (13/5/2021) siang, total infeksi Covid-19 yang terkonfirmasi mencapai lebih dari 23,7 juta. Pada Rabu (12/5), Kementerian Kesehatan India melaporkan 348.421 kasus baru.
Tsunami pandemi di India membuat pemerintah dan masyarakat setempat kelimpungan. Rumah sakit cepat terisi penuh. Keterbatasan fasilitas kesehatan seperti pasokan oksigen mengemuka. Pihak krematorium kewalahan. Pembakaran darurat pun harus dibuat sementara ketersediaan kayu pembakaran kian menipis. Sungai Gangga pun dipenuhi mayat (cnbcindonesia.com, 14/5/2021).
Ironisnya, sebagai salah satu produsen vaksin terbesar, India justru kehabisan stok. Lonjakan permintaan membuat produsen lokal kewalahan. Sebelumnya negara itu baru melakukan vaksinasi pada 38,2 juta orang. Angka tersebut baru 2,8 persen dari total populasi negara terbesar di Asia Selatan itu dengan penduduk mencapai 1,35 miliar penduduk.
Pemerintah setempat rela merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli vaksin. Tidak hanya mengandalkan produk dalam negeri, India juga menjajaki kemungkinan membeli vaksin Pfizer dan Sputnik Rusia. Selanjutnya, Perdana Menteri India, Narendra Modi sontak mengumumkan vaksinasi terbuka untuk seluruh orang dewasa pada 1 Mei lalu.
Bencana yang tengah terjadi di India tentu mencemaskan dunia. Tidak hanya merasa ikut prihatin sebagai warga dunia, tetapi juga cemas jangan sampai situasi tersebut meluas. Angka kematian yang terjadi di India, menurut para ahli, bisa membengkak 5-10 kali lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Munculnya varian baru berjenis B.1.617 dianggap sebagai salah satu sebab. Karakteristiknya yang lebih agresif: menyebar lebih cepat dan lebih resisten terhadap sejumlah pengobatan dan antibodi Covid-19 membuat dunia semakin khawatir.
Bila India sudah sedemikian kewalahan, apakah Indonesia hanya sebatas bersimpati? Tentu tidak. Tidak boleh bila kasus di India hanya berakhir dengan simpati. Kita pun harus belajar dari Negeri Anak Benua itu. Perlu bersiap sambil membentengi diri, tidak hanya dari peluang munculnya varian baru yang lebih berbahaya, tetapi juga memutus mata rantai penyebaran saat ini.
Hingga Jumat (14/5/2021), penambahan kasus baru masih terus terjadi. Dalam 24 jam terakhir, ada 2.633 kasus positif Covid-19. Sebanyak 107 pasien pun harus kehilangan nyawa.
Sejak pertama kali muncul di tanah air pada Maret 2020, mengacu data Satgas Penanganan COVID-19, total kasus mencapai 1.734.285. Sebagian besar, 1.592.886 pasien berhasil sembuh. Namun kasus baru yang belum melandai, ditambah 47.823 orang meninggal adalah alarm tanda bahaya yang sudah seharusnya menyadarkan kita.