Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Bayar Zakat Online Sudah Niscaya, Tidak Ada Alasan Tak Sempat Bayar, Bukan?

6 Mei 2021   22:13 Diperbarui: 15 April 2022   21:10 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tempora mutantur, et nos mutamur in illis. Pepatah Latin itu berpadanan dengan ungkapan lain yang dikaitakan dengan Kaisar Lothar I (795--855) yang memerintah Kekaisaran Romawi (817-855). Bunyinya demikian. Omnia mutantur, nos et mutamur in illis.

Kedua pepatah itu kurang lebih berarti: waktu berubah dan kita pun ikut berubah di dalamnya. Atau segala sesuatu berubah dan kita pun ikut berubah. All things change, and we change with them.

Pepatah itu pun relevan dengan perubahan teknologi dan kehidupan manusia hingga dewasa ini. Perubahan sebagai sesuatu yang niscaya. Jauh berabad-abad lalu fenomena ini sudah dinubuatkan Heraclitus atau Herakleitos, fisluf Yunani Kuno dalam istilah Panta rhei: semuanya mengalir (everything flows).

Saat dunia memasuki era digital, hampir tak ada seorang pun bisa mengelak. Malah sebuah keharusan untuk ikut ambil bagian, bila tidak ingin tergilas.

Beberapa tahun lalu, membayar zakat masih dilakukan secara bertatap muka. Namun situasi kini sudah memungkinkan untuk dilakukan secara online. Apakah dengan demikian segala sesuatu menjadi mudah dengan sendirinya?

Ladang Amal

Umat muslim memiliki kewajiban untuk berzakat. Salah satunya yang dibayar setahun sekali saat bulan Ramadhan menjelang Sholat Idul Fitri. Itulah zakat fitrah.

Zakat fitrah berarti menyucikan harta. Pertimbangannya, dalam setiap harta manusia terdapat sebagian hak orang lain. Dengan demikian, adalah kewajiban untuk memberikan apa yang menjadi mereka.

Direktur Utama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Mohamad Arifin Purwakananta, seperti dilansir Kompas.com (6/5/2021) menyebut yang wajib membayar zakat fitrah adalah yang tak masuk dalam golongan penerima zakat atau mustahiq.

Sumber: sriwijayapost
Sumber: sriwijayapost

Salah satu golongan mustahiq zakat fitrah adalah orang miskin dan fakir. Namun kelompok miskin yang dimaksud tak harus mengacu pada kriteria pemerintah sebagaimana menjadi standar Badan Pusat Statistik (BPS).

Kewajiban zakat bagi umat muslim yang mampu tercantum jelas dalam Surat at-Taubah pada ayat 60, ayat 71, dan ayat 103. Dalam Alquran, ada 8 golongan yang berhak menerima zakat. Selain kelompok fakir (orang yang tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kebutuhannya) dan orang miskin (orang yang bekerja tapi tidak mencukupi kebutuhannya atau dalam keadaan serba kekurangan), juga Amil (orang yang mengelola zakat Mualaf atau orang yang baru masuk Islam), hamba sahaya (orang yang berutang Sabilillah atau orang yang berjuang di jalan Allah), dan Ibnu sabil (sedang melakukan perjalanan).

Patokan zakat, demikian Mohamad Arifin Purwakananta, selama seseorang bukan muzakki atau pembayar zakat. Pembayaran zakat fitrah tak harus dengan beras, tetapi bisa disesuaikan dengan makanan pokok di setiap daerah.

Sumber: indonesiabaik.id
Sumber: indonesiabaik.id

Di Indonesia, Baznas memiliki pertimbangan tersendiri. Penerima zakat fitrah adalah berpedoman pada nisab atau batasan kekayaan. "Yang dibantu adalah mereka yang di bawah nisab yaitu berpenghasilan sebesar di bawah Rp 6 juta (per bulan) menurut nisab emas. Tapi Baznas akan memabantu yang paling miskin dari kelompok ini ," terang Arifin.

Dari penjelasan singkat di atas, bisa dikatakan membayar zakat fitrah memiliki sejumlah keutamaan, di samping menunaikan salah satu kewajiban agama.

Pertama, menunjukkan solidaritas dengan yang berkekurangan. Dengan memberi, kita menjadi pribadi yang berbelarasa dan tidak egois. Kita tidak menumpuk harta dan kekayaan untuk kepentingan sendiri. Dengan demikian menjauhkan kita dari sifat kikir dan tamak.

Salah satu hadis berbunyi: "Barangsiapa membayar zakat hartanya, maka kejelekannya akan hilang dari dirinya." (HR. al-Haitsami).

Kedua, dengan berbagi kita juga ikut meringankan penderitaan orang lain. Bila kita berlomba-lomba mendapatkan kekayaan, maka dengan semangat yang sama kita pun sepatutnya berlomba-lomba berbuat kebaikan.

Ketiga, menempa kualitas diri. Selain menjadi pribadi yang tidak egois, dengan memberi kita melatih diri untuk bersikap ikhlas. Berzakat itu memang kewajiban, tetapi patut dijalankan tanpa paksaan dan pamrih sedikit pun.

Keempat, meningkatkan kualitas keimanan. Tidak hanya menunjukkan tingkat kepatuhan pada kewajiban agama, serentak mendekatkan diri dengan Allah SWT. Dengan berzakat kita tidak akan merasa rugi. Tetapi justru membuat kita merasa bahagia karena kita menabung untuk sesuatu yang nilainya melebihi materi.

Selain mendatangkan kebahagiaan sini dan kini, dengan berzakat kita akan mendapat berkah baik di dunia maupun di akhirat kelak. Berzakat tak ubahnya menabur di ladang amal. Panenannya akan kita rasakan kini dan kelak.

Al-Quran Surah An-Nuur ayat 37-38 mengguratkan hal tersebut. "(Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dariapa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. An-Nuur: 37 - 38).

Terus berkembang

Patut diakui tidak semua perubahan itu bisa disambut dengan baik. Tidak setiap perkembangan itu bisa cepat diadaptasi. Tidak terkecuali dalam hal pembayaran zakat ini. Tentu masih banyak yang belum tahu atau sengaja tidak mau tahu cara membayar zakat online.

Bila diteliti sesungguhnya ada banyak alasan yang melatarinya. Mulai dari keterbatasan informasi dan pengetahuan teknis. Belum memahami bagaimana cara membayar, misalnya.

Selain itu, masih ada alasan yang lebih mendasar. Guru Besar Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Afif Muhammad, seperti dilansir Bisnis.com (24/7/2013), sebab lain itu adalah tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah kepada lembaga-lembaga pengelola zakat, belum mengerti cara menghitung zakat, dan kepada siapa zakatnya dipercayakan untuk disalurkan.

Seiring perkembangan teknologi dan keterbukaan informasi, seharusnya alasan-alasan tersebut sudah mulai bisa diatasi. Salah satunya dengan kehadiran sejumlah platform online.

Seperti dikabarkan Harian Kompas edisi 31 Mei 2018, kehadiran fitur zakat online memberikan pengaruh positif. Walau belum maksimal, dengan potensi zakat sekitar Rp 200 triliun tetapi yang terhimpun baru kisaran 5-6 triliun, setidaknya memiliki tren yang semakin baik dari waktu ke waktu.

Saat ini sudah tersedia banyak layanan membayar zakat daring. Berbagai platform itu hadir dengan banyak fitur yang mempermudah sekaligus mengatasi kekhawatiran pengguna. Kita  bisa sebut beberapa.

Pertama, Kitabisa. Fitur zakat di Kitabisa sejatinya sudah ada sejak 2016. Ada dua zakat yang bisa dibayar melalui platform ini yakni zakat profesi dan zakat maal.

Kitabisa merupakan laman untuk menggalang dana dan berdonasi secara online dan transparan. Dari waktu ke waktu tingkat kepercayaan kepada platform ini semakin meningkat. Hal ini bisa dilihat dari jumlah zakat dan jumlah muzaki atau donatur yang terus meningkat.

Kitabisa menyediakan fitur update untuk mengabarkan kepada para donatur tentang alokasi serta pemanfaatan dana zakat. Setiap update akan dikirim secara otomatis ke e-mail donatur.

Salah satu aplikasi bayar zakat online berbasis android: kliknklik.com
Salah satu aplikasi bayar zakat online berbasis android: kliknklik.com

Kedua, Rumah Zakat, organisasi penghimpun donasi, menjadi salah satu platform yang banyak dipercaya masyarakat untuk membayar zakat. Mayoritas donatur membayar zakat secara online.

Sumber: Kompas.com
Sumber: Kompas.com

Melansir Kompas.com, CEO Rumah Zakat Nur Efendi mengatakan, pergeseran tren membayar zakat ini telah terjadi sejak tahun 2015. Sebagai informasi, di Rumah Zakat sebanyak 70 persen dana zakat didapatkan dari masyarakat yang membayar secara online.

https://care.rumahzakat.org/
https://care.rumahzakat.org/

Tantangan

Walau demikian masih ada tantangan yang mengiringi kehadiran fitur zakat online. Salah satu yang paling besar adalah membangun kepercayaan donatur tentang penyaluran dana zakatnya. Para donatur tentu berhak memastikan setiap donasi disalurkan dengan benar dan tepat.

Untuk itu kehadiran aneka fitur penyerta amat dibutuhkan. Fitur notifikasi langsung ke donatur berupa e-mail sungguh diperlukan. Hal ini penting untuk memberikan ketenangan dan menumbuhkan kepercayaan pada para donatur bahwa dananya sudah diterima dan disalurkan secara tepat.

Seiring berjalannya waktu, berbagai kekurangan dan kerinduan masyarakat tentu bisa dipenuhi. Apalagi di masa pandemi ini, kehadiran teknologi itu sangat bermanfaat untuk menggantikan pola manual dan pertemuan tatap muka (offline) dengan transaksi digital.

Bila demikian maka pemenuhan kewajiban agama untuk berzakat menjadi semakin mudah. Dengan cukup membuka laman penyedia layanan zakat melalui komputer atau aplikasi di telepon pintar, lantas klik zakat, bayar, dan selesai.

Aneka kemudahan ini, tentu menjadi bukti nyata perubahan sebagai sesuatu yang lumrah. Terhadap setiap perubahan itu kita pun terseret ke dalamnya. Tidak hanya sebagai objek, tetapi seharusnya tetap menjadi subjek yang berkesadaran. Sehingga tak seorang pun yang berkewajiban tak lagi memiliki alasan tak sempat membayar zakat, bukan? Apakah Anda sudah menunaikan zakat fitrah tahun ini?

Mari berbagi, mari beribadah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun